Dr. Maneger Nasution saat memberikan kuliah umum Perlindungan Saksi dan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Foto: Fian Abelian

UM – Program Studi S1 Ilmu Hukum Fakultas Humaniora dan Kesehatan menyelenggarakan Kuliah Umum Perlindungan Saksi dan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia di Ruang Eksekutif Universitas Mulia, Rabu (21/6). Sebagai narasumber Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI Dr. Maneger Nasution, M.H., M.A.

Ketua Prodi Hukum Okta Nofia Sari, S.H., M.H mengatakan kuliah umum bersama dengan pejabat negara hingga praktisi di luar kampus sangat penting untuk memberikan pemahaman dan pelengkap materi pembelajaran di kelas.

“Dengan kuliah umum ini, kita mendapatkan pemahaman pentingnya perlindungan hukum kepada saksi dan korban dalam suatu permasalahan hukum. Dengan begitu, mahasiswa dapat menjadi agen perubahan di bidang hukum di masa yang akan datang,” harap Okta.

Kuliah umum diikuti sejumlah dosen dan mahasiswa Prodi Hukum. Tampak juga dosen Kana Kurnia, S.H., M.H, juga tampak pengacara Balikpapan Yohanis Maroko S.H.

Sementara itu, Dr. Maneger Nasution yang berprofesi juga sebagai Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (Uhamka) Jakarta dan Dosen Pascasarjana ITB-AD Jakarta, mengatakan bahwa ada dua jalur Perlindungan Saksi dan Korban, yakni berdasarkan Perspektif UDHR atau Universal Declaration of Human Rights dan berdasarkan Perlindungan dalam Sistem Peradilan Indonesia.

UDHR atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) adalah mengakui hak-hak dasar, yaitu hak atas kehidupan, kebebasan, dan keselamatan sebagai individu. DUHAM mengatur hak-hak dasar manusia yang jadi pelaku kejahatan dan juga mengatur definisi korban, perlindungan dan penanganan serta hak-hak korban.

Prinsip-prinsip dasar keadilan bagi korban kejahatan pada DUHAM menyebutkan yang disebut korban adalah orang yang menderita kerugian lewat tindakan yang bertentangan dengan hukum pidana di suatu negara.

Oleh karena itu, di dalam DUHAM, korban berhak mendapatkan keadilan, dipermudah dalam proses pengadilan, berhak tidak diganggu, dilindungi kebebasan dan keselamatannya, mendapat ganti rugi, bantuan material, psikologis maupun sosial.

Dr. Maneger Nasution saat memberikan kuliah umum Perlindungan Saksi dan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Foto: Fian Abelian

Dr. Maneger Nasution saat memberikan kuliah umum Perlindungan Saksi dan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Foto: Fian Abelian

Andi Sari Damayanti, S.H., M.H saat memberikan cenderamata kepada Dr. Maneger Nasution. Foto: Fian Abelian

Dr. Maneger Nasution menerima cenderamata dari Andi Sari Damayanti, S.H., M.H mewakili Prodi Hukum. Foto: Fian Abelian

Sejumlah peserta mengikuti kuliah umum. Tampak pengacara Balikpapan Yohanis Maroko S.H. (biru). Foto: Fian Abelian

Sejumlah peserta mengikuti kuliah umum. Tampak pengacara Balikpapan Yohanis Maroko S.H. (biru). Foto: Fian Abelian

Alur permohonan perlindungan saksi dan korban pada LPSK. Foto: Tangkpan layar presentasi

Alur permohonan perlindungan saksi dan korban pada LPSK. Foto: Tangkpan layar presentasi

Di Indonesia, perlindungan saksi diatur pada Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 50-68, yang hanya mengatur perlindungan terhadap Tersangka atau Terdakwa dari berbagai kemungkinan pelanggaran HAM.

Atas desakan masyarakat sipil dan mandat Reformasi diterbitkan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Kemudian disusul dengan lahirlah LPSK pada tanggal 8 Agustus 2008.

UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang memberikan mandat agar memberikan perlindungan kepada Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana, dapat diberikan sejak tahap Penyelidikan dimulai (Pasal 8 ayat(1) UU Perlindungan Saksi dan Korban).

Selain itu, UU nomor 13 tahun 2014 juga menghendaki agar memfasilitasi hak pemulihan bagi korban kejahatan, baik dengan bantuan medis, psikologis,rehabilitasi psiko-sosial, fasilitasi kompensasi dan restitusi.

Adapun subyek perlindungan yang diatur dalam UU 13 tahun 2014 pasal 5 ayat 3 meliputi korban, saksi, saksi pelaku (Justice Collaborator), pelapor (Whistle Blower), dan ahli.

Dihubungi terpisah, Andi Sari Damayanti, S.H., M.H selaku moderator, menerangkan bahwa kuliah umum ini merupakan kerja sama dengan LPSK RI.

“Tujuannya adalah mahasiswa Prodi Hukum Universitas Mulia bisa bekerja sama menjadi Sahabat atau Agen Korban dan Saksi Tindak Pidana di Balikpapan khususnya, dan di Kaltim umumnya,” terang Andi.

Andi mengatakan, saat ini di Kota Balikpapan belum berdiri kantor LPSK. Meski demikian, mahasiswa, terutama Prodi Hukum bisa mendaftarkan diri melalui situs yang telah disediakan LPSK.

Ketika ditanya tentang peran mahasiswa sebagai agen LPSK, Andi mengatakan mahasiswa bisa mendaftarkan diri di situs lpsk.go.id. “Istilahnya sebagai Sahabat Saksi dan Korban,” pungkas Andi.

(SA/Puskomjar)

Dari kiri Nur Arfiani, S.H.,M.Si, Okta Nofia Sari, S.H., M.H dan Dekan FHK Mada Aditia Wardana, S.Sos., M.M. Foto: Media Kreatif

UM – Program Studi Ilmu Hukum menggelar sosialisasi Penulisan Tugas Akhir/Skripsi untuk mahasiswa tahun masuk 2019 dan 2020. Sosialisasi dibuka sambutan Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I yang berlangsung di Ruang Eksekutif Universitas Mulia, Jalan Letjen Zaini Azhar Maulani Balikpapan, Kamis (2/2/2023).

Ketua Program Studi Hukum Okta Nofia Sari, S.H.,M.H., melalui pesan yang diterima media ini mengatakan bahwa sosialisasi digelar dalam rangka persiapan pelaksanaan perkuliahan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Semester Genap 2022/2023 mendatang.

Dalam kesempatan ini, tutur Okta Nofia Sari, Wakil Rektor memberikan arahan bahwa Skripsi merupakan penelitian yang dibuat oleh mahasiswa dan wajib diselesaikan dalam studi tingkat Sarjana.

Untuk itu, Wakil Rektor berharap mahasiswa didorong agar memiliki kemampuan untuk memahami bagaimana menyusun penulisan Skripsi yang sistematis sehingga diharapkan akan mendapatkan hasil penelitian yang baik.

Sebagian penulisan Tugas Akhir/Skripsi Prodi Hukum mengikuti paparan sosialisasi MBKM dan penyusunan Skripsi. Foto: Media Kreatif

Sebagian penulisan Tugas Akhir/Skripsi Prodi Hukum mengikuti paparan sosialisasi MBKM dan penyusunan Skripsi. Foto: Media Kreatif

Sebagian dosen Prodi Hukum mengikuti paparan sosialisasi MBKM dan penyusunan Skripsi. Foto: Media Kreatif

Sebagian dosen Prodi Hukum mengikuti paparan sosialisasi MBKM dan penyusunan Skripsi. Foto: Media Kreatif

Sebagian mahasiswa Prodi Hukum mengikuti paparan sosialisasi MBKM dan penyusunan Skripsi. Foto: Media Kreatif

Sebagian mahasiswa Prodi Hukum mengikuti paparan sosialisasi MBKM dan penyusunan Skripsi. Foto: Media Kreatif

Okta menambahkan, Dekan Fakultas Humaniora dan Kesehatan Mada Aditia Wardhana, S.Sos.,M.M turut mendorong masing-masing Program Studi di lingkungan FHK untuk mempersiapkan dengan baik guna mengukur kesiapan mahasiswa dalam melaksanakan perkuliahan di semester depan.

“Setiap mahasiswa nanti juga harus bersinergi untuk memenuhi kewajibannya dalam menyelesaikan pelaksanaan perkuliahan,” tutur Okta Nofia Sari.

Menurutnya, mulai semester depan mahasiswanya dapat mengikuti MBKM, yakni Program Magang bersertifikat dan program perkuliahan lintas Program Studi di lingkungan Universitas Mulia.

Dengan program tersebut, mahasiswa Prodi Hukum dapat mengambil mata kuliah di Prodi lain, misalnya, di Prodi Informatika Fakultas Ilmu Komputer Universitas Mulia. “Hal ini merupakan implementasi dari Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi,” tuturnya kepada media ini.

Dirinya menerangkan, pada Pasal 18 disebutkan bahwa pemenuhan masa dan beban belajar bagi mahasiswa program sarjana atau sarjana terapan dapat dilaksanakan dengan cara mengikuti proses pembelajaran di dalam program studi untuk memenuhi sebagian masa dan beban belajar dan sisanya mengikuti proses pembelajaran di luar program studi.

“Melalui MBKM nanti, mahasiswa memiliki kesempatan selama satu semester atau setara dengan 20 SKS menempuh pembelajaran di luar Program Studi pada Perguruan Tinggi yang sama,” tuturnya.

Dirinya menambahkan, mahasiswa diberi kesempatan paling lama dua semester atau setara dengan 40 SKS menempuh pembelajaran pada Program Studi yang sama di Perguruan Tinggi yang berbeda, atau pembelajaran pada Program Studi yang berbeda di Perguruan Tinggi yang berbeda dan/atau pembelajaran di luar Perguruan Tinggi.

Sosialisasi ini juga turut dihadiri dosen Prodi Ilmu Hukum Nur Arfiani, S.H.,M.Si (Han) dan M. Asyharuddin, S.H.,M.H serta dosen-dosen lainnya.

(SA/Puskomjar)

Dekan FHK Mada Aditia Wardana, S.Sos., M.M didampingi Kaprodi Ilmu Hukum Okta Nofia Sari, S.H., M.H dan salah seorang mahasiswanya menerima sertifikat penghargaan dari Ketua PN Balikpapan Dr. Ibrahim Palino, S.H., M..H di Kantor PN Balikpapan, Selasa (31/1/2023). Foto: Istimewa

UM – Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Humaniora dan Kesehatan (FHK) menggelar seremoni penutupan magang di Pengadilan Negeri Balikpapan, Selasa (31/1/2023). Ketua PN Balikpapan Dr. Ibrahim Palino S.H., M.H menerima Dekan FHK Mada Aditia Wardana, S.Sos., M.M sekaligus mengapresiasi sinergi antara badan peradilan dengan perguruan tinggi.

Ketua Prodi Ilmu Hukum Okta Nofia Sari, S.H., M.H mengatakan bahwa sejumlah mahasiswanya melaksanakan Kerja Praktik atau Magang di PN Balikpapan pada Semester Ganjil 2022/2023. “Pelaksanaan magang yang dilakukan oleh mahasiswa Prodi Hukum telah selesai dan berakhir pada hari ini, Selasa (31/1),” tuturnya.

Dalam kesempatan penutupan tersebut, Mada Aditia didampingi Okta Nofia Sari dan salah seorang mahasiswanya menerima sertifikat penghargaan dari Ketua PN Balikpapan Ibrahim Palino.

“Bapak Dr. Ibrahim Palino S.H.,M.H sangat mengapresiasi sinergi antara badan peradilan dengan perguruan tinggi yang tidak hanya memberikan kesempatan magang, namun juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa maupun dosen untuk mengembangkan penelitian di lingkungan Badan Peradilan dikarenakan hal ini sebagai wujud dari perkembangan hukum di lingkungan masyarakat,” terang Okta panjang lebar.

Ketika ditanya terkait praktik magang yang dilakukan mahasiswanya, Okta Nofia Sari mengatakan mahasiswa Magang di dalam lingkup proses administrasi perkara dan penanganan perkara yang masuk di PN Balikpapan.

Sebagaimana diketahui, teori dalam kajian ilmu hukum maupun hukum positif Indonesia dipelajari dalam proses pembelajaran di kampus lewat kuliah, diskusi, kajian tematik, seminar, debat hukum dan sebagainya.

Sedangkan keterampilan hukum, mahasiswa belajar praktik melalui berbagai macam pelatihan, misalnya, penyelesaian sengketa waris, perceraian, sengketa ekonomi, dan pelatihan profesi hukum yang semuanya masuk dalam Praktik Hukum.

Praktik Hukum merupakan model pembelajaran yang menitikberatkan pada pelatihan keterampilan peserta didik dalam bidang profesi hukum.

Praktik Hukum dilaksanakan di lingkungan Peradilan Agama, Peradilan Umum (PN, PTUN, dan PM), advokat, mediator, atau konsultan hukum.

Di sisi lain, Kerja Praktik atau Magang adalah salah satu mata kuliah wajib di Prodi Ilmu Hukum. Mahasiswa wajib melaksanakannya dalam bentuk keterampilan kerja sesuai dengan kompetensinya.

Magang menjadi bekal mahasiswa Prodi Ilmu Hukum dalam menerapkan dan meningkatkan ketrampilan kerja serta kemahiran administrasi hukum. Dengan Magang, mahasiswa diharapkan belajar meningkatkan keterampilan ligitasi atau penyelesaian perkara melalui pengadilan dan keterampilan non-ligitasi berupa keterampilan dalam lingkungan kerja pengadilan.

(SA/Puskomjar)

Universitas Mulia yang diwakili DR. Agung Sakti Pribadi menjalin kerja sama dengan Pengadilan Agama Kelas 1A Balikpapan, Rabu (6/7). Foto: Fian/Media Kreatif

UM – Universitas Mulia menjalin kerja sama dengan Pengadilan Negeri Kelas 1A Balikpapan dalam bidang Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni dalam bidang Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat. Penandatanganan Nota Kesepahaman bertempat di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Kelas 1A Balikpapan, Rabu (6/7).

Hadir Direktur Eksekutif Yayasan Airlangga, Dr. Agung Sakti Pribadi, S.H., M.H bersama Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1A Balikpapan Dr. Ibrahim Palino, S.H., M.H. Turut menyaksikan Dekan Fakultas Humaniora dan Kesehatan Vidy, S.S., M.Si, Ketua Program Studi Hukum Okta Nofia Sari, S.H., M.H, perwakilan pengurus Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mulia Airlangga Balikpapan serta pejabat struktural pengadilan, hakim, panitera dan pegawai kantor setempat.

Pada kesempatan ini, kedua belah pihak menyampaikan sambutan yang baik atas dimulainya penandatanganan nota kesepahaman kerja sama di bidang Tridharma. Keduanya sepakat akan menindaklanjuti dengan Perjanjian Kerjasama dalam bentuk implementasi nyata seperti kuliah umum atau dosen tamu.

Foto bersama kedua pihak usai penandatanganan Nota Kesepahaman antara Universitas Mulia dengan Pengadilan Agama Kelas 1A Balikpapan, Rabu (6/7). Foto: Fian/Media Kreatif

Foto bersama kedua pihak usai penandatanganan Nota Kesepahaman antara Universitas Mulia dengan Pengadilan Agama Kelas 1A Balikpapan, Rabu (6/7). Foto: Fian/Media Kreatif

Kedua pihak juga akan melakukan penelitian bersama dengan agenda terdekat publikasi dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh Universitas Mulia, yaitu ICSINTESA dan Seminastika pada bulan November 2022 di Bali mendatang. Kantor Pengadilan Agama juga sepakat untuk dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa Universitas Mulia untuk magang atau Kuliah Kerja Nyata (KKN) di lingkungan Kantor Pengadilan Negeri Kelas 1A Balikpapan.

Kerjasama ini diharapkan mampu memberi manfaat bagi kedua belah pihak serta dapat memberi nilai tambah, khususnya dalam pengembangan kelembagaan. Hal ini menjadi salah satu upaya Perguruan Tinggi meningkatkan kerja sama dan bernilai penting secara akademik dan mengembangkan kerjasama tersebut sehingga implementasi Tridharma Perguruan Tinggi dapat terwujud.

(Okta/Hkm)

M. Asyharuddin S.H M.H dosen muda Program Studi Hukum bersama Winda Andriyani dalam sesi bincang santai UM TV, Kamis 5/5/2022. Foto; UM TV

UM – Program Studi Hukum membuka pendaftaran Calon Mahasiswa Baru 2022. Beberapa keunggulan program studi ini dikupas tuntas, seperti yang dikatakan dosen muda M. Asyharuddin, S.H, M.H dalam sesi bincang santai UM TV, Kamis (5/5) yang lalu.

“Ya, ada sih pertanyaan dari calon mahasiswa, salah satunya, kalau ambil jurusan hukum itu apa benar sih harus hafal pasal-pasal hukum di Indonesia, setelah lulus nanti apakah pasti jadi pengacara,” kata moderator Winda Andriyani kepada Asyharuddin.

Menurut Asyharuddin, yang juga menjabat sebagai Kepala Lab Ruang Peradilan Semu, pada dasarnya di dalam Ilmu Hukum mempelajari pasal-pasal Hukum.

“Tapi tidak semuanya harus dihafalkan, mungkin lebih kepada pemahaman, karena di dalam sebuah undang-undang banyak sekali pasal-pasalnya, berbicara tentang perdata, pasalnya beda, berbicara tentang pidana, pasalnya beda,” tutur Asyharuddin.

Dengan banyaknya pasal-pasal tersebut, Asyharuddin menyarankan lebih baik memahami pasal-pasal yang ada di mereka saja, misalnya, seputar pasal tindak pidana penipuan dan seputarnya.

Adapun bagi mahasiswa yang telah lulus menyelesaikan Studi Ilmu Hukum, menurut Asyharuddin, lulusan berhak memilih apapun profesinya, apakah sebagai seorang pengacara atau profesi lainnya seperti dosen.

“Sebenarnya itu pilihan mereka sih, namun kebanyakan, rata-rata, ketika mereka yang lulus Hukum menjadi pengacara, meski ada juga yang menjadi staff legal, menjadi konsultan di perusahaan, seperti itu, jadi nggak harus pengacara,” tuturnya.

Terkait apa saja yang dipelajari di Program Studi Hukum Universitas Mulia, menurut Asyharuddin, kebetulan masuk di Fakultas Humaniora dan Kesehatan. “Kebetulan program studi ini baru masuk tahun ke-4, jadi bagi calon mahasiswa baru tahun 2022, Program Studi Hukum ini masuk tahun angkatan ke-4,” tuturnya.

Saat ini, Program Studi Hukum telah terakreditasi Baik BAN PT dan memiliki dua konsentrasi, yakni Cyber Law dan Business Law. “Business Law ini mempelajari tentang keperdataan, perdagangan, tentang kontrak dan sebagainya. Berhubungan dengan hukum perdata,” tutur Asyharuddin.

Sedangkan Cyber Law, menurut Asyharuddin, mendalami tentang pidana tetapi lebih kepada teknologi. “Karena Universitas Mulia ini kampus IT,” ungkapnya.

“Apalagi sekarang lebih banyak tentang ‘hate speech’ atau ujaran kebencian, bully di media sosial, dan sebagainya,” tuturnya.

Ketika ditanya perihal kemampuan yang harus dimiliki mahasiswa agar menjadi mahasiswa yang baik, Asyharuddin mengatakan tidak perlu berpikir demikian. “Belajar dulu sebenarnya, karena ketika kita mau belajar dulu ilmu tersebut, otomatis kita menjadi baik deh,” ungkapnya.

Menurutnya, untuk mempelajari Ilmu Hukum, kemampuan dasar yang penting yang dimiliki seorang mahasiswa adalah kemampuan kritis dan analisis yang baik.

“Misalnya, ketika sedang menonton berita televisi nih, kita kepo gimana nih sistem pemerintahan di Indonesia, hukumnya begini-begini, lalu kita bisa menganalisisnya,” tuturnya.

Ketika ditanya suka dukanya mahasiswa belajar di Prodi Hukum, menurutnya berdasarkan diskusi dengan mahasiswanya lebih banyak sukanya dibanding dukanya. “Karena mungkin tidak banyak perhitungan kali ya?” ujarnya,

Padahal menurutnya, meski mempelajari Ilmu Hukum, tetapi kadang terdapat perhitungan matematika seperti dalam hal pembagian harta gono-gini atau pembagian harta waris.

Dirinya sendiri ketika mengajar pun mengawalinya dengan membagikan story agar membuat mahasiswa senang menerima materi kuliah.

Di akhir sesi, Asyharuddin memberikan pesan kepada mahasiswa Hukum yang terkenal lebih vokal dan keras sehingga melakukan demonstrasi membela rakyat.

“Kalian perlu berpikir dua kali, lebih baik kalian berpikir dulu masalah tersebut, lalu kalian menganalisisnya. Ketika sudah menganalisisnya, baru kalian memiliki sebuah kesimpulan yang baik. Jadi gak harus apa-apa demo, sedikit-sedikit demo,” pungkasnya,

(SA/PSI)

Prodi Ilmu Hukum Gelar Pertemuan Khusus dengan Mahasiswa Baru pada 17 September 2021

UM– Usai menggelar program Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) 2021, Program Studi (Prodi) S1 Ilmu Hukum Universitas Mulia kembali menggelar pertemuan khusus yang diikuti para dosen, Himpunan Mahasiswa (Hima) serta mahasiswa baru Ilmu Hukum pada 17 September 2021.

Kaprodi Ilmu Hukum Universitas Mulia Okta Nofia Sari melalui sekretaris Kaprodi Ilmu Hukum Nur Arfiani mengatakan, pertemuan yang digelar sehari dan hanya diikuti Prodi Ilmu Hukum itu bertujuan mempertemukan mahasiswa baru dengan para dosen. “Karena dosen disini kebanyakan praktisi, maka setelah kegiatan belajar-mengajar pasti suasananya akan berbeda dari pertemuan khusus ini,” kata Nur Arfiani.

Ia menerangkan pertemuan tersebut rutin digelar setiap tahunnya usai pelaksanaan PKKMB. Tujuannya agar para mahasiswa baru tersebut sebelum masuk ke dunia perkuliahan sudah memiliki gambaran seperti apa kuliah di Prodi Ilmu Hukum dan lainnya.

Selain itu, sebutnya, pertemuan ini juga tak lain untuk memberikan motivasi kepada mereka yang baru saja melangkahkan ke dunia baru yang berbeda dari sebelumnya saat di SMA. “Dimana bila sudah masuk ke dunia perkuliahan mereka harus lebih mandiri, baik dalam saat belajar serta saat berkegiatan, hingga berani dalam mengambil keputusan dan lainnya,” sebutnya.

Selain itu, dalam kegiatan ini juga dikenalkan beragam kegiatan mahasiswa yang ada di himpunan mahasiswa. Para mahasiswa baru dapat bergabung dengan program yang dijalankan oleh Hima Ilmu Hukum.

Terkait jumlah mahasiswa baru Ilmu Hukum ditahun ini, dirinya mengatakan saat ini terus mengalami peningkatan. “Alhamdulillah sudah bertambah dari tahun ketahun, dimana di tahun pertama berjumlah 12 mahasiswa, kemudian naik menjadi 22 mahasiswa dan tahun ini kembali meningkat menjadi 30 mahasiswa. Kebetulan kita juga menjelang proses akreditasi, mudah-mudahan peningkatan mahasiswa ini dapat menjadi poin lebih untuk prodi kita,” ujarnya.

Rencananya tambah Nur Arfiani, jadwal perkuliahan untuk mahasiswa Ilmu Hukum akan mulai dilakukan pada 27 September. Dimana rencananya selain dilakukan secara daring juga secara tatap muka. “Kita inginnya dapat dilakukan full secara tatap muka, namun kita akan tetap melihat kembali kondisi level PPKM untuk Kota Balikpapan, bila dipastikan menurun akan dilakukan tatap muka, tetapi bila masih level atas maka tetap dengan metode blended,” pungkasnya. (mra)

Oleh Kesuma Bagaskara dan Andi Dewi Ariyanti Putri, Mahasiswa Program Studi Hukum Universitas Mulia

UM- Penyebaran Covid-19 yang meluas hingga hari ini menjadi tugas besar bagi bangsa Indonesia, termasuk di negara lainnya, untuk menemukan penanganan yang tepat. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah kasus positif Covid-19 meningkat secara signifikan pasca transisi pemberlakuan new normal. Pemerintah menetapkan kebijakan untuk melakukan kegiatan pada berbagai sektor dilakukan secara jarak jauh dengan tujuan untuk membatasi berkumpulnya massa dalam jumlah besar sehingga dapat menekan penyebaran Covid-19.

Pemerintah melalui Menteri Kesehatan secara resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar. Peraturan ini tidak semerta-merta muncul begitu saja namun peraturan ini berlandaskan adanya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah istilah kekarantinaan kesehatan di Indonesia yang didefinisikan sebagai Pembatasan Kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Berbeda dengan Lockdown, PSBB tidak sampai menutup perbatasan negara karena dirasa akan merusak negara dari segi ekonomi dimana Indonesia sendiri salah satu negara yang begitu bergantung dengan kegiatan ekspor maupun impor. Pemerintah mulai memberlakukan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) ke beberapa wilayah dengan beberapa persyaratan yang telah diatur dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 Bab II Pasal 2 diantaranya jumlah kasus atau jumlah kematian akibat covid-19 meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat, dan terdapat kaitan epidemologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain. Ruang lingkup dari PSBB sendiri yaitu peliburan sekolah, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan ditempat atau fasilitas umum, dan lain lain.

Protokol kesehatan yang diterapkan selama pandemi corona ini telah mengadaptasikan masyarakat dengan kebiasaan yang baru seperti memakai masker, selalu mencuci tangan, menjaga jarak, melakukan etika batuk dan bersin secara tepat, dll. Inilah yang disebut dengan New Normal yang dapat dim maknai bahwa masyarakat tetap melaksanakan aktivitas seperti biasanya namun dengan cara yang baru. Saat ini Pemerintah telah menyatakan agar masyarakat harus bisa hidup berdampingan dengan Covid-19, yaitu dengan mulai memberlakukan “New Normal”.

Hal ini diterapkan dengan pemberlakuan Working From Home (WFH) bagi para pekerja, School From Home (SFH) bagi pendidik dan peserta didik, mekanisme belanja online, dan berbagai hal lainnya yang pada dasarnya adalah tetap beraktifitas tetapi dengan membatasi kegiatan tatap muka. Selain itu setiap individu yang berkegiatan harus tetap menjalankan protokol kesehatan dengan tetap menjaga kesehatan dan kebersihan diri, gaya hidup sehat untuk menjaga imunitas tubuh, meminum vitamin, memakai masker, menjaga jarak sosial serta mematuhi otoritas kesehatan setempat.  Dan sebagai  bentuk partisipasti yang dapat di lakukan adalah dengan mendukung kebijakan pemerintah untuk sekolah dirumah, berkerja dari rumah, dan ibadah di rumah serta selalu melakukan hal-hal positif yang mampu mengurangi khawatiran terhadap maraknya virus corona ini. Menyebar luasnya virus ini, berdampak pada berbagai sektor. Hal ini tersebut tentu memberi efek yang besar bagi banyak pihak.  Adapun teknologi dan peran sumber daya yang ada saat ini diharapkan mampu menjadi solusi dalam mengatasi hal-hal yang timbul dikemudian hari pasca pandemi Covid-19.

Masyarakat akhirnya dituntut mampu menggunakan teknologi untuk mempertahankan eksistensinya ditengah pembatasan aktifitas. Para ibu rumah tangga harus mampu mendampingi anak, khususnya yang berada di pendidikan dasar, untuk dapat menggunakan platform belajar digital, mengumpulkan tugas, dan hal-hal lain. Pada sektor industri misalnya, harus dapat menyediakan layanan komunikasi dengan konsumen yang berbasis online. Pada sektor pemerintahan, jalur birokrasi dan perizinan harus dapat dilakukan secara daring misalnya dengan menyerahkan dokumen atau berkas pengajuan izin secara online. Salah satu hal yang juga berdampak signifikan karena pandemi adalah kehidupan sosial masyarakat. Indonesia bukan negara yang menerapkan kebijakan lockdown, karena kondisi ekonomi masyarakat yang sebagian besar sangat bergantung pada pendapatan harian. Sebagaimana disampaikan oleh Wiku Adiasasmiko, tim pakar gugus tugas percepatan penanganan Covid-19, bahwa hal yang dapat dilakukan agar kegiatan perekonomian tetap dapat berjalan ditengah pandemi adalah dengan melakukan pembatasan interaksi sosial atau yang lebih populer dengan istilah social distancing dan pemanfaatan teknologi akan memberikan dampak siginifikan dalam pembatasan aktifitas sosial. Tentunya kebijakan pemerintah pusat harus didukung oleh pemerintah daerah agar sinergis dan mencapai keberhasilan untuk menangani berbagai hal yang timbul akibat covid hingga saat ini sehingga keterpaduan semua unsur dengan memanfaatkan berbagai instrumen yang dimiliki dapat memberikan percepatan penanganan Covid, sehingga jumlah kasus positif di Indonesia mencapai nol. (mra)