Balikpapan, 12 September 2025– Kepala Lembaga Pengembangan, Pembelajaran, dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMPP) Universitas Mulia, Jamal, S.Kom., M.Kom., menegaskan bahwa sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) bukan sekadar agenda administratif, melainkan fondasi untuk memperkuat budaya mutu yang terintegrasi dengan pengembangan pembelajaran.

Menurut Jamal, posisi LPMPP di Universitas Mulia memiliki peran strategis yang melampaui fungsi lembaga penjaminan mutu pada umumnya. Jika LPM hanya berfokus pada konsistensi standar mutu, LPMPP mengemban tanggung jawab ganda: menjaga mutu sekaligus memastikan pembelajaran, kurikulum, dan kompetensi dosen terus berkembang mengikuti kebutuhan industri, teknologi, serta akreditasi. “LPMPP itu LPM ditambah pusat pengembangan pembelajaran,” tegasnya.

Integrasi antara hasil audit mutu dan peningkatan pembelajaran menjadi prioritas. Temuan audit diolah menjadi rekomendasi pedagogis yang kemudian dibahas bersama program studi dan dosen. Proses ini terhubung langsung ke sistem SPMI berbasis siklus PPEPP, disertai pelatihan dosen dan monitoring implementasi di kelas. Bahkan, umpan balik mahasiswa turut dijadikan indikator nyata dalam menilai efektivitas pembelajaran.

Salah satu langkah penting yang ditempuh LPMPP adalah mengubah paradigma dosen mengenai AMI. Audit tidak lagi diposisikan sebagai kewajiban administratif, melainkan refleksi akademik yang memberi umpan balik personal dan relevan. LPMPP mendorong keterlibatan dosen dalam penyusunan standar mutu, memberikan pelatihan tindak lanjut, serta menampilkan manfaat nyata bagi pengembangan karier akademik, termasuk integrasi ke kenaikan jabatan fungsional.

Jamal juga mengakui masih terdapat kelemahan umum dalam budaya mutu perguruan tinggi, mulai dari persepsi mutu sebagai beban administratif, siklus PPEPP yang belum berjalan penuh, partisipasi rendah, hingga minimnya keterhubungan feedback dengan pembelajaran nyata. “Pelatihan ini hadir untuk menggeser mindset, menguatkan siklus PPEPP, dan membangun budaya apresiasi,” ujarnya.

Lebih jauh, hasil audit mutu internal juga diarahkan untuk mendukung pengembangan kurikulum dan inovasi pembelajaran. Setiap temuan dipetakan ke capaian pembelajaran lulusan (CPL) dan dijadikan bahan refleksi dalam pengembangan kurikulum. Inovasi pembelajaran—termasuk metode berbasis proyek atau kolaborasi dengan industri—lahir dari tindak lanjut AMI.

Terkait akreditasi, sertifikasi auditor mutu internal dinilai akan meningkatkan kredibilitas SPMI, menjamin konsistensi data, serta mempercepat kesiapan menuju akreditasi internasional. Auditor yang tersertifikasi memungkinkan universitas menghasilkan laporan evaluasi diri yang lebih kuat dan budaya mutu yang terukur.

Pasca pelatihan ini, LPMPP telah menyiapkan serangkaian tindak lanjut: monitoring implementasi, workshop, pendampingan program studi, hingga penyusunan roadmap pengembangan auditor dari tingkat pemula hingga asesor universitas. “Target kami bukan hanya sertifikat, tetapi keberlanjutan. Auditor internal harus tumbuh menjadi garda terdepan kampus dalam menjaga standar mutu, termasuk menyiapkan Universitas Mulia menuju akreditasi global,” jelas Jamal.

Indikator keberhasilan kegiatan ini disusun secara berlapis: mulai dari input berupa keterlibatan dosen lintas prodi, proses pelatihan sesuai standar kompetensi auditor, hingga outcome berupa auditor aktif yang terlibat dalam AMI rutin. Pada akhirnya, dampak jangka panjang yang diharapkan adalah peningkatan nyata dalam budaya mutu di setiap unit kerja dan data mutu yang siap mendukung akreditasi nasional maupun internasional.

Tidak hanya dosen, mahasiswa juga ditempatkan sebagai mitra dalam membangun budaya mutu. Mereka dipandang bukan sekadar penerima layanan, tetapi juga evaluator melalui survei, forum diskusi, maupun keterlibatan dalam inovasi pembelajaran. “Mahasiswa bisa menjadi agen perubahan sekaligus duta mutu. Mereka berperan penting menjaga etika akademik, memberi masukan, dan mengawal kualitas layanan kampus,” tambahnya.

Menutup keterangannya, Jamal menyampaikan pesan tegas kepada seluruh civitas akademika: mutu bukanlah dokumen untuk akreditasi semata, melainkan komitmen kolektif untuk menghadirkan pendidikan berkualitas. “Setiap ide, tindakan, dan inovasi di kelas maupun laboratorium adalah investasi masa depan. Universitas Mulia tidak hanya menjaga standar, tetapi menetapkan standar baru untuk melahirkan lulusan unggul dan berdaya saing.” (YMN)

Balikpapan, 12 September 2025 Rasa syukur dan kebanggaan dirasakan Lisda Hani Gustina S,Ag, M.Pd, dosen Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) Agama Islam Universitas Mulia, saat Rencana Pembelajaran Semester (RPS) yang ia susun bersama tim resmi disahkan dalam Kurikulum 2025. Baginya, pengesahan ini bukan sekadar formalitas, melainkan tonggak penting dalam menghadirkan model pembelajaran yang lebih bermakna.

“Kerja keras kami akhirnya memperoleh pengesahan. Tentu ada rasa lega, tapi juga muncul semangat baru untuk mengimplementasikannya secara konsisten,” ungkap Lisda.

Kepala LPMPP Universitas Mulia, Jamal, menandatangani berkas pengesahan Kurikulum 2025 sebagai bagian dari rangkaian seremonial pengesahan.

Menurutnya, legitimasi kurikulum yang baru memberi ruang lebih luas bagi para dosen untuk berkreasi. Dengan adanya payung resmi, ia merasa lebih leluasa menghadirkan pendekatan project based learning dan design thinking dalam perkuliahan Agama Islam. “Ini menjadi dorongan untuk terus mencari metode terbaik agar mahasiswa aktif, kritis, dan produktif,” ujarnya.

Namun, Lisda tak menutup mata pada tantangan yang menanti. Mengubah pola pikir dosen dan mahasiswa dari pola konvensional menuju pembelajaran berbasis proyek menjadi pekerjaan yang tidak ringan. Dibutuhkan adaptasi, kreativitas, serta keberanian untuk keluar dari zona nyaman. “Selain itu, dukungan sarana, kolaborasi, dan komitmen sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan kurikulum ini,” tambahnya.

Sebagai bentuk implementasi, Lisda menyiapkan skema pembelajaran yang menuntut mahasiswa mengerjakan proyek nyata, mulai dari riset kecil, kerja kolaboratif, hingga penyajian hasil dalam bentuk karya. Dengan demikian, mahasiswa tidak berhenti pada pemahaman konsep, melainkan menginternalisasi nilai-nilai yang relevan melalui pengalaman langsung.

Di akhir wawancara, Lisda menekankan harapannya agar Kurikulum 2025 benar-benar mampu melahirkan lulusan yang unggul secara intelektual dan kokoh secara karakter. “Saya berharap kurikulum ini mendapat dukungan penuh dari semua pihak, sehingga cita-cita kita membangun pendidikan yang transformatif bisa diwujudkan,” tutupnya. (YMN)

Balikpapan, 12 September 2025 – Pengesahan Kurikulum 2025 Universitas Mulia menjadi momentum penting bagi seluruh program studi, termasuk Program Studi Informatika. Kepala Program Studi Informatika, Isa Rosita, S.Kom., M.Cs., menegaskan bahwa kurikulum baru ini bukan sekadar dokumen administratif, melainkan fondasi arah pembelajaran yang akan dijalankan di prodi.

“Pengesahan kurikulum 2025 yang dilaksanakan Hari Jumat, 12 September 2025 di Ruang Eksekutif, Gedung White Campus Universitas Mulia ini, menjadi tonggak penting bagi prodi Informatika, karena menjadi dasar arah pembelajaran di prodi. Kurikulum ini adalah wujud komitmen kami dalam menyiapkan lulusan yang kompetitif, adaptif, dan memiliki keunggulan sesuai profil lulusan yang sudah dirancang,” ujarnya.

Isa menjelaskan, tindak lanjut dari pengesahan ini akan langsung masuk ke dalam seluruh kegiatan akademik sehari-hari. “Prodi akan memastikan kurikulum baru ini segera diintegrasikan ke dalam seluruh proses pembelajaran, mulai dari perencanaan pembelajaran, evaluasi, hingga kegiatan kemahasiswaan,” terangnya.

Kepala Program Studi Informatika Universitas Mulia, Isa Rosita, S.Kom., M.Cs., di ruang kerjanya saat menyampaikan pandangan mengenai implementasi Kurikulum 2025.

Kesiapan dosen menjadi aspek yang tidak diabaikan. Menurutnya, implementasi Rencana Pembelajaran Semester (RPS) hasil pengesahan membutuhkan kerja sama yang erat. “Kami menyadari implementasi RPS membutuhkan kolaborasi, oleh karena itu prodi siap mendampingi melalui monitoring, evaluasi, serta membantu menyediakan sumber daya yang dibutuhkan, tentu saja dengan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait,” jelasnya.

Suasana khidmat saat Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si., memberikan sambutan pada acara pengesahan Kurikulum 2025 di White Campus, Universitas Mulia

Lebih jauh, Isa menekankan bahwa pengelolaan kurikulum tidak bisa dipandang tunggal dari sisi regulasi. “Kami menempatkan kurikulum nasional sebagai standar utama, kemudian mengadaptasikannya dengan visi universitas, serta menambahkan muatan-muatan keilmuan yang sesuai dengan arah keilmuan informatika dan kebutuhan mahasiswa serta pengguna lulusan. Sebelum kurikulum ini dirumuskan, kami telah melakukan dialog dengan stakeholder dan pengguna lulusan, alumni, dan mahasiswa, dengan harapan kurikulum yang kami bentuk tidak hanya patuh pada regulasi, tetapi juga relevan, aplikatif, dan kontekstual,” paparnya.

Untuk target jangka pendek, Prodi Informatika fokus memastikan implementasi kurikulum berjalan efektif mulai semester ganjil tahun ini. “Target utama kami adalah memastikan kurikulum ini berjalan dengan baik, karena semester ganjil ini sudah mulai diimplementasikan ke mahasiswa baru. Melakukan sosialisasi dan melengkapi perangkat pembelajaran juga menjadi target terdekat kami,” pungkasnya.

Pengesahan Kurikulum 2025 Universitas Mulia sendiri menjadi bagian dari langkah strategis kampus dalam mengintegrasikan Outcome-Based Education (OBE), Project-Based Learning (PBL), dan Design Thinking ke dalam mata kuliah wajib kurikulum (MKWK) dan mata kuliah universitas (MKU), yang ditargetkan mampu memperkuat daya saing lulusan di era kompetitif. (YMN)

Balikpapan, 12 September 2025 – Universitas Mulia menetapkan Kurikulum 2025 sebagai langkah strategis untuk memperkuat transformasi pendidikan tinggi. Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si, menekankan bahwa pengesahan kurikulum ini bukan sebatas pemutakhiran mata kuliah, tetapi pergeseran paradigma pembelajaran.

Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si., memberikan sambutan pada seremonial pembukaan pengesahan Kurikulum 2025 di White Campus Universitas Mulia.

“Pengesahan Kurikulum 2025 Universitas Mulia menjadi tonggak transformasi pendidikan tinggi untuk menegaskan pentingnya penerapan Outcome-Based Education (OBE), Project-Based Learning, dan Design Thinking yang selaras dengan kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Kurikulum ini tidak hanya memutakhirkan mata kuliah, tetapi mengubah paradigma pembelajaran agar dosen berperan sebagai fasilitator dan mahasiswa sebagai pembelajar mandiri, sekaligus menyiapkan lulusan dengan kompetensi technopreneur yang adaptif terhadap kebutuhan industri dan perkembangan teknologi,” tegasnya.

Menurutnya, penerapan kurikulum baru yang adaptif terhadap perkembangan teknologi dan ekonomi digital bukan hanya berorientasi pada pemenuhan standar akreditasi nasional. Lebih jauh, hal ini membuka jalan bagi kolaborasi riset, pertukaran mahasiswa, hingga pengakuan program studi di tingkat internasional. “Ini langkah strategis menuju kampus berkelas dunia,” ungkapnya.

Agar implementasi kurikulum tidak berhenti di atas kertas, Universitas Mulia menyiapkan tahapan terintegrasi. Tahapan tersebut meliputi sosialisasi dan pelatihan dosen mengenai OBE, Project-Based Learning, serta Design Thinking; penyusunan dan validasi RPS berbasis kurikulum baru dengan metode penilaian terukur; integrasi ke sistem akademik dan PDDIKTI sehingga struktur mata kuliah dapat langsung diterapkan pada KRS; serta monitoring dan evaluasi berkelanjutan melalui Audit Mutu Internal, umpan balik mahasiswa, dan mitra industri.

Dekan Fakultas Teknik Universitas Mulia, Dr. Pascarianto Putra Bura, S.T., M.Eng., secara resmi menandatangani dokumen Kurikulum 2025 disaksikan para ketua program studi sebagai wujud komitmen bersama dalam implementasi kurikulum baru.

Seluruh proses, lanjutnya, diperkuat dengan pendampingan bagi program studi dan pelaporan rutin ke Lembaga Penjaminan Mutu. “Dengan begitu, kurikulum ini menjadi praktik pembelajaran nyata yang terus diperbaiki, bukan sekadar dokumen administratif,” jelasnya.

Rektor Universitas Mulia bersama para wakil rektor dan Kepala LPMPP berfoto bersama Dekan Fakultas Teknik serta para ketua program studi usai penyerahan dokumen Kurikulum 2025 sebagai simbol komitmen kolektif dalam pelaksanaan kurikulum baru

Dalam pesannya, Rektor memberikan penekanan pada tanggung jawab seluruh pimpinan fakultas, ketua program studi, dan dosen agar kurikulum benar-benar hadir di ruang kelas dan laboratorium. “Saya menaruh kepercayaan penuh kepada para dekan, ketua program studi, dan seluruh dosen untuk memastikan Kurikulum 2025 tidak berhenti sebagai dokumen, tetapi benar-benar hadir di ruang kelas, laboratorium, dan aktivitas mahasiswa. Saudara-saudara memegang peran penting dalam menerjemahkan visi technopreneurship dan Outcome-Based Education menjadi pengalaman belajar yang kreatif, kolaboratif, dan relevan dengan tuntutan industri serta masyarakat global,” pesannya.

Ia menambahkan bahwa kurikulum ini sekaligus mempertegas identitas Universitas Mulia. “Kurikulum 2025 memberi identitas khas Universitas Mulia dengan menonjolkan kekuatan technopreneurship, memadukan proyek lintas disiplin, magang industri, dan riset terapan yang relevan dengan Kalimantan Timur dan IKN, serta menerapkan standar Outcome-Based Education dan sertifikasi kompetensi internasional. Melalui kemitraan aktif dengan dunia usaha dan publikasi capaian mahasiswa maupun alumni, kurikulum ini menampilkan lulusan yang inovatif, siap kerja, dan mudah dikenali masyarakat serta dunia kerja sebagai ciri unggul Universitas Mulia,” pungkasnya. (YMN)

Balikpapan, 11 September 2025 – Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Mulia, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng., menegaskan bahwa menumbuhkan budaya mutu di lingkungan perguruan tinggi bukanlah perkara sederhana. Menurutnya, budaya mutu menuntut keterlibatan seluruh unsur kampus—dosen, tenaga kependidikan, hingga mahasiswa—untuk terbiasa menjalankan siklus perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan perbaikan berkelanjutan.

“Tantangan sering kali muncul dari kebiasaan lama, seperti rasa enggan terhadap perubahan, keterbatasan waktu di tengah beban tridarma, hingga persepsi bahwa mutu hanya urusan unit penjaminan mutu. Padahal, budaya mutu sejatinya adalah kesadaran kolektif yang perlu hadir dalam setiap kegiatan akademik dan layanan mahasiswa,” ungkap Wisnu.

Peserta Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal di Universitas Mulia terlibat dalam diskusi mendalam untuk memperkuat budaya mutu perguruan tinggi.

Ia menambahkan, kesadaran akan pentingnya mutu semakin menguat karena didukung regulasi nasional yang jelas. Standar Nasional Pendidikan Tinggi secara tegas mewajibkan adanya sistem penjaminan mutu internal yang terukur dan berkesinambungan. Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya kepatuhan pada Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 serta kebijakan terbaru Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025.

“Dengan memegang teguh regulasi ini, Universitas Mulia tidak hanya memastikan kesesuaian dengan standar nasional, tetapi juga menunjukkan komitmen nyata untuk menghadirkan pembelajaran dan layanan yang unggul,” jelasnya.

Dalam kerangka itulah, kata Wisnu, pelatihan auditor mutu internal diselenggarakan dengan sasaran utama para dosen, khususnya pimpinan universitas. Strategi tersebut dipilih agar pimpinan yang memahami filosofi sekaligus teknis audit mampu menularkan semangat mutu hingga ke level program studi dan unit kerja.

“Keterlibatan langsung para pemimpin akademik penting, supaya semangat menjaga standar dan melakukan perbaikan tidak berhenti di ruang pelatihan, tetapi mengalir ke setiap prodi dan unit kerja,” terangnya.

Lebih jauh, Wisnu menilai bahwa kemampuan sebagai auditor mutu internal bukan hanya keterampilan teknis, melainkan bagian dari kompetensi strategis sumber daya manusia. Auditor yang terlatih dapat membaca proses akademik secara kritis, mengidentifikasi potensi masalah, dan menawarkan solusi berbasis data.

“Keahlian ini sangat relevan bagi Universitas Mulia yang ingin menempatkan budaya mutu sebagai identitas institusi dan mengedepankan perbaikan berkelanjutan dalam setiap aspek tridarma,” tambahnya.

Suasana pelatihan sertifikasi Auditor Mutu Internal di Universitas Mulia, para peserta aktif bertukar pandangan demi penguatan standar mutu akademik

Menurutnya, jika budaya mutu benar-benar mengakar, dampaknya akan terasa di seluruh lini kegiatan akademik. Pembelajaran akan lebih konsisten, layanan mahasiswa semakin tertata dan responsif, serta program studi siap menghadapi tantangan akreditasi.

“Lebih jauh, mahasiswa akan merasakan pengalaman belajar yang terjamin kualitasnya. Harapan kami, pelatihan ini tidak hanya menghasilkan sertifikat, tetapi memicu gerakan bersama untuk menjadikan mutu sebagai kebiasaan sehari-hari di Universitas Mulia,” pungkas Wisnu. (YMN)

Balikpapan, 11 September 2025 – Dekan Fakultas Ilmu Komputer (FIKOM) Universitas Mulia, Djumhadi, S.T., M.Kom., menegaskan bahwa pelatihan sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) yang tengah berlangsung di kampus merupakan langkah strategis untuk memperkuat sistem penjaminan mutu di seluruh program studi di bawah naungan fakultas.

Menurutnya, sertifikasi AMI bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah investasi jangka panjang. “Dengan asesor yang tersertifikasi, proses audit mutu internal menjadi lebih profesional, sistematis, dan obyektif. Hasil audit bisa memberikan masukan nyata untuk memperbaiki kurikulum, pembelajaran, maupun layanan akademik di setiap prodi. Jadi, sertifikasi ini membantu fakultas menjaga standar mutu yang konsisten,” ujarnya.

Tantangan utama dalam menjaga mutu akademik, lanjut Djumhadi, terletak pada konsistensi penerapan standar mutu. Ia menilai bahwa sering kali standar hanya dipenuhi menjelang akreditasi, padahal semestinya menjadi praktik sehari-hari. “Pelatihan AMI membantu dengan memberi pemahaman metodologi audit yang tepat, sehingga asesor bisa mengidentifikasi celah mutu sejak dini dan memberikan rekomendasi yang realistis,” jelasnya.

Peserta mengikuti pemaparan materi Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) di Universitas Mulia dengan penuh perhatian.

Hasil audit mutu internal di tingkat fakultas, kata Djumhadi, ditindaklanjuti melalui rapat evaluasi yang melibatkan dekanat, kaprodi, dan unit terkait. Dari temuan auditor, fakultas menyusun corrective action plan yang kemudian dimonitor pelaksanaannya secara rutin agar tidak berhenti pada dokumen semata.

Lebih lanjut, sertifikasi AMI dipandang mendukung secara langsung pencapaian akreditasi unggul di program studi. “Akreditasi unggul menuntut bukti penerapan sistem penjaminan mutu yang konsisten. Dengan asesor tersertifikasi, audit mutu internal menjadi lebih kredibel dan berkualitas. Hasil audit bisa menjadi data dukung yang kuat saat prodi mengajukan akreditasi, sekaligus menunjukkan bahwa budaya mutu benar-benar berjalan,” tegasnya.

Djumhadi juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan LPMPP Universitas Mulia. Bentuk kerja sama itu meliputi koordinasi jadwal audit, penyusunan instrumen, hingga pendampingan tindak lanjut. Menurutnya, LPMPP berperan dalam supervisi dan fasilitasi, sementara fakultas memastikan implementasi hasil audit di tingkat prodi.

Dari sisi penguatan budaya mutu, pelatihan ini dinilai memberi dampak langsung bagi dosen dan mahasiswa. “Pelatihan ini menumbuhkan kesadaran bahwa mutu bukan hanya tanggung jawab lembaga penjaminan mutu, tetapi juga semua dosen dan mahasiswa. Dosen lebih disiplin menyusun dokumen pembelajaran sesuai standar, dan mahasiswa terbiasa mendapatkan layanan akademik yang terukur. Lama-kelamaan, hal ini membentuk budaya mutu yang melekat dalam keseharian akademik,” ungkapnya.

Lebih jauh, ia memandang auditor mutu internal memiliki kontribusi nyata dengan berfungsi sebagai “cermin” bagi fakultas. “Dengan audit yang jujur dan obyektif, fakultas punya dasar yang jelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, penelitian, dan layanan. Ini lebih dari sekadar administrasi; auditor membantu fakultas tetap berada di jalur menuju visi unggul,” tutur Djumhadi.

Menutup wawancara, ia menyampaikan pesan khusus bagi seluruh civitas akademika FIKOM. “Budaya mutu adalah tanggung jawab bersama. Dosen diharapkan konsisten memberikan pembelajaran terbaik sesuai standar, dan mahasiswa diharapkan disiplin serta aktif berpartisipasi. Dengan semangat bersama menjaga mutu, fakultas kita bisa menghasilkan lulusan yang tidak hanya kompeten, tetapi juga siap bersaing secara nasional maupun internasional,” pungkasnya. (YMN)

Balikpapan, 11 September 2025 – Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) yang diselenggarakan Universitas Mulia sejak Rabu (10/9) hingga Kamis (11/9/2025) di ruang Executive White Campus, menjadi ruang refleksi penting bagi fakultas-fakultas dalam memperkuat tata kelola akademik. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Dr. Ivan Armawan, S.E., M.M., menekankan bahwa keberadaan auditor bersertifikat merupakan kunci agar hasil audit memiliki legitimasi akademik dan dapat diakui sebagai instrumen penjaminan mutu.

Menurut Dr. Ivan, pelaksanaan AMI berfungsi memastikan standar yang dijalankan oleh program studi benar-benar sesuai dengan sistem penjaminan mutu. Auditor yang tersertifikasi dinilai esensial karena mampu menjamin proses audit tidak sekadar administratif, melainkan selaras dengan standar yang ditetapkan universitas.

Suasana Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal Hari ke-2 di ruang Executive White Campus Universitas Mulia

Tantangan utama yang dihadapi fakultas, lanjutnya, terletak pada ketiadaan standar audit yang jelas di tingkat program studi. Kondisi ini membuat pelaksanaan audit kerap mengalami kesenjangan. Kehadiran pelatihan AMI menjadi solusi strategis, sebab auditor akan membantu menetapkan serta menyosialisasikan instrumen standar kepada prodi. Dengan demikian, prodi dapat menyiapkan dokumen yang relevan dan lebih siap menghadapi proses audit.

Dekan FEB UM, Dr. Ivan Armawan, S.E., M.M., saat memberikan pandangan tentang pentingnya Sertifikasi AMI.

Lebih jauh, Dr. Ivan menjelaskan mekanisme tindak lanjut hasil AMI di fakultas. Setiap temuan akan dikategorikan, misalnya Observation (OB), yaitu kondisi yang sesuai namun belum sepenuhnya terpenuhi, atau Ketidaksesuaian (KTS), yaitu kondisi yang menyimpang dari standar. Untuk setiap KTS, auditor memberikan rekomendasi perbaikan dengan jangka waktu tertentu. Apabila tidak ditindaklanjuti, maka hasil tersebut akan masuk dalam catatan temuan yang dibawa ke forum Rapat Tinjauan Manajemen (RTM).

Dalam konteks akreditasi, Dr. Ivan menegaskan bahwa AMI mendukung capaian akreditasi unggul sepanjang standar mutu universitas telah diturunkan ke fakultas dan dijalankan di prodi. Dengan siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan), ditambah instrumen LAM dan BAN-PT, maka pencapaian akreditasi unggul dalam rentang tiga hingga empat tahun dapat diraih tanpa harus menyusun dokumen tambahan di luar yang ada.

Kolaborasi dengan Lembaga Penjaminan Mutu, Pengembangan, dan Pengawasan (LPMPP) disebut Dr. Ivan sebagai aspek penting dalam memperkuat efektivitas AMI. LPMPP, menurutnya, memiliki peran memantau ketersediaan standar acuan seperti SN Dikti, kebijakan pemerintah, dan standar internal universitas, kemudian menyusunnya menjadi instrumen audit. Proses ini dinilai mempermudah fakultas dan prodi dalam melaksanakan PPEPP secara konsisten.

Dr. Ivan juga menyoroti pentingnya budaya mutu sebagai komitmen bersama. Dengan pendekatan manajerial top-down, standar mutu yang sesuai regulasi dapat diterapkan secara menyeluruh, baik di kalangan dosen maupun mahasiswa. Hal ini tidak hanya mendukung pencapaian kompetensi akademik mahasiswa, tetapi juga meningkatkan kualitas dosen dalam menjalankan pembelajaran.

Ia menegaskan kontribusi terbesar auditor mutu internal adalah mendorong continuous improvement. Melalui rekomendasi yang diberikan, prodi selalu terdorong untuk memenuhi standar yang berlaku berdasarkan bukti nyata, sehingga kualitas akademik terus meningkat.

Menutup wawancara, Dr. Ivan menyampaikan pesannya kepada sivitas akademika FEB. Ia mengingatkan bahwa budaya mutu bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah upaya perbaikan berkelanjutan. “Dengan membangun budaya mutu yang kuat, kualitas lulusan akan semakin baik, dan pada akhirnya meningkatkan daya tarik fakultas bagi calon mahasiswa baru,” pungkasnya. (YMN)

“Auditor mutu internal yang bersertifikat bukan sekadar penjamin kepatuhan, tetapi menjadi early warning system Universitas Mulia dalam menjaga integritas akademik, memperkuat akuntabilitas, dan memastikan setiap langkah tata kelola pendidikan selaras dengan standar nasional maupun global.”Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si., Rektor Universitas Mulia

Balikpapan, 11 September 2025 – Universitas Mulia menggelar Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) selama dua hari, Rabu–Kamis (10–11/9/2025) di ruang Executive White Campus. Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si., menegaskan bahwa program ini memiliki urgensi strategis dalam memperkuat Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) yang selaras dengan siklus PPEPP sebagaimana diamanatkan Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025.

Menurut Prof. Ahsin, auditor bersertifikat tidak hanya berperan sebagai pengawal kepatuhan terhadap standar nasional maupun internal, tetapi juga menjadi early warning system untuk mendeteksi potensi penyimpangan dalam pengelolaan akademik, kurikulum, dan pelaporan PDDIKTI. Lebih jauh, ia menekankan bahwa hasil audit menjadi rujukan penting dalam penyusunan Laporan Evaluasi Diri (LED) dan Laporan Kinerja Program Studi (LKPS), sehingga memiliki kontribusi langsung terhadap peningkatan mutu dan peringkat akreditasi Universitas Mulia.

Rektor Universitas Mulia Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si. (tengah) menyampaikan urgensi Sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI), didampingi Kepala LPMPP Universitas Mulia, Jamal, S.Kom., M.Kom. (kiri), bersama pemateri pelatihan dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Heri Susanto, S.Pd., M.Pd.

Ia menambahkan, pelatihan sertifikasi AMI juga sejalan dengan visi Universitas Mulia sebagai kampus unggul dan inovatif. Peningkatan kompetensi sumber daya manusia di bidang penjaminan mutu diyakini akan memperkuat akuntabilitas, memperkokoh tata kelola universitas, serta mendorong tumbuhnya budaya mutu yang berkesinambungan. Selain itu, integrasi inovasi teknologi dalam proses audit disebut sebagai langkah penting untuk memperkuat identitas Universitas Mulia sebagai perguruan tinggi berbasis technopreneurship yang berorientasi pada pencapaian Indonesia Emas 2045.

Lebih lanjut, Prof. Ahsin menegaskan bahwa Sertifikasi AMI harus dipahami sebagai bagian dari roadmap jangka panjang universitas dalam tata kelola mutu pendidikan tinggi. Kehadiran auditor yang tersertifikasi tidak semata memenuhi kewajiban regulatif, tetapi menjadi instrumen kunci untuk memperkuat budaya mutu, meningkatkan akuntabilitas, dan mendorong inovasi dalam pengelolaan akademik.

Peserta pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) memanjatkan doa bersama yang dipimpin oleh Drs. H. Achmad Prijanto sebelum acara dimulai.

“Setelah mengikuti sertifikasi ini, peserta tidak hanya sekadar memperoleh pengakuan kompetensi, tetapi juga memikul peran sebagai garda depan Universitas Mulia dalam menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan,” ujarnya.

Dalam konteks akreditasi, Prof. Ahsin menegaskan bahwa Sertifikasi AMI secara langsung meningkatkan kesiapan Universitas Mulia menghadapi akreditasi nasional maupun internasional. Hal ini dimungkinkan karena auditor bersertifikat mampu memastikan penerapan SPMI secara menyeluruh, menyajikan data dan dokumentasi mutu yang akurat, sekaligus menumbuhkan budaya evaluasi dan perbaikan berkelanjutan. Auditor yang kompeten juga diyakini dapat menghadirkan bukti sahih bagi LED dan LKPS, memperkuat proses visitasi BAN-PT maupun LAM, serta menyiapkan kampus untuk memenuhi standar mutu global.

Dengan demikian, pelatihan sertifikasi AMI yang digelar Universitas Mulia diposisikan sebagai upaya sistematis untuk memperkuat tata kelola mutu, mempercepat pencapaian akreditasi unggul, sekaligus mewujudkan visi universitas sebagai perguruan tinggi unggul dan inovatif. (YMN)

Balikpapan, 11 September 2025 – Universitas Mulia menyelenggarakan Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) selama dua hari, 10–11 September 2025, di Ruang Executive, White Campus. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya sistematis kampus dalam memperkuat tata kelola mutu akademik dan meningkatkan daya saing institusi.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Mulia, Budiarsih, SH., M.Hum., Ph.D., menekankan bahwa keberadaan AMI tidak dapat dipandang sebagai sekadar formalitas administrasi, melainkan instrumen strategis untuk memastikan akuntabilitas serta kepuasan seluruh pemangku kepentingan. “Audit Mutu Internal memiliki fungsi penting dalam menjaga kualitas pendidikan, khususnya di Fakultas Hukum. AMI menjadi jembatan antara kebutuhan stakeholders dan proses akademik yang berlangsung di fakultas,” ungkapnya.

Peserta mengikuti sesi pelatihan Sertifikasi AMI di Ruang Executive Gedung White Campus Universitas Mulia.

Menurutnya, tantangan utama dalam menjaga mutu akademik tidaklah sederhana. Keterbatasan sumber daya, perubahan kurikulum yang cepat, hingga variasi kualitas dosen masih menjadi pekerjaan rumah yang harus ditangani serius. “Jika tidak diimbangi dengan mekanisme evaluasi yang tepat, tantangan ini dapat menghambat peningkatan kualitas pembelajaran,” tambahnya.

Dalam kerangka tersebut, AMI berperan untuk menutup celah kelemahan melalui evaluasi menyeluruh terhadap proses pembelajaran, pengelolaan kurikulum, hingga peningkatan kompetensi dosen. Budiarsih menegaskan bahwa audit yang dilakukan secara konsisten dapat membantu fakultas mengidentifikasi kekurangan, memperbaiki tata kelola, sekaligus meningkatkan akuntabilitas.

Lebih jauh, ia menjabarkan strategi agar AMI dapat diterapkan secara efektif di fakultas. Di antaranya adalah komitmen pimpinan, pembentukan tim AMI yang kompeten, pelatihan berkelanjutan bagi dosen dan tenaga kependidikan, serta keterlibatan aktif mahasiswa. “AMI harus hadir bukan hanya di ruang dokumen, tetapi juga terintegrasi dalam denyut keseharian civitas akademika,” tegasnya.

Pelaksanaan AMI, lanjut Dr. Budiarsih, tidak terlepas dari tujuan jangka panjang peningkatan akreditasi fakultas. Dokumen hasil audit dapat menjadi bukti otentik bahwa proses evaluasi dan perbaikan mutu berjalan nyata. “Lebih dari sekadar dokumen, AMI adalah refleksi kesungguhan fakultas dalam mengembangkan sistem mutu, meningkatkan kepercayaan stakeholder, sekaligus memperkuat posisi kita menuju akreditasi unggul,” jelasnya.

Fakultas Hukum sendiri telah merancang bentuk kerja Lembaga Penjaminan Mutu Fakultas (LPMF) yang meliputi pengembangan sistem mutu terintegrasi, evaluasi berkala, serta pertukaran pengalaman dalam praktik penjaminan mutu. Upaya tersebut dimaksudkan agar budaya mutu tidak berhenti di level wacana, melainkan melekat dalam perilaku akademik sehari-hari.

Dr. Budiarsih menekankan pentingnya keterlibatan mahasiswa dalam membangun budaya mutu. Partisipasi mahasiswa dalam proses audit, kesediaan mengikuti pelatihan, hingga pengawasan bersama terhadap kualitas pembelajaran merupakan langkah strategis agar budaya mutu tumbuh dari bawah. “Mahasiswa tidak hanya penerima manfaat mutu, tetapi juga agen yang memastikan mutu itu terus berkembang,” ujarnya.

Kegiatan sertifikasi ini menghadirkan narasumber dari Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, dengan agenda pelatihan materi di hari pertama dan ujian sertifikasi pada hari kedua. Universitas Mulia menaruh harapan besar bahwa para peserta dapat menjadi auditor internal bersertifikat yang mampu membawa semangat budaya mutu ke seluruh fakultas dan unit kerja.

Dengan demikian, pelatihan AMI tahun ini tidak hanya menjadi rutinitas akademik, tetapi juga momentum penting untuk meneguhkan komitmen Universitas Mulia dalam membangun tata kelola pendidikan yang kredibel, akuntabel, dan berorientasi pada keberlanjutan mutu. (YMN)

Universitas Mulia, 10 September 2025 – Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) yang tengah berlangsung di Universitas Mulia menyoroti urgensi kompetensi auditor sebagai “pengawal mutu” perguruan tinggi. Hal ini ditegaskan oleh salah satu narasumber, Muzdalifah, SP., M.Sc., yang menilai auditor internal berperan strategis memastikan seluruh proses akademik dan non-akademik berjalan sesuai standar Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti), dan regulasi terkini, termasuk Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023.

Muzdalifah, SP., M.Sc., salah seorang pemateri Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal di Universitas Mulia dari Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

“Kompetensi auditor menentukan kredibilitas AMI sekaligus kualitas tata kelola perguruan tinggi. Auditor yang kompeten mampu mengidentifikasi kesenjangan antara standar dan praktik, memberikan rekomendasi perbaikan yang berorientasi pada peningkatan berkelanjutan, dan menjadi mitra strategis pimpinan dalam mempersiapkan akreditasi baik nasional maupun internasional,” jelas Muzdalifah.

Ia menekankan perbedaan signifikan antara auditor tersertifikasi dan yang belum. Auditor tersertifikasi memiliki pengakuan formal atas pengetahuan dan keterampilan sesuai standar pelatihan, memahami metodologi audit berbasis standar, serta memiliki kredibilitas yang lebih tinggi. “Sementara auditor yang belum tersertifikasi sering kali bekerja tanpa kerangka acuan baku, rawan bias dalam interpretasi, dan hasil auditnya kurang kuat untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan strategis,” ujarnya.

Di tengah arus globalisasi dan digitalisasi pendidikan, AMI menurutnya harus bersifat adaptif. Perguruan tinggi dituntut mengintegrasikan teknologi melalui e-audit, dashboard mutu, dan big data monitoring. Selain itu, benchmarking terhadap standar internasional seperti ISO 21001:2018, AUN-QA, hingga European Standards and Guidelines (ESG) menjadi penting agar mutu internal sejalan dengan praktik global.

“Kompetensi digital auditor menjadi kebutuhan mendesak. Mereka harus mampu menilai implementasi e-learning, hybrid learning, digital governance, serta sistem informasi akademik. Tanpa itu, sulit bagi kampus untuk memetakan gap internasionalisasi seperti publikasi, kurikulum global, dan kolaborasi riset,” terang Muzdalifah.

Meski demikian, ia tidak menutup mata terhadap kelemahan yang masih jamak terjadi di banyak perguruan tinggi, termasuk Universitas Mulia. Jumlah auditor bersertifikat masih terbatas, budaya mutu belum mengakar, dokumentasi belum sistematis, hingga tindak lanjut rekomendasi audit yang kerap lemah. “Lebih parah lagi, keberlangsungan AMI sering kali bergantung pada segelintir individu, bukan pada sistem yang mapan,” kritiknya.

Sebagai solusi, ia mendorong universitas mengacu pada standar internasional seperti ISO 9001:2015, ISO 21001:2018, AUN-QA, hingga Baldrige Excellence Framework untuk memperkuat kredibilitas audit mutu internal. Standar-standar tersebut tidak hanya menjadi rujukan teknis, tetapi juga kerangka kerja untuk memastikan perguruan tinggi memiliki sistem mutu yang diakui secara global.

Pelatihan Sertifikasi AMI ini diharapkan tidak sekadar formalitas, melainkan pijakan nyata membangun budaya mutu di Universitas Mulia. “Mutu itu bukan sekadar dokumen akreditasi. Ia harus hidup dalam praktik sehari-hari, dari ruang kuliah, layanan administrasi, hingga strategi internasionalisasi,” pungkas Muzdalifah. (YMN)