Humas Universitas Mulia, 31 Juli 2025 “Kurikulum bukanlah sekadar template, tetapi sebuah konsep dinamis yang mengarahkan mahasiswa pada pencapaian peran profesionalnya di tengah tantangan Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0.” Demikian penegasan Prof. Dr. Lambang Subagiyo, M.Si., saat menjadi narasumber utama dalam Workshop Integrasi OBE, PBL, dan Design Thinking dalam Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) yang diselenggarakan Rabu, 30 Juli 2025 di Ruang Townhall Midtown Express Hotel, Balikpapan.

Workshop ini dihadiri oleh dosen-dosen pengampu MKWK (Mata Kuliah Wajib kurikulum) dan MKU (Mata Kuliah Umum) Universitas Mulia, sebagai bagian dari upaya peningkatan mutu dan penyelarasan pembelajaran dengan capaian pembelajaran lulusan berbasis Outcome-Based Education (OBE).

Dalam paparannya yang bertajuk “Teknik Menyusun RPS Berbasis OBE”, Prof. Lambang menekankan pentingnya membangun kurikulum yang tidak hanya berorientasi pada penyampaian materi, tetapi pada pencapaian kompetensi lulusan yang relevan dengan kebutuhan zaman.

“RPS itu bukan hanya formalitas. Ia harus berfungsi korektif, preventif, direktif, dan konstruktif. RPS memberi kepastian bahwa mahasiswa mendapatkan pengalaman belajar sebagaimana yang telah dirancang,” jelas Guru Besar yang juga aktif dalam pengembangan kurikulum nasional tersebut.

Mengawali kegiatan dengan kekhidmatan, para peserta workshop mengangkat tangan dalam doa bersama—sebagai refleksi spiritual dan bentuk ikhtiar agar rangkaian pelatihan berlangsung lancar, bermakna, dan penuh keberkahan.

Menurutnya, desain kurikulum yang efektif dimulai dari perumusan peran lulusan di masyarakat, yang kemudian dijabarkan dalam Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL), diturunkan ke dalam mata kuliah dan bobot SKS, lalu diimplementasikan dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS).

Ia juga menekankan bahwa pendekatan OBE bukan hanya menyangkut proses pengajaran (Outcome-Based Learning and Teaching/OBLT), tetapi juga pendekatan penilaian dan evaluasi (Outcome-Based Assessment and Evaluation/OBAE) yang berfokus pada penguasaan capaian pembelajaran oleh mahasiswa.

Ketua Panitia Workshop, Yeyen Dwi Atma, S.Kom., M.Kom., menyerahkan cinderamata kepada narasumber Prof. Dr. Lambang Subagiyo, disaksikan oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng., serta Wakil Rektor Bidang Sumber Daya, Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I.

“Materi yang kita sampaikan belum tentu bisa dikuasai semua mahasiswa, maka tugas dosen adalah merancang pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa mencapai CPL—dengan strategi, metode, dan evaluasi yang sesuai,” tegasnya.

Dengan pendekatan holistik berbasis OBE, dipadukan dengan Problem-Based Learning (PBL) dan Design Thinking, workshop ini menjadi langkah strategis Universitas Mulia dalam menciptakan proses pembelajaran yang kontekstual, aplikatif, dan berpusat pada mahasiswa.

Humas UM (YMN)

Humas Universitas Mulia, 30 Juli 2025 Matakuliah Wajib Kurikulum (MKWK) tidak lagi hanya menjadi wahana penyampaian materi normatif, tetapi harus ditransformasi menjadi arena pendidikan karakter berbasis proyek dan kolaborasi. Hal ini ditegaskan oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi Universitas Mulia, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng., dalam sesi pembukaan workshop integrasi OBE, PBL, dan Design Thinking dalam MKWK yang digelar pada Rabu, 30 Juli 2025 di Ruang Townhall Midtown Express Hotel, Balikpapan.

Dalam paparannya, Wisnu menekankan bahwa MKWK bukan sekadar keharusan administratif dalam kurikulum perguruan tinggi. Sebaliknya, ia adalah fondasi ideologis, etis, dan komunikatif yang harus ditanamkan dengan pendekatan yang relevan dengan konteks zaman. “Substansi kajian MKWK perlu dikembangkan oleh dosen, dengan menggali isu-isu kontemporer seperti kearifan lokal, radikalisme, kesadaran pajak, hingga kesetiaan pada ideologi bangsa,” tegasnya.

Seluruh peserta workshop berdiri menyanyikan Mars Universitas Mulia dalam suasana khidmat saat seremonial pembukaan kegiatan di Ruang Townhall Midtown Express Hotel, Rabu (30/7/2025).

Lebih lanjut, Wisnu menyampaikan bahwa Universitas Mulia telah menata ulang strategi pembelajaran melalui penerapan Outcome-Based Education (OBE) dan Project-Based Learning (PBL). Siklus OBE, menurutnya, mengharuskan penyesuaian materi, metode, asesmen, dan evaluasi berbasis capaian. PBL diposisikan bukan sekadar metode, melainkan filosofi pembelajaran yang menuntut keaktifan, orisinalitas, kolaborasi, dan refleksi mahasiswa.

“Mahasiswa tidak cukup diajarkan teori toleransi, tapi harus menciptakan proyek yang menyuarakan nilai toleransi itu dalam bentuk kreatif dan berdampak,” ujarnya. Ia mencontohkan produk pembelajaran seperti video refleksi, infografis nilai Pancasila, hingga kampanye media sosial tentang kebhinekaan sebagai bentuk konkret integrasi nilai dan proyek.

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng., menyampaikan materi pembuka yang memetakan arah kebijakan pengembangan MKWK di Universitas Mulia.

Selain MKWK yang terdiri dari matakuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia, Wisnu juga menekankan pentingnya penguatan pada Mata Kuliah Universitas seperti Pendidikan Anti Korupsi, Technopreneurship, Bahasa Inggris Bisnis, serta Kuliah Kerja Nyata dan Skripsi yang mendukung praktik nilai di lapangan.

Sesi doa bersama pembukaan workshop berlangsung dalam suasana tenang dan penuh kekhusyukan.

Tak kalah strategis, Wisnu memperkenalkan pentingnya literasi terhadap Generative Artificial Intelligence (GenAI) dalam ekosistem pendidikan tinggi. Menurutnya, GenAI dapat menjadi alat yang memberdayakan atau merusak, tergantung pada cara institusi dan individu mengelolanya. “Universitas harus memandu pemanfaatan GenAI secara etis dan bertanggung jawab, menjaga integritas akademik tanpa menutup peluang inovasi,” tandasnya.

Materi yang disampaikan Wakil Rektor Akademik dan Sistem Informasi ini menjadi landasan penting dalam diskusi-diskusi lanjutan para dosen pengampu MKWK selama workshop berlangsung. Mereka tidak hanya menyusun RPS atau RPL, tetapi juga ditantang untuk menyematkan nilai, menyusun skenario proyek, dan merancang asesmen yang kontekstual, kolaboratif, dan inklusif.

Humas UM (YMN)

Kami mengharapkan para dosen peserta workshop mampu menguasai secara komprehensif konsep OBE, PBL, dan Design Thinking serta implementasinya dalam pembelajaran MKWK, dan selanjutnya dapat merancang instrumen pembelajaran—baik RPS maupun RPP—yang layak dijadikan rujukan atau model bagi rekan pengajar lainnya.”  — Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I., Wakil Rektor Bidang Sumber Daya

Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Universitas Mulia, Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I., memberikan sambutan pembuka sekaligus mewakili Rektor dalam membuka secara resmi kegiatan Workshop Integrasi OBE, PBL, dan Design Thinking dalam MKWK, Rabu (30/7), di Townhall Midtown Express Hotel Balikpapan.

Humas Universitas Mulia, 30 Juli 2025 – Sebuah transformasi senyap sedang berlangsung di balik meja-meja dosen Universitas Mulia. Rabu pagi, 30 Juli 2025, suasana Townhall Midtown Express Hotel berubah menjadi ruang dialektika akademik. Di sanalah puluhan dosen pengampu Matakuliah Wajib Kurikulum (MKWK) dan Matakuliah Umum (MKU) berkumpul, bukan sekadar mendengarkan ceramah, tapi untuk merancang ulang arah pembelajaran mereka. Workshop integrasi Outcome-Based Education (OBE), Project-Based Learning (PBL), dan Design Thinking diselenggarakan penuh sejak pukul 08.00 hingga 15.30 WITA.

Menghadirkan narasumber dari Universitas Mulawarman Samarinda, Prof. Dr. Lambang Subagiyo, M.Si., kegiatan ini menjadi bagian penting dalam proses pematangan kurikulum berbasis capaian dan proyek yang terus digarap Universitas Mulia.

“Secara prinsip, kampus telah siap untuk mendukung transformasi pembelajaran berbasis OBE,” tegas Wakil Rektor Bidang Sumber Daya, Wibisono Wibisono, S.E., M.T.I., dalam wawancara khusus di sela kegiatan. Menurutnya, kesiapan itu bukan hanya retorika. Ia menyebut dosen yang kompeten, sarana pembelajaran yang tersedia, hingga keberadaan Lentera sebagai Learning Management System (LMS) yang telah dikembangkan secara fungsional sebagai penopang utama OBE.

Yusuf Wibisono menyerahkan cinderamata berupa plakat Universitas Mulia kepada narasumber utama, Prof. Dr. Lambang Subagiyo, M.Si., usai sesi pemaparan materi inti workshop.

Namun bagi Wibisono, kesiapan bukan sekadar soal alat. Ia menekankan pentingnya capaian konkret dari workshop ini. “Setiap dosen ditargetkan mampu menghasilkan RPS yang telah mengintegrasikan pendekatan OBE, PBL, dan Design Thinking. Setelah kegiatan ini, RPS tersebut bisa terus disempurnakan dan dilengkapi dengan instrumen pembelajaran lainnya di bawah koordinasi bagian akademik,” ujarnya.

Para peserta workshop tampak fokus mengikuti rangkaian sesi diskusi dan praktik penyusunan instrumen pembelajaran berbasis OBE, PBL, dan Design Thinking.

Transformasi pendidikan, bagi Universitas Mulia, tidak mungkin dibangun hanya di atas dokumen RPS. Di balik struktur silabus, ada manusia yang harus bergerak: para dosen. Karena itu, kata Wibisono, pengembangan kompetensi dosen diarahkan pada dua jalur: penguatan digital dan penguatan karakter. “Kompetensi dosen dikembangkan melalui studi lanjut sesuai bidang keilmuan dan pelatihan yang fokus pada teknologi digital,” jelasnya. Sementara dari sisi karakter, universitas memperkuat nilai-nilai dasar: inovatif, mandiri, dan humanis—yang disokong oleh program KEJAR (Kesehatan Jasmani dan Rohani) yang rutin dilaksanakan setiap hari Jumat.

Mengenai latar belakang kegiatan, Wibisono menyampaikan urgensinya secara gamblang. “Workshop ini penting untuk memastikan bahwa dosen yang mengajar MKWK memahami secara substantif bagaimana integrasi antara OBE, PBL, dan Design Thinking dapat diterapkan secara aktual dalam pembelajaran,” tuturnya. Dengan kata lain, workshop ini bukan ajang pemaparan satu arah. Dosen ditantang berpikir ulang dan bekerja menyusun instrumen pengajaran seperti RPS dan RPP yang dapat menjadi model standar lintas prodi.

Lebih jauh, Wibisono menyoroti posisi strategis Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) sebagai fondasi karakter mahasiswa lintas disiplin. Ia menyebut bahwa penguasaan teknis saja tidak memadai untuk menjawab tantangan dunia kerja dan masyarakat. “Mahasiswa UM harus didukung dengan karakter yang kuat serta kemampuan komunikasi yang baik,” jelasnya. Sebagai penyeimbang, UM juga mengintegrasikan matakuliah seperti Pendidikan Anti Korupsi, Technopreneurship, dan Bahasa Inggris Bisnis, serta memperkuatnya melalui pembelajaran berbasis pengalaman dalam program KKN dan skripsi.

Menutup keterangannya, Wibisono menegaskan kembali harapan institusional terhadap para dosen peserta workshop. “Kami berharap bahwa seluruh dosen yang mengikuti workshop ini dapat memiliki pemahaman yang baik tentang OBE, PBL, dan Design Thinking dan integrasinya dalam MKWK, serta mampu menyusun instrumen pembelajaran (RPS dan RPP) berbasis hal tersebut yang dapat menjadi contoh atau standar bagi pengajar yang lain.”

Humas UM (YMN)

 

“Sertifikasi di Universitas Mulia bukan program tambahan, tetapi bagian dari desain kurikulum. Mahasiswa dipersiapkan bukan hanya untuk lulus, melainkan untuk diuji dan diakui secara nasional, dan hasil sertifikasi akan kami tempatkan sebagai bukti sahih ketercapaian pembelajaran.”—Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng. (Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi)

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi Universitas Mulia, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng., memberikan arahan dalam seremonial pembukaan Uji Materi Kompetensi (MUK) sebagai bagian dari proses integrasi sertifikasi dalam pembelajaran.

Humas Universitas Mulia, 29 Juli 2025 — Di Universitas Mulia, sertifikasi profesi tidak ditempatkan sebagai program pelengkap. Ia disusun dan ditanamkan sejak awal proses belajar, dirancang menyatu dalam sistem pembelajaran. Hal ini ditegaskan langsung oleh Wakil Rektor Bidang Akademik, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng.

“Kami menyelaraskan materi kuliah, proyek tugas akhir, hingga praktik lapangan dengan skema-skema kompetensi yang dirancang dan diajukan ke BNSP,” ujarnya. “Artinya, mahasiswa tidak belajar hal yang terpisah dari dunia kerja—mereka justru belajar untuk bersertifikat.”

Menurut Wisnu, pendekatan ini dilakukan agar proses belajar di kampus tidak berhenti pada pemahaman teoretis semata, tetapi sejak awal diarahkan untuk menghasilkan kompetensi yang dapat diuji dan diakui secara formal. Sertifikasi tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi jalur utama yang ditempuh mahasiswa dalam meraih pengakuan keterampilan kerja.

Langkah selanjutnya, Universitas Mulia sedang menyelaraskan Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) agar hasil asesmen dari skema LSP dapat digunakan sebagai tolok ukur kompetensi. “Kami sedang mengaitkan hasil uji skema langsung dengan CPL, terutama dalam aspek keterampilan khusus dan kesiapan kerja,” jelasnya. Ia menambahkan, “Dengan demikian, sertifikat bukan hanya bonus kelulusan, tetapi bagian dari pengakuan formal atas apa yang benar-benar telah dikuasai oleh mahasiswa selama studi.”

Pemerataan akses menjadi perhatian penting. Sertifikasi tidak hanya dilaksanakan di kampus utama Balikpapan. Wisnu mencontohkan keterlibatan mahasiswa dari Program Studi Sistem Informasi di Kampus Samarinda yang kini mengembangkan skema dan Materi Uji Kompetensi (MUK) mereka sendiri. “Mahasiswa di Samarinda juga menyiapkan skema yang akan diajukan ke BNSP dan digunakan untuk mensertifikasi mereka. Kami pastikan kesempatan ini merata,” ungkapnya.

Kalimantan yang kini berkembang sebagai kawasan strategis Ibu Kota Nusantara (IKN) turut menjadi konteks penting dalam strategi sertifikasi Universitas Mulia. Wisnu menyebut bahwa lulusan bersertifikat harus mampu langsung bekerja dan menjawab kebutuhan yang tumbuh di wilayah ini.

“Kami melihat sertifikasi kompetensi sebagai salah satu kunci utama kesiapan SDM lokal menghadapi transformasi besar di kawasan Kalimantan dan IKN,” ucapnya. “Lulusan kami diposisikan sebagai talenta siap pakai—baik untuk industri, sektor pemerintahan, maupun kegiatan wirausaha yang berkembang.”

Untuk memastikan keselarasan antara skema sertifikasi dan kebutuhan nyata di lapangan, Universitas Mulia melalui LSP juga menjalin berbagai kolaborasi lintas sektor. Wisnu menyampaikan bahwa koordinasi dan kerja sama dengan industri, lembaga pendidikan, BUMN, dan instansi lain selalu dibuka agar skema yang disusun tidak hanya memenuhi standar administratif, tetapi benar-benar mencerminkan kebutuhan dunia kerja.

Humas UM (YMN)

Humas Universitas Mulia, 29 Juli 2025Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Universitas Mulia menggelar uji coba Materi Uji Kompetensi (MUK) sebagai tahapan wajib dalam proses pengajuan penambahan skema sertifikasi ke Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Kegiatan ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan pengujian langsung atas validitas dan ketepatan materi uji yang dirancang untuk mengukur kemampuan nyata calon peserta sertifikasi.

Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Mulia, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng. (kanan), bersama Dekan Fakultas Ilmu Komputer, Djumhadi, S.T., M.Kom. (kiri), memantau langsung proses uji coba Materi Uji Kompetensi (MUK) di lingkungan kampus.

“Uji coba ini kami perlakukan sebagai pengujian kritis terhadap isi materi. Apakah instrumen ini memang layak digunakan untuk menilai kompetensi secara objektif dan akurat? Itu yang kami uji,” ujar Kepala UPT LSP Universitas Mulia, Dr. Mada Aditia Wardhana, S.Sos., M.M.

Seluruh materi uji dikembangkan dengan mengacu pada Skema Sertifikasi dan unit kompetensi yang sudah ditetapkan dalam standar nasional, yakni SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Tidak ada improvisasi di luar kerangka, sebab yang sedang dipertaruhkan bukan sekadar kelulusan, tetapi legitimasi profesional atas kemampuan teknis dan sikap kerja peserta.

Irfan Ananda Pratama, S.A., M.A., melakukan monitoring pelaksanaan uji coba Materi Uji Kompetensi (MUK) sebagai bagian dari proses validasi skema sertifikasi.

Menurut penanggung jawab kegiatan, proses uji coba ini menjadi semacam stress test terhadap sistem evaluasi kompetensi yang disusun. Jika MUK yang diuji tidak mampu secara presisi membedakan antara peserta yang kompeten dan tidak kompeten, maka materi tersebut harus direvisi. “Kami tidak ingin menghasilkan materi yang kabur secara penilaian atau tidak sesuai kebutuhan lapangan kerja,” tegasnya.

Lebih jauh, kegiatan ini juga mencerminkan arah kebijakan Universitas Mulia dalam memosisikan sertifikasi sebagai bagian integral dari proses pembelajaran. Sertifikasi bukan ditempelkan di akhir proses, tetapi dirancang sejak awal sebagai capaian yang terukur dan berbasis standar. Ini menjadi bukti bahwa universitas tidak hanya mendidik, tetapi juga mengkalibrasi capaian mahasiswa dengan tolok ukur yang diakui secara nasional.

Dr. Hety Devita, S.E., M.M., C.Med., C.P.Arb., tampak membagikan soal kepada peserta dalam pelaksanaan uji coba Materi Uji Kompetensi (MUK) di Universitas Mulia.

Dengan menggelar uji coba MUK secara terbuka dan ketat, Universitas Mulia mengirimkan pesan jelas: sertifikasi kompetensi bukan program pelengkap, melainkan sistem yang dibangun secara sistematis, diuji, dan dipertanggungjawabkan.

Humas UM (YMN)

“Materi Uji Kompetensi (MUK) bukan sekadar alat uji administratif, melainkan instrumen strategis yang memetakan relevansi kurikulum dengan kebutuhan riil dunia kerja. Ketika sertifikasi diintegrasikan ke dalam kurikulum, capaian kompetensi mahasiswa tidak hanya diakui secara internal, tetapi juga mendapat legitimasi formal di tingkat nasional. Inilah komitmen Universitas Mulia: mencetak lulusan yang bukan sekadar bergelar sarjana, melainkan sumber daya unggul yang siap mengisi ruang-ruang strategis pembangunan IKN dan industri masa depan.” — Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si. (Rektor Universitas Mulia)

Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si, saat menerima kunjungan Tim Humas UM dan menjawab sesi wawancara terkait pelaksanaan uji coba Materi Uji Kompetensi (MUK) di White Campus UM, Balikpapan

Humas Universitas Mulia, 29 Juli 2025 – Di tengah kebutuhan mendesak akan lulusan yang benar-benar kompeten dan relevan dengan kebutuhan industri, Universitas Mulia melaksanakan uji coba Materi Uji Kompetensi (MUK) di gedung white campus, Universitas Mulia Balikpapan, Senin (28/7). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Universitas Mulia sebagai bagian dari proses validasi skema baru yang akan diajukan ke Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Para asesor LSP Universitas Mulia — Dr. Mada Aditia Wardhana, S.Sos., M.M., Dr. Ivan Armawan, S.E., M.M., dan Nandha Narendra Muvano, S.E., M.M. — berdiskusi santai mengenai instrumen asesmen dalam uji coba MUK

Kepala UPT LSP UM, Dr. Mada Aditia Wardhana, S.Sos., M.M., menyampaikan bahwa uji coba ini bukan sebatas prosedur administratif, melainkan proses evaluatif terhadap ketepatan instrumen asesmen yang digunakan. “Kami menguji apakah instrumen yang dikembangkan betul-betul bisa mengukur kemampuan nyata asesi sesuai standar SKKNI. Ini bukan soal lulus atau tidak, tapi soal memastikan alat ukurnya tepat,” ungkapnya.

MUK, dalam konteks ini, berfungsi bukan hanya sebagai alat ukur teknis, tetapi sebagai instrumen akademik yang merefleksikan apakah kerangka pembelajaran yang disusun benar-benar sejalan dengan kompetensi kerja yang dibutuhkan pasar.

Para peserta (asesi) mengikuti uji coba Materi Uji Kompetensi (MUK) dengan fokus dan serius. Kegiatan ini bertujuan menguji ketepatan instrumen asesmen terhadap standar kompetensi berbasis SKKNI dan OBE.

Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si, menegaskan bahwa pelaksanaan uji coba ini memiliki nilai strategis dalam memperkuat pendekatan Outcome-Based Education (OBE) yang diterapkan kampus secara sistemik.

“MUK menjadi titik temu antara pendekatan berbasis capaian dan tuntutan riil dunia kerja. Ia bukan hanya mengukur hasil belajar, tetapi juga memvalidasi apakah kurikulum kita cukup relevan dan aplikatif,” tegasnya.

Lebih lanjut, Rektor menyatakan bahwa proses sertifikasi kompetensi semestinya tidak berdiri terpisah dari kurikulum. Integrasi ke dalam pembelajaran formal akan menghasilkan pengakuan eksternal yang kredibel terhadap capaian mahasiswa. Sertifikasi bukan sekadar pelengkap, melainkan bagian dari arsitektur pembelajaran.

“Ketika sertifikasi menjadi bagian dari penilaian mata kuliah, ia otomatis mendukung Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL), memperkuat keterpakaian lulusan, dan memberikan kontribusi langsung terhadap kualitas pendidikan,” tambahnya.

Selain memperkuat sistem mutu internal, integrasi ini juga memiliki implikasi langsung terhadap penguatan portofolio technopreneur mahasiswa, karena sertifikasi dapat menjadi bukti kompetensi dalam proyek inovasi, proposal bisnis, maupun kemitraan dengan industri.

Menjawab Ketimpangan Akses: Sertifikasi untuk Semua

Salah satu aspek krusial dalam implementasi sistem sertifikasi adalah menjamin pemerataan akses. Mahasiswa dari kampus PSDKU seringkali menghadapi keterbatasan teknis dan administratif. Universitas Mulia tidak menutup mata terhadap masalah ini.

Para Peserta (Asesi) Sedang Melakukan Uji Materi MUK

Rektor menjelaskan bahwa universitas menggunakan pendekatan integratif berbasis data, dengan memperkuat dukungan infrastruktur, skema pembiayaan yang inklusif, pelatihan pendampingan, serta pemantauan berbasis sistem digital yang memungkinkan kendali mutu secara menyeluruh.

“Distribusi akses bukan masalah teknis semata, tapi soal struktur sistem. Maka, solusi kami juga berbasis sistem, bukan sekadar kebijakan lokal,” ujarnya.

IKN dan Posisi Universitas Mulia dalam Peta Kompetensi Nasional

Konteks pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi latar penting dari transformasi ini. Universitas Mulia menyiapkan diri sebagai penyedia SDM kompeten yang tidak hanya siap kerja, tetapi memiliki legitimasi formal melalui sertifikasi yang diakui nasional.

“Kami ingin memastikan lulusan Universitas Mulia tidak hanya dicatat sebagai sarjana, tetapi sebagai tenaga kompeten yang diakui oleh industri dan dapat bersaing di sektor-sektor strategis IKN,” ungkap Rektor.

Para Peserta (Asesi) Sedang Melakukan Uji Materi MUK

Upaya ini diperkuat dengan pengembangan kemitraan bersama LSP, dunia usaha, dan mitra Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) untuk menciptakan ekosistem pembelajaran yang dinamis dan berbasis kebutuhan lapangan. Sertifikasi dijadikan sebagai pintu masuk, bukan sebagai tujuan akhir.

Humas UM (YMN)

 

“Melalui MKWK, Universitas Mulia berkesempatan merumuskan model pembelajaran dan pengabdian berbasis proyek yang menitikberatkan pada internalisasi nilai kebangsaan, penyelesaian konflik sosial, penguatan moderasi beragama, serta pengembangan inovasi sosial yang didukung teknologi. Langkah ini diharapkan menjadi kontribusi konkret dalam membangun ekosistem masyarakat Ibu Kota Nusantara yang inklusif, menjunjung toleransi, dan memiliki daya saing sosial,”—Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si. (Rektor Universitas Mulia)

Humas Universitas Mulia, 25 Juli 2025— Di tengah dominasi kampus-kampus besar di Jawa, Universitas Mulia menegaskan eksistensinya sebagai satu-satunya wakil Kalimantan yang lolos hibah Program Pengembangan Model Pembelajaran Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) 2025. Program di bawah Direktorat Pendidikan Tinggi ini menjadi pintu strategis untuk membumikan nilai kebangsaan, toleransi, dan keberagaman lewat pendekatan berbasis proyek.

“Ini bukan sekadar pengakuan, tetapi momentum penting untuk memperkuat reputasi UM sebagai kampus technopreneur yang tidak hanya unggul dalam inovasi dan teknologi, tetapi juga berkomitmen terhadap nilai-nilai kebangsaan, moderasi, dan keberagaman,” tegas Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si., Rektor Universitas Mulia.

Bagi Prof Ahsin, keterlibatan ini menjadi peluang membuka kolaborasi akademik lintas wilayah. Baginya, pengakuan ini harus terhubung dengan agenda jangka panjang: Indonesia Emas 2045. “Keterlibatan ini membuka peluang kolaborasi nasional, memperluas jejaring akademik lintas wilayah, serta menjadi pijakan penting dalam arah pengembangan UM menuju perguruan tinggi unggul yang relevan dengan agenda Indonesia Emas 2045,” ujarnya.

Program MKWK, yang kerap dipandang sekadar kewajiban administrasi, menurutnya harus menembus sekat formalitas. Integrasi ke dokumen resmi seperti RPS dan kalender akademik, pembentukan komunitas dosen pengampu, evaluasi berkelanjutan, hingga pameran hasil proyek menjadi cara Universitas Mulia memastikan MKWK benar-benar hidup di kelas dan lapangan.

“Universitas Mulia perlu mengintegrasikannya ke dalam dokumen akademik resmi, melibatkan seluruh elemen kampus, membentuk komunitas dosen pengampu, serta menerapkan evaluasi berkelanjutan berbasis siklus Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan (PPEPP),” terangnya. Diseminasi proyek melalui pameran atau festival, sambungnya, adalah cara menjaga semangat mahasiswa agar tetap kritis pada persoalan sekitar.

Untuk memastikan napas program tidak padam di tahun berjalan, Prof Ahsin menegaskan pentingnya kebijakan insentif. Dosen mendapat pengakuan beban kerja dan poin jabatan. Mahasiswa berhak konversi SKS atau sertifikat. Baginya, tanpa dukungan regulasi konkret, program semacam ini hanya akan singgah sebentar lalu hilang arah.

Sebagai kampus technopreneur, Universitas Mulia memilih jalur berbeda. Inovasi teknologi ditautkan dengan tantangan sosial. “Inovasi teknologi harus membawa manfaat sosial dan menjawab tantangan bangsa. Mahasiswa didorong untuk menciptakan solusi yang berdampak bagi masyarakat lokal, menjunjung etika, keadaban digital, dan nilai Pancasila,” jelasnya.

Konsep ini akan dituangkan ke proyek-proyek berbasis masalah sosial, etika digital di kurikulum, hingga technopreneurship yang berpihak pada kepentingan publik, bukan sekadar bisnis.

Sebagai kampus di Balikpapan, penyangga utama Ibu Kota Nusantara, Universitas Mulia memanfaatkan posisi geografis dan kultural ini untuk ikut merawat keberagaman IKN yang multikultural. Baginya, MKWK bisa menjadi jalur awal Universitas Mulia terlibat aktif di ranah pendidikan nilai, resolusi konflik, moderasi beragama, hingga inovasi sosial di kawasan penyangga IKN.

“Melalui MKWK, UM dapat mengembangkan model pembelajaran dan pengabdian berbasis proyek yang fokus pada pendidikan nilai, resolusi konflik, moderasi beragama, serta inovasi sosial berbasis teknologi. Ini bisa menjadi kontribusi nyata dalam membangun ekosistem masyarakat IKN yang inklusif, toleran, dan berdaya,” pungkas Ahsin.

Bagi Universitas Mulia, jalur technopreneurship hanya akan lengkap bila memegang erat akar kebangsaan. Dan di tangan mahasiswa, gagasan itu dirancang untuk tidak sekadar selesai di meja kelas — tetapi menjejak nyata di Balikpapan dan Ibu Kota Nusantara.

Humas UM (YMN)

Himpunan Mahasiswa S1 Teknologi Informasi (HIMATI) Universitas Mulia membawa pengalaman belajar praktis ke lingkungan SMA Islam Terpadu (SMAIT) Al-Auliya Balikpapan, Selasa (23/7/2025). Foto: Istimewa

UM – Himpunan Mahasiswa S1 Teknologi Informasi (HIMATI) Universitas Mulia membawa pengalaman belajar praktis ke lingkungan SMA Islam Terpadu (SMAIT) Al-Auliya Balikpapan, Selasa (23/7/2025).

Melalui program HIMATI Goes to School, sebanyak 94 siswa kelas 12 tidak hanya belajar teori dasar jaringan komputer, tetapi juga mendapatkan keterampilan langsung merakit kabel UTP (Unshielded Twisted Pair), sebuah keahlian esensial di era digital.

Kegiatan ini dibuka oleh Ketua HIMATI, Aqilah Aulya, yang memberikan pencerahan mengenai dunia perkuliahan dan pentingnya organisasi mahasiswa.

Aqilah menggambarkan bahwa menjadi mahasiswa Teknologi Informasi (TI) bukan sekadar belajar di kelas, melainkan juga aktif berkontribusi dan mengasah soft skill.

“Kami ingin menunjukkan, dunia TI itu sangat aplikatif dan menyenangkan. Ini adalah kesempatan bagi adik-adik di SMA untuk melihat langsung apa yang akan mereka pelajari dan lakukan jika bergabung dengan kami di Universitas Mulia,” ujar Aqilah, memberikan motivasi kepada para siswa.

Memasuki sesi inti, mahasiswa Aljosa Maynardian dan Ghina Nur Madina mengambil alih panggung. Mereka mengedukasi para siswa tentang fondasi konektivitas internet, mulai dari fungsi switch dan router hingga perbedaan kabel straight-through dan crossover.

Suasana menjadi semakin hidup saat sesi praktik dimulai. Para siswa, yang dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil, dibimbing untuk menyusun, mengupas, dan melakukan crimping kabel UTP.

Salah seorang siswa, Fikri, mengaku sangat antusias. “Biasanya kami hanya tahu cara memakai internet. Hari ini kami jadi tahu bagaimana ‘resep’ di balik kabelnya. Ini pengalaman baru yang sangat bermanfaat,” tuturnya.

Pengalaman ini memberikan pemberdayaan kepada siswa, mengubah mereka dari sekadar pengguna pasif menjadi individu yang memahami teknologi secara lebih mendalam.

Kegiatan ini ditutup dengan kuis interaktif dan ice breaking yang tidak hanya menguji pemahaman, tetapi juga memberikan pengayaan materi yang telah disampaikan dalam suasana yang santai dan kompetitif.

Himpunan Mahasiswa S1 Teknologi Informasi (HIMATI) Universitas Mulia membawa pengalaman belajar praktis ke lingkungan SMA Islam Terpadu (SMAIT) Al-Auliya Balikpapan, Selasa (23/7/2025). Foto: Istimewa

Himpunan Mahasiswa S1 Teknologi Informasi (HIMATI) Universitas Mulia membawa pengalaman belajar praktis ke lingkungan SMA Islam Terpadu (SMAIT) Al-Auliya Balikpapan, Selasa (23/7/2025). Foto: Istimewa

Salah seorang mahasiswa memperkenalkan tools untuk memastikan kabel terpasang dengan benar. Foto: Istimewa

Salah seorang mahasiswa memperkenalkan tools untuk memastikan kabel terpasang dengan benar. Foto: Istimewa

Para siswa sedang praktek merakit kabel UTP (Unshielded Twisted Pair). Foto: Istimewa

Para siswa sedang praktek merakit kabel UTP (Unshielded Twisted Pair). Foto: Istimewa

Ketua HIMATI, Aqilah Aulya, yang memberikan pencerahan mengenai dunia perkuliahan dan pentingnya organisasi mahasiswa. Foto: Istimewa

Ketua HIMATI, Aqilah Aulya, yang memberikan pencerahan mengenai dunia perkuliahan dan pentingnya organisasi mahasiswa. Foto: Istimewa

Program Mahasiswa Berdampak (PM-BEM)

Jika dikaitkan dengan Panduan Mahasiswa Berdampak (PM-BEM) Kemdiktisaintek, kegiatan HIMATI Goes to School ini dapat dilihat sebagai embrio atau langkah awal yang sangat positif dan sejalan dengan semangat program tersebut.

Hal ini lantaran kegiatan ini merupakan inisiatif himpunan mahasiswa. Program ini digerakkan sepenuhnya oleh mahasiswa (HIMATI) yang berperan sebagai inisiator dan pelaksana, sesuai dengan esensi PM-BEM.

Kegiatan ini juga berbasis Ilmu Pengetahuan. Materi yang disampaikan (jaringan komputer) merupakan penerapan langsung dari ilmu yang dipelajari di program studi Teknologi Informasi.

Dan yang lebih penting adalah berdampak nyata. Memberikan keterampilan praktis (merakit kabel UTP) kepada siswa merupakan bentuk dampak yang terukur dan aplikatif.

Meskipun semangatnya sejalan, langkah awal atau embrio ini terus dikembangkan untuk memenuhi kriteria formal PM-BEM secara penuh. Beberapa poin perbedaannya adalah:

  1. Skala dan Durasi: PM-BEM adalah program terstruktur selama 6 bulan (160 JKEM), sementara HIMATI Goes to School merupakan kegiatan jangka pendek.
  2. Target Lokasi: PM-BEM memprioritaskan daerah 3T, wilayah kemiskinan ekstrem, atau rawan bencana. Kegiatan ini dilaksanakan di sekolah perkotaan.
  3. Inovasi dan Anggaran: PM-BEM menuntut penerapan teknologi hasil riset dosen dengan alokasi anggaran minimal 60% untuk inovasi berwujud. Kegiatan ini lebih fokus pada transfer pengetahuan dan skill dasar.

Secara keseluruhan, HIMATI Goes to School adalah wujud nyata dari pengabdian masyarakat yang inspiratif.

Lewat kegiatan ini, mahasiswa Teknologi Informasi Universitas Mulia tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan keinginan kuat untuk berbagi ilmu.

Bagi calon mahasiswa baru, ini adalah gambaran nyata bahwa kuliah di prodi TI Universitas Mulia membuka pintu untuk belajar, berkarya, dan memberikan dampak positif bagi masyarakat sejak dini.

(SA/Kontributor)

Oleh: Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng.
Wakil Rektor Bidang Akademik & Sistem Informasi
Universitas Mulia

Universitas Mulia tercatat sebagai satu-satunya perguruan tinggi dari Kalimantan yang lolos dalam Program Bantuan Pengembangan Model Pembelajaran Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) Berbasis Proyek Tahun 2025. Dari 40 kampus se-Indonesia yang terpilih, sebagian besar memang berasal dari Pulau Jawa. Keikutsertaan Universitas Mulia menjadi penanda bahwa semangat penguatan nilai kebangsaan dapat tumbuh merata di semua wilayah, termasuk di Kalimantan.

Program ini digagas Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, sebagai salah satu upaya menanamkan nilai-nilai kebangsaan dengan pendekatan yang lebih hidup. MKWK—yang memuat Pendidikan Agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia—diarahkan untuk tidak sekadar menjadi ruang hafalan atau ceramah, melainkan menjadi ruang dialektik yang kontekstual, aktif, dan kolaboratif.

Dalam konteks Universitas Mulia, gagasan ini diterjemahkan melalui pendekatan Project-Based Learning yang terintegrasi dengan Outcome-Based Education (OBE) dan kerangka Design Thinking. Mahasiswa lintas program studi dirangsang untuk menelaah isu sosial dan kebangsaan di sekitar kampus, merumuskan masalah, lalu merancang solusi nyata melalui proyek bersama. Ruang lingkupnya pun dekat: Balikpapan dan kawasan penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN).

Pengalaman belajar seperti ini bukan hanya menghubungkan teori dengan praktik, tetapi juga menajamkan kepekaan mahasiswa. Toleransi, keberagaman, etika digital, hingga literasi publik tidak lagi berhenti di ruang kuliah. Mahasiswa dilibatkan langsung ke lapangan, mengamati, berdialog, menguji gagasan, hingga mengimplementasikan langkah kecil di tengah masyarakat.

Seyogianya, Mata Kuliah Wajib kurikulum (MKWK) ini menjadi ruang untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan secara kontekstual, bukan sekadar wacana. Penanaman nilai melalui tindakan nyata diharapkan dapat membekas lebih dalam dibanding hanya lewat ceramah. Semangat ini selaras dengan visi Universitas Mulia sebagai kampus technopreneur yang menekankan penguasaan teknologi sekaligus kebermanfaatan sosial.

Sebagai penanggung jawab program, saya memandang bahwa kepercayaan ini sekaligus menjadi tantangan. Kampus tidak boleh hanya berpuas diri sebagai “satu-satunya wakil Kalimantan” di antara 40 kampus. Justru di sinilah letak tanggung jawab kami untuk membuktikan bahwa pembelajaran karakter dan kebangsaan bisa tumbuh kuat di luar Jawa, tumbuh dari konteks lokal, dan menjawab persoalan riil masyarakat.

Mata kuliah kebangsaan harus menjadi ruang hidup. Mahasiswa perlu mengalami nilai, bukan hanya mendengar dan mencatat. Nilai-nilai kebangsaan tidak berhenti di buku, tetapi menjejak di tindakan.

Editor: Humas UM (YMN)

 

BALIKPAPAN – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Mulia Balikpapan menggelar Musyawarah Besar (Mubes) pada Senin-Selasa, 15-16 Juli 2025, di Ruang Eksekutif Universitas Mulia. Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh pengurus BEM, perwakilan mahasiswa dari berbagai fakultas, serta jajaran pimpinan universitas.

Mubes yang berlangsung 2 hari ini sejak pagi hingga malam hari mengangkat tema “Mewujudkan Regenerasi Progresif untuk Kepemimpinan Berkelanjutan yang Berintegritas dan Berdampak”. Agenda utama meliputi evaluasi program kerja periode sebelumnya, pembahasan rencana strategis organisasi, serta penetapan arah kebijakan kemahasiswaan untuk tahun akademik mendatang.


Dalam sambutannya, Ketua BEM Universitas Mulia Agung Widianto menyampaikan pentingnya regenerasi progresif dalam membangun kepemimpinan yang berintegritas. “Tema yang kami angkat mencerminkan komitmen kami untuk melahirkan pemimpin masa depan yang tidak hanya berkompeten, tetapi juga berintegritas tinggi dan mampu memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar,” ujarnya.
Riski Zulkarnain Kepala Bagian Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Mulia yang turut hadir dalam acara tersebut menekankan pentingnya regenerasi progresif dalam organisasi kemahasiswaan. “Regenerasi progresif bukan hanya sekedar pergantian kepengurusan, tetapi transformasi menyeluruh dalam pola pikir dan tindakan mahasiswa menuju kepemimpinan yang berkelanjutan dan berdampak,” ungkapnya.
Beberapa poin penting yang dibahas dalam Mubes meliputi strategi pengembangan kepemimpinan berintegritas, implementasi program berkelanjutan yang berdampak, sistem regenerasi yang progresif, serta penguatan nilai-nilai moral dalam setiap kegiatan organisasi. Peserta juga merumuskan roadmap kepemimpinan jangka panjang yang mengintegrasikan aspek akademik, sosial, dan moral.
Rektor Universitas Mulia dalam pesannya menyampaikan apresiasi terhadap dinamika organisasi kemahasiswaan yang terus berkembang. “Kegiatan seperti Mubes ini mencerminkan kedewasaan berorganisasi mahasiswa dalam mengambil keputusan strategis melalui musyawarah dan mufakat,” ungkapnya.
Universitas Mulia Balikpapan sebagai salah satu perguruan tinggi swasta terkemuka di Kalimantan Timur terus berkomitmen menghasilkan lulusan yang tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga memiliki jiwa kepemimpinan dan kepedulian sosial yang tinggi.Mubes BEM Universitas Mulia ini diharapkan dapat menghasilkan rumusan program yang lebih inovatif dan berdampak positif bagi kemajuan institusi serta masyarakat luas.