Tag Archive for: Kemahasiswaan

"Ini bukan hanya jabatan, tetapi amanah yang harus saya jaga. Kami akan terus mendorong HIMATI menjadi organisasi yang mampu memberikan manfaat, baik bagi mahasiswa Teknologi Informasi maupun masyarakat,” ujar Aqila Aulya sebagai Ketua HIMATI terpilih periode 2025–2026. Foto: Istimewa

UM – Himpunan Mahasiswa Teknologi Informasi (HIMATI) Universitas Mulia menggelar Musyawarah Besar (Mubes) IV di Ruang Executive, Gedung Putih, Universitas Mulia, Sabtu (9/8).

Mengusung tema “Membangun Kembali Fondasi Organisasi Melalui Evaluasi Kritis dan Aksi Nyata Demi Terwujudnya HIMATI yang Profesional dan Berdampak”, kegiatan ini menjadi forum tertinggi organisasi untuk mengevaluasi kinerja, menyempurnakan regulasi, dan memilih pengurus baru.

Mubes kali ini dihadiri mahasiswa Program Studi Teknologi Informasi dari angkatan 2020 hingga 2024.

Berbagai agenda penting dibahas, mulai dari pembahasan Peraturan Organisasi (PO), Peraturan Pelaksanaan Organisasi (PPO), Laporan Pertanggungjawaban (LPJ), revisi AD/ART, hingga pemilihan Ketua dan Wakil Ketua HIMATI periode 2025–2026.

Organisasi Mahasiswa sebagai Laboratorium Kepemimpinan

Ketua Program Studi Teknologi Informasi Universitas Mulia, Agus Wijayanto, S.Kom., M.Kom., menegaskan bahwa Mubes bukan sekadar agenda rutin, melainkan bagian penting dari proses pembelajaran mahasiswa di luar kelas.

“Organisasi mahasiswa adalah laboratorium kepemimpinan yang nyata. Di sinilah mahasiswa belajar manajemen waktu, kerja tim, komunikasi, dan pengambilan keputusan. Semua itu adalah modal penting untuk masa depan mereka di dunia kerja,” ujar Agus.

Ia menambahkan, HIMATI menjadi salah satu garda depan dalam mendukung Program Kampus Berdampak. Mahasiswa didorong tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga berdaya saing di bidang teknologi, sosial, dan kepemimpinan.

Foto bersama Dosen Pembina Kemahasiswaan Prodi TI, Rizki Zulkarnain, S.Pd., M.Pd. dan Kaprodi Agus Wijayanto dan pengurus HIMATI periode 2025-2026. Foto: Istimewa

Foto bersama Dosen Pembina Kemahasiswaan Prodi TI, Rizki Zulkarnain, S.Pd., M.Pd. dan Kaprodi Agus Wijayanto dan pengurus HIMATI periode 2025-2026. Foto: Istimewa

Profesionalisme dan Rasa Memiliki sebagai Kunci Keberhasilan

Dosen Pembina Kemahasiswaan Prodi TI, Rizki Zulkarnain, S.Pd., M.Pd., mengajak seluruh anggota HIMATI menjadikan Mubes sebagai momentum refleksi bersama.

“Profesionalisme organisasi hanya akan tercapai jika setiap anggota memiliki rasa memiliki dan tanggung jawab yang kuat. HIMATI harus menjadi organisasi yang berdampak, bukan hanya untuk anggotanya, tapi juga untuk masyarakat luas,” tegas Rizki.

Kepemimpinan Baru, Semangat Baru

Hasil pemilihan menetapkan Aqila Aulya sebagai Ketua dan Aljosa Maynardian sebagai Wakil Ketua HIMATI periode 2025–2026. Dalam pidato perdananya, Aqila berkomitmen membawa HIMATI menjadi organisasi yang lebih profesional dan berkontribusi nyata.

“Terima kasih atas kepercayaan yang kembali diberikan. Ini bukan hanya jabatan, tetapi amanah yang harus saya jaga. Kami akan terus mendorong HIMATI menjadi organisasi yang mampu memberikan manfaat, baik bagi mahasiswa Teknologi Informasi maupun masyarakat,” ujar Aqila.

Sementara itu, Aljosa mengajak seluruh anggota untuk solid dan bersinergi. “Tidak ada keberhasilan tanpa kerja sama. Mari kita wujudkan HIMATI yang menjadi kebanggaan, berprestasi, dan mampu bersaing di tingkat lokal, nasional, hingga internasional,” ucapnya.

Wadah Pengayaan Diri dan Daya Saing Lulusan

Mubes ke-IV HIMATI adalah salah satu sarana paling efektif bagi mahasiswa untuk mengembangkan soft skills seperti kepemimpinan, kemampuan komunikasi, manajemen proyek, dan pemecahan masalah.

Semua ini menjadi nilai tambah bagi lulusan Program Studi Teknologi Informasi Universitas Mulia untuk bersaing di industri teknologi yang dinamis.

Dengan dukungan penuh dari prodi dan universitas, HIMATI diharapkan terus menjadi motor penggerak kegiatan positif, selaras dengan visi Kampus Berdampak, mencetak lulusan yang tidak hanya kompeten secara akademik, tetapi juga unggul dalam kepemimpinan dan kontribusi sosial.

(SA/Kontributor)

Humas Universitas Mulia, 15 Juli 2025 — Mahasiswa Program Studi Sistem Informasi Universitas Mulia, Gray Hansen Limantoro, menyerahkan karya ilmiahnya berjudul The Existence of Time ke Perpustakaan Universitas Mulia. Penyerahan ini menjadi salah satu bentuk nyata kontribusi mahasiswa dalam pengembangan literasi akademik di lingkungan kampus.

Gray menjelaskan, tema The Existence of Time lahir dari pertanyaan mendasar: “Apa itu waktu?” Menurutnya, satu perubahan peristiwa kecil dapat menghasilkan perubahan besar dan jangka panjang. “Setiap peristiwa saling berkaitan satu dengan lainnya, baik masa lalu, masa kini, maupun masa depan,” jelasnya melalui analogi sederhana tentang perubahan aktivitas kerja ketika kondisi cuaca tiba-tiba berubah.

Gray menilai kajian tentang waktu penting dibawa ke ranah Sistem Informasi karena teknologi masa kini telah memasuki era di mana prediksi masa depan berbasis data menjadi keniscayaan.

“Sistem informasi memiliki tools untuk memprediksi masa depan, misalnya data mining yang digunakan untuk memproyeksikan penjualan satu tahun ke depan. Ini membuktikan bahwa masa depan dapat diprediksi jika peristiwa acak tidak mengubah alur kejadian secara drastis,” ungkapnya.

Ia menekankan bahwa konsep The Existence of Time juga mengangkat gagasan hukum kausalitas waktu yang ia rumuskan selama proses penelitiannya.

“Hukum ini menyatakan bahwa setiap masa pada waktu saling terhubung: masa depan adalah hasil konsekuensi oleh masa lalu dan masa kini,” jelas Gray.

Proses penulisan karya tersebut memakan waktu satu tahun lima bulan. Gray bercerita bahwa penelitian ini dilakukan di sela kesibukan skripsi dan aktivitas organisasi. “Saya tidak lagi menghitung waktu penelitian dalam bentuk hari, tetapi jam-menit-detik,” ujarnya. Tantangan terbesarnya adalah membongkar berbagai teori yang kontradiktif. “Semakin dalam saya menggali, semakin terasa bahwa waktu terlalu susah dipahami,” katanya.

Selama penelitian, ia memanfaatkan fasilitas kampus. “Universitas Mulia sangat mendukung, seperti lab multimedia yang saya gunakan untuk mengembangkan teori dan mengkaji literatur. Dosen-dosen juga ramah dan mau berbagi pandangan,” tambah Gray.

Penyerahan karya ilmiah ke perpustakaan dilakukan sebagai bentuk apresiasi Gray kepada kampus. “Saya berharap Universitas Mulia ke depan mampu terus menerima ide sekecil apa pun, karena segala sesuatu yang besar dimulai dari satu langkah kecil, seperti pertanyaan: apa itu waktu?” ungkapnya. Ia juga menargetkan publikasi lanjutan melalui jurnal ilmiah yang lebih luas.

Ke depan, Gray tengah fokus pada skripsinya yang mengangkat tema penggunaan metode GDLC tools dalam pengembangan media arsitektural sebagai arena permainan yang dilengkapi dengan tipografi Jepang sebagai media edukasi. Ia berpesan kepada mahasiswa lain agar tidak ragu menulis dan meneliti. “Pertanyaan kecil Anda bisa menjadi ide luar biasa yang dapat melengkapi dunia akademis. Bertanya, mencari, dan menulis adalah budaya dasar untuk melatih kemampuan berpikir kritis,” pesannya.

Kepala Bagian Kemahasiswaan dan Alumni, Riski Zulkarnain, mengapresiasi capaian Gray. Menurutnya, Gray menunjukkan kualitas berpikir kritis mendalam yang membedakan dirinya dengan mahasiswa pada umumnya. “Gray ini adalah mahasiswa pekerja keras dan pemikir ulung. Sebagai mantan Ketua HIMA SI, ia berhasil menjembatani gap antara teori akademis dan aplikasi praktis,” ujarnya.

Lebih lanjut, Riski menjelaskan bahwa kampus berkomitmen agar karya ilmiah mahasiswa tidak berhenti hanya di rak perpustakaan. “Kampus mengambil langkah progresif untuk memastikan karya mahasiswa menjadi kontribusi nyata bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat,” tegasnya.

Ia juga memaparkan rencana penguatan gerakan literasi melalui pembentukan komunitas literasi di setiap fakultas. “Dapat dibentuk UKM seperti LKIM Pena, yang berfungsi sebagai wadah pengembangan literasi, penelitian, dan publikasi. Didukung dengan kompetisi rutin serta sistem mentorship untuk menciptakan tradisi akademik yang kuat,” jelas Riski.

Gray sendiri berharap pengembangan koleksi literasi Universitas Mulia semakin variatif. “Saya berharap tidak hanya menampilkan koleksi dari prodi di Universitas Mulia, tetapi juga variasi buku ilmiah dari luar rumpun keilmuwan agar mahasiswa bisa berkreasi lebih luas,” pungkasnya.

Humas UM (YMN)

Panel diskusi yang dimoderatori oleh Talitha Aufa, Putri Indonesia Intelegensia Kaltim 2023 dan Aris (BEM Universitas Mulia) ini menjadi puncak pencerahan bagi para mahasiswa. Ketiga narasumber, yaitu Tama, Kevin Laoh, dan Wirangga Foto: Media Kreatif

UM – Ada banyak wawasan yang diperoleh mahasiswa dalam acara Digital Youth Summit 2025, Senin (19/5) yang lalu. Salah satunya adalah takut gagal ketika memulai usaha di era digital saat ini. Menjawab keresahan ini, tiga orang profesional di bidang yang berbeda membagikan resep jitu bagi mahasiswa yang ingin “Berani Muda, Berani Mendunia”.

Panel diskusi yang dimoderatori oleh Talitha Aufa, Putri Indonesia Intelegensia Kaltim 2023 dan Aris (BEM Universitas Mulia) ini menjadi puncak pencerahan bagi para mahasiswa.

Ketiga narasumber, yaitu Rifandi Tama (profesional Public Speaking), Kevin Laoh (Content Creator), dan Wirangga (profesional Digital Marketing), secara sinergis membedah cara mengubah ide menjadi aksi nyata.

“Habiskan Kuota Gagalmu!”

Hambatan terbesar seringkali bukan datang dari luar, melainkan dari dalam diri. Tama membuka mata para mahasiswa dengan sebuah konsep radikal: anggap kegagalan sebagai kuota yang harus dihabiskan.

“Kebanyakan dari kita sudah kalah sebelum bertanding karena takut salah, takut di-judge, takut diketawain,” tegas Tama saat menjawab pertanyaan dari Vanessa, seorang mahasiswi yang mengaku introvert.

“Jangan pernah takut melakukan kesalahan. Bagaimana kita tahu kalau itu salah, jika kita tidak pernah mencoba?” ujar Tama.

Tama mengajak mahasiswa untuk mengubah cara pandang terhadap kegagalan, bukan sebagai akhir, melainkan sebagai data dan proses belajar yang tak ternilai. Dengan “menghabiskan kuota gagal”, yang tersisa hanyalah keberhasilan.

Kuasai Diri, Jemput Peluang

Setelah pola pikir dibenahi, langkah selanjutnya adalah membangun kepercayaan diri. Tama menekankan pentingnya self-talk positif dan afirmasi. Namun, kuncinya tidak berhenti di situ.

“Bagaimana caranya agar percaya diri bisa tumbuh? Tentu harus latihan, menguasai materi, dan memperbanyak jam terbang,” ujarnya.

Pesan ini memberdayakan mahasiswa untuk mengambil kendali. Kepercayaan diri bukanlah sesuatu yang ditunggu, melainkan sesuatu yang dibangun secara aktif melalui persiapan dan praktik.

“Jangan tunggu bolanya datang, sometimes kita harus jemput bolanya,” tambah Tama, menginspirasi mahasiswa untuk proaktif mencari kesempatan, bukan pasif menunggu.

Personal Branding Bukan Cuma Buat Selebgram

“Di era digital, identitas online adalah CV baru Anda,” kata Kevin Laoh, seorang content creator sukses, meluruskan miskonsepsi bahwa personal branding hanya untuk influencer.

“Gimana kamu mau dapat kerja kalau di sosmed kamu aja mati?” tantang Kevin.

“Membangun personal branding itu penting buat semua orang untuk menambah networking. Agar orang tahu siapa kalian dan apa yang kalian kerjakan.”

Mahasiswa dididik tentang pentingnya membangun citra diri yang profesional dan otentik di media sosial. Ini bukan tentang pamer, melainkan tentang menunjukkan kompetensi, minat, dan potensi yang bisa menjadi daya tarik bagi calon perusahaan atau kolaborator.

Kevin juga memberikan tips praktis: manfaatkan fitur iklan berbiaya rendah (mulai dari Rp15.000) untuk menjangkau audiens yang lebih luas, sebuah strategi yang bisa diterapkan bahkan oleh mahasiswa dengan budget terbatas.

Dari Hobi Jadi Cuan, Asal Punya Peta

Banyak mahasiswa, seperti Mutia yang bertanya di sesi Q&A, memiliki hobi yang berpotensi menjadi bisnis, seperti memasak atau membuat hantaran. Namun, bagaimana mengubahnya menjadi sumber penghasilan yang konsisten?

Wirangga, profesional digital marketing, memberikan kerangka strategis yang memperkaya wawasan bisnis mahasiswa. “Mulai aja dulu, tapi jangan gegabah,” pesannya.

Wirangga memperkenalkan konsep marketing funnel – sebuah peta jalan yang membantu mengarahkan calon pelanggan dari tahap “kenal” (awareness) hingga akhirnya membeli produk.

Mahasiswa diperkaya dengan pengetahuan bahwa promosi bukan sekadar “sebar info”, melainkan sebuah proses strategis untuk membangun kesadaran, ketertarikan, dan kepercayaan.

Inspirasi untuk Bertindak: Segera Ambil Langkah Pertamamu!

Sinergi dari ketiga narasumber mengerucut pada satu kesimpulan kuat, bahwa sukses di era digital adalah kombinasi dari keberanian mental, identitas digital yang kuat, dan strategi yang cerdas.

Para mahasiswa diharapkan tidak hanya pulang dengan membawa catatan saja, tetapi juga dengan api semangat yang baru. Mereka terinspirasi untuk segera bertindak:

  1. Mulai Sekarang: Jangan tunda lagi. Lakukan riset, buat akun media sosial untuk idemu, dan ambil langkah pertama, sekecil apapun itu.
  2. Bangun Personal Brand-mu: Tunjukkan siapa dirimu dan apa keahlianmu secara online. Jadikan media sosial sebagai portofolio hidupmu.
  3. Gagal Itu Belajar: Ubah rasa takut menjadi rasa penasaran. Setiap kesalahan adalah pelajaran berharga dalam perjalananmu.
  4. Jemput Peluang: Jangan menunggu kesempatan datang. Aktiflah dalam organisasi, ikuti kompetisi, dan bangun jaringanmu.

Digital Youth Summit telah membuktikan bahwa untuk “Berani Mendunia”, seorang mahasiswa hanya perlu satu hal: keberanian untuk memulai langkah pertama, hari ini.

(SA/Kontributor)

Kevin Laoh, pemenang Mr. Teen Kalimantan Timur 2022 ini menekankan bahwa menjadi kreator profesional di zaman sekarang membutuhkan lebih dari sekadar estetika, melainkan strategi yang matang. Foto: Media Kreatif

UM – Di era digital di mana semua orang bisa menjadi bintang di layarnya sendiri, impian menjadi content creator sukses bukan lagi sekadar angan-angan. Namun, di tengah lautan konten, bagaimana cara agar tidak hanya viral sesaat lalu tenggelam?

Kevin Laoh, seorang content creator dan pengusaha muda asal Balikpapan, membagikan resep jitunya di hadapan para mahasiswa dalam acara Digital Youth Summit 2025, 19 Mei 2025 yang lalu.

Dalam sesi akhir yang penuh energi itu, Kevin mengubah pola pikir mahasiswa dari sekadar “bikin konten” biasa menjadi “membangun pengaruh”.

Kevin, yang juga merupakan pemenang Mr. Teen Kalimantan Timur 2022, menekankan bahwa menjadi kreator profesional di zaman sekarang membutuhkan lebih dari sekadar estetika, melainkan strategi yang matang.

Stop Bikin Konten “Hi, Guys!”, Mulai dengan Strategi

Banyak kreator pemula terjebak dalam formula lama. “Dulu mungkin cukup dengan, ‘Hi, guys, aku suka banget makanannya, seayam itu!’,” ujar Kevin, menirukan gaya review yang kini dianggap usang.

Menurutnya, audiens sekarang jauh lebih cerdas dan mendambakan konten yang memiliki nilai.

“Sekarang itu lebih kompleks. Konten bukan cuma sekadar estetika, tapi strategi,” tegasnya.

Ini adalah pencerahan pertama bagi para mahasiswa: profesi kreator konten adalah sebuah pekerjaan serius yang membutuhkan riset, konsep, dan pemahaman mendalam tentang audiens.

Kevin mengatakan, ini bukan lagi soal narsis di depan kamera, tetapi tentang memberikan solusi dan cerita yang relevan.

Kenali Audiens dan Kuasai Kekuatan 3 Detik Pertama

Langkah paling fundamental, menurut Kevin, adalah mengenali “medan perang” atau audiens. Platform seperti Instagram dan TikTok menyediakan data demografis yang kaya: siapa penonton, berapa usianya, dan apa minat mereka.

“Kalau kalian buat konten, tapi enggak kenal sama market kalian, jatuhnya nanti viewers-nya enggak banyak,” jelasnya.

Setelah mengenali audiens, kuncinya terletak pada 3 detik pertama video. Lupakan pembukaan yang bertele-tele. Kevin menyarankan penggunaan hook atau pancingan yang kuat dan membuat penasaran.

“Gunakan kalimat seperti, ‘Yakin kamu belum tahu ini?’ atau ‘Ini dia enam rekomendasi yang bisa buat kamu jadi lebih pintar’,” contohnya.

Pancingan ini memaksa audiens untuk berhenti scrolling dan menyimak lebih lanjut, yang kemudian harus didukung dengan storytelling yang kuat dan mampu menyentuh emosi penonton.

Kegagalan Bukan Akhir, tapi Data untuk Berkembang

Salah satu momen paling memberdayakan dalam sesi tersebut adalah ketika seorang mahasiswa bernama Zaki mengaku pernah membuat video podcast di YouTube, namun hanya ditonton 60 orang dan memiliki satu subscriber. Alih-alih meremehkan, Kevin justru menjadikannya contoh pembelajaran.

“Menurut kamu kenapa video kamu enggak rame?” tanya Kevin. Zaki pun menjawab, “Mungkin dari cara pengeditan dan pembawaannya, Kak.”

Interaksi ini menggarisbawahi sebuah pesan penting: setiap konten yang “gagal” adalah data berharga.

“Perhatikan terus-menerus cara editannya, konsepnya. Dirubah terus mengikuti zaman,” pesan Kevin.

Kegagalan bukanlah vonis, melainkan umpan balik gratis untuk menjadi lebih baik di konten berikutnya. Ini adalah suntikan semangat bagi siapa pun yang takut untuk memulai karena khawatir tidak sempurna.

Dari Hobi Menjadi Profesi yang Menjanjikan

Pada akhirnya, apa buah dari semua kerja keras ini? Kevin tidak ragu untuk membagikan “harta karun” di ujung perjalanan seorang kreator yang konsisten: karier yang berkelanjutan dan penghasilan yang fantastis.

“Kalian liburan ke luar negeri terus dibayar, mau enggak? Kalian makan, dibayar, mau enggak?” tanyanya retoris, yang disambut antusias oleh para hadirin.

“Pernah mikir enggak sih sehari dapat 55 juta atau 100 juta? Itu mungkin!”

Pernyataan ini bukan sekadar bualan, melainkan pengayaan wawasan bagi mahasiswa bahwa hobi yang mereka tekuni dengan serius memiliki potensi ekonomi yang luar biasa.

Dari sponsorship, produk gratis, hingga menjadi brand ambassador, pintu peluang terbuka lebar bagi mereka yang mampu membangun pengaruh.

Kevin Laoh menutup sesinya dengan sebuah ajakan kuat untuk bertindak. “Kita tidak hanya membuat konten, kita membangun pengaruh (We don’t just create content, we build influence),” pungkasnya.

Bagi para mahasiswa, ini adalah panggilan untuk berhenti menjadi penonton dan mulai menjadi kreator cerita mereka sendiri, yakni dengan strategi, ketekunan, dan keberanian untuk memulai dari sekarang.

(SA/Kontributor)

Humas Universitas Mulia, 1 Juli 2025 — BEM Universitas Mulia menunjukan komitmennya dalam membangun kontribusi mahasiswa di tingkat nasional dengan keikutsertaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dalam Musyawarah Nasional (MUNAS) BEM Seluruh Indonesia (SI) XVIII yang digelar di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Ketua BEM Universitas Mulia, Agung, hadir secara langsung mewakili kampus untuk mengambil peran strategis bersama ratusan perwakilan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia. MUNAS BEM SI XVIII tahun ini mengusung tema “Menakar Arah, Menguji Janji: Revitalisasi Peran Mahasiswa dalam Menjaga Demokrasi, Keadilan Sosial, dan Pembangunan Kabinet Merah Putih.”

Dalam keterangannya, Agung menjelaskan bahwa forum MUNAS ini menjadi momentum penting untuk memperkuat eksistensi Universitas Mulia pada level nasional. “Dengan keterlibatan aktif kami, Universitas Mulia bukan hanya hadir sebagai peserta, tetapi juga sebagai bagian dari pengambil keputusan strategis gerakan mahasiswa Indonesia. Ini adalah bentuk positioning bahwa mahasiswa UM siap bersuara, berpikir kritis, dan berjejaring menjawab tantangan bangsa,” jelasnya.

Sejumlah isu krusial diangkat dalam forum tersebut, di antaranya akses pendidikan yang merata, digitalisasi kampus, ketimpangan pembangunan, isu lingkungan — khususnya tambang di Raja Ampat — hingga penguatan peran pemuda dalam demokrasi dan ekonomi berkelanjutan. Menurut Agung, isu-isu tersebut memiliki relevansi langsung dengan kondisi Universitas Mulia, terutama dalam mendukung transformasi digital, inklusi pendidikan, serta kesiapan mahasiswa menghadapi disrupsi teknologi. “Mahasiswa hari ini jangan hanya jadi penonton, tetapi harus aktif mengawal isu-isu strategis tersebut,” tambahnya.

Sebagai perwakilan kampus, Agung membawa tiga rekomendasi utama: pemerataan dukungan teknologi pendidikan di daerah, pentingnya kolaborasi strategis antar-BEM, serta penguatan literasi digital dan kebangsaan. “Balikpapan sebagai kota penyangga IKN harus siap dengan dukungan teknologi pendidikan yang merata. Kolaborasi antar-BEM juga menjadi kunci untuk mengawal isu daerah maupun nasional secara bersama-sama,” ujarnya.

Dalam menjawab dinamika gerakan mahasiswa di era digital, Agung menegaskan bahwa mahasiswa harus mampu bertransformasi menjadi aktor yang adaptif, inovatif, dan tetap kritis. “Gerakan mahasiswa tidak hanya turun ke jalan, tetapi juga harus mampu memengaruhi kebijakan melalui data, narasi, dan kampanye strategis di ruang digital,” tuturnya.

Selain itu, BEM UM juga memanfaatkan MUNAS ini untuk memperluas jejaring. Komunikasi aktif dilakukan dengan BEM dari Aceh, Sumatra, Balinusra, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Beberapa rencana tindak lanjut telah dirancang, di antaranya program pertukaran gagasan, RAKERNAS, kajian strategis antar-BEM, serta proyek kolaboratif advokasi isu lingkungan dan pendidikan di wilayah pinggiran.

Agung memastikan hasil MUNAS ini tidak akan berhenti pada forum seremonial semata. Resolusi nasional akan diintegrasikan ke dalam program kerja BEM UM melalui forum diskusi kebijakan publik, penguatan literasi digital, serta gerakan kampus hijau yang mendukung agenda pembangunan berkelanjutan.

“Kami juga memastikan aspirasi mahasiswa UM benar-benar terwakili melalui forum dengar pendapat sebelum keberangkatan. Aspirasi mahasiswa kami formulasikan sebagai isu prioritas, dan kami selalu terbuka menerima masukan selama forum berlangsung,” jelas Agung.

Tantangan terbesar yang dihadapi dalam forum nasional ini menurut Agung adalah bagaimana menyatukan keberagaman perspektif antar-BEM dari berbagai wilayah, terutama pada isu sensitif. Namun hal tersebut menjadi ruang pembelajaran dalam membangun konsolidasi gerakan mahasiswa yang solid dan bermakna.

Ia juga menegaskan bahwa BEM idealnya tidak hanya menjadi corong aspirasi internal kampus, tetapi juga motor penggerak perubahan sosial-politik. “Mahasiswa memiliki keistimewaan untuk berpikir bebas, kritis, dan idealis. BEM harus bisa menjembatani kepentingan mahasiswa dengan realitas kebijakan publik,” ujarnya.

Menutup keterangannya, Agung berpesan kepada mahasiswa Universitas Mulia untuk bangga dan terus mendukung kiprah BEM UM di tingkat nasional. “Partisipasi di MUNAS BEM SI ini adalah langkah awal marwah kampus dan value BEM UM terbranding secara nasional. Walau periode ini adalah periode pertama BEM UM, kami berkomitmen penuh membuka gerbong aliansi BEM dari kota, regional, hingga nasional. Semoga kepengurusan berikutnya dapat melanjutkan dan memperkuat pondasi ini dengan semangat berembuk, beraksi, bermanfaat, dan berdampak bagi mahasiswa serta masyarakat,” pungkasnya.

Musyawarah Nasional BEM SI XVIII merupakan forum musyawarah tertinggi BEM Seluruh Indonesia. Tahun ini, Institut Pertanian Bogor didaulat sebagai tuan rumah dengan menghadirkan sejumlah tokoh nasional di antaranya Menteri Pertanian Dr. Ir. H. Andi Amran Sulaiman, M.P., Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi Prof. Brian Yuliarto, Ph.D., Sekjen Kementerian ESDM, Anggota DPR RI Komisi IV Prof. Dr. Ir. H. Rakhmin Dahuri, M.S., Bupati Bogor Rudy Susmanto, S.Si., serta Rektor IPB University Prof. Dr. Arif Satria, S.P., M.Si.

Humas UM (YMN)

 

“Hijrah sejati adalah keberanian membongkar kebiasaan lama, membangun pola pikir baru, dan menghidupkan nilai Islam dalam tindakan nyata — inilah yang menjadikan dakwah kampus bukan hanya mimbar ceramah, tetapi medan pembebasan pikiran dan peradaban.”Ustadz Putra Pradipta

Humas Universitas Mulia, 28 Juni 2025 Peringatan 1 Muharram di Universitas Mulia melalui Tabligh Akbar yang diinisiasi LDK Al-Izzah bukan hanya menjadi panggung retorika, tetapi ruang refleksi kritis: sejauh mana makna hijrah benar-benar dihidupkan dalam realitas mahasiswa?

Panitia Tabligh Akbar dari LDK Al-Izzah menyambut para peserta ikhwan di area registrasi. Kegiatan ini terbuka untuk mahasiswa maupun masyarakat sekitar Masjid Nurul Iman.

Dalam tausiyahnya, Ustadz Putra Pradipta menekankan bahwa hijrah bukan sekadar slogan, tetapi perubahan aplikatif yang menuntut kerja nyata.

“Hijrah secara aplikatif berarti mengubah diri dan berkontribusi langsung pada umat melalui perubahan pola pikir yang lebih baik, peningkatan pengetahuan, pengembangan keterampilan, dan karakter positif,” tegasnya.

Hijrah Bukan Teori, Tapi Agenda Nyata

Tantangan hijrah, lanjutnya, tidak pernah ringan. Godaan dunia, tekanan lingkungan negatif, kurangnya pengetahuan Islam, dan kebiasaan buruk yang terus dipantik oleh pergaulan menjadi jebakan nyata.

Kaum bapak, pengurus Masjid Nurul Iman, dan warga sekitar kampus mulai memenuhi ruang utama masjid untuk mendengarkan tausiyah Tabligh Akbar 1 Muharram.

“Tantangan terbesar umat Islam dalam memulai hijrah adalah godaan dunia, tekanan sosial negatif, kurangnya kesadaran dan pengetahuan Islam, serta sulitnya mengubah kebiasaan buruk yang senantiasa ada pemantik di sekitar,” jelasnya.

Dalam konteks mahasiswa, tantangan ini semakin relevan. Di usia produktif dengan distraksi digital, kemudahan akses hiburan instan, dan gaya hidup pragmatis, spirit hijrah seringkali kalah oleh rutinitas. Maka, Ustadz Putra menegaskan bahwa mahasiswa Muslim harus menjaga keseimbangan dunia dan akhirat, mengembangkan keterampilan, meningkatkan kesadaran etis, dan mengelola waktu sebaik mungkin.

Personel LDK Al-Izzah bertugas sebagai MC membuka rangkaian acara Tabligh Akbar dengan khidmat.

“Seorang mahasiswa Muslim perlu menjaga keseimbangan dunia-akhirat, mengembangkan keterampilan, meningkatkan kesadaran etis, mengelola waktu, mencari ilmu bermanfaat, dan berdoa serta berusaha menjadi yang terbaik,” pesannya.

Memperbaiki Niat, Merancang Rencana, Menguatkan Dukungan

Banyak yang semangat di awal hijrah, lalu redup di tengah jalan. Ustadz Putra mengingatkan bahwa kunci keberlanjutan ada pada niat yang tulus dan rencana aksi yang realistis. “Yang perlu diperbaiki adalah niat tulus, tujuan jelas, rencana aksi bertahap, dukungan positif, dan refleksi berkala untuk mempertahankan semangat hijrah,” tegasnya.

Dua mahasiswa LDK Al-Izzah, para ikhwan pejuang dakwah kampus, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan suara merdu dan penuh penghayatan.

Dalam hal ini, spirit hadits ﴿إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ﴾ “Sesungguhnya setiap amal tergantung niatnya…” (HR. Bukhari Muslim) menjadi prinsip dasar hijrah. Tanpa niat yang jernih, hijrah hanya akan menjadi slogan tanpa makna.

Kepemimpinan Butuh Spirit, Bukan Cuma Ilmu

Ia juga menyoroti bahwa spiritualitas menjadi elemen vital kepemimpinan mahasiswa di masa depan. Pengetahuan, menurutnya, hanyalah satu sisi koin.

“Spiritualitas memainkan peran penting dengan membentuk nilai, etika, dan karakter yang kuat. Pengetahuan saja tidak cukup, karena kepemimpinan yang efektif membutuhkan kombinasi pengetahuan, keterampilan, dan spiritualitas untuk membangun hubungan positif dan membuat keputusan yang bijak,” ungkapnya.

Dakwah Kampus, Garda Depan Kebangkitan Umat

Di akhir, Ustadz Putra menegaskan bahwa dakwah kampus bukan sekadar ruang ceramah, tetapi benteng pengkaderan umat. Di tangan mahasiswa, dakwah harus berwajah kritis, sadar sosial, membangun jaringan kolaborasi, dan mempersiapkan kader berintegritas.

Perwakilan LAZ Nurul Hayat, mahasiswa, dan jamaah Masjid Nurul Iman tampak berbaur khusyuk menyimak materi kajian.

“Dakwah kampus dapat menjadi garda depan kebangkitan umat melalui pengembangan pemikiran kritis, kesadaran sosial, jaringan kolaborasi, dan kaderisasi berintegritas,” pungkasnya.

Pesan ini selaras dengan firman Allah ﴿وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى﴾ “…dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan…” (QS. Al-Maidah: 2).

Jamaah akhwat juga hadir memenuhi shaf dalam Tabligh Akbar 1 Muharram, menandai inklusivitas dakwah kampus dan masjid.

Tabligh Akbar 1 Muharram di Universitas Mulia bukan hanya peringatan seremonial, tetapi panggilan untuk berpindah: dari apatis ke peduli, dari wacana ke aksi, dari sekadar ‘mahasiswa aktif’ menjadi agen perubahan yang benar-benar hidup di jalur dakwah dan peradaban.

Humas UM (YMN)

“Debat ini bukan ajang saling menjatuhkan, tapi ruang membangun gagasan dan menunjukkan integritas. Inilah proses lahirnya pemimpin muda yang siap merangkul, bukan memecah.”
Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si., Rektor Universitas Mulia

Humas Universitas Mulia, 26 Juni 2025 – Suasana semangat dan antusiasme mewarnai gelaran debat Calon Presiden Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Mulia, sebuah forum yang tidak hanya menjadi bagian dari tahapan Pemira, tetapi juga menjadi cermin hidupnya budaya demokrasi di lingkungan kampus.

Para pimpinan Universitas Mulia, dosen pembina kemahasiswaan, panitia Pemira, para calon Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa, serta ratusan mahasiswa menyanyikan lagu Indonesia Raya pada seremonial pembukaan debat Presma.

Dalam sambutannya, Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si., menegaskan bahwa debat ini merupakan ajang strategis dalam membentuk karakter dan kapasitas kepemimpinan mahasiswa.

“Debat ini bukan sekadar formalitas, tetapi perwujudan konkret dari demokrasi kampus—tempat di mana gagasan diuji, visi diuji, dan integritas diperlihatkan,” ujarnya di hadapan para pimpinan universitas, dosen pembina kemahasiswaan, panitia Pemira, para calon presiden dan wakil presiden mahasiswa, serta ratusan mahasiswa yang hadir.

Menurut Rektor, forum debat semacam ini bukan hanya melatih keberanian berbicara, tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur pendidikan tinggi seperti kebebasan berpendapat, penghargaan terhadap keberagaman pandangan, dan keberanian menyampaikan kebenaran secara santun. Hal ini sejalan dengan semangat Universitas Mulia yang mengusung technopreneurship dan keunggulan karakter sebagai pilar utama pembelajaran.

Ratusan mahasiswa Universitas Mulia dengan antusias mengikuti jalannya debat calon Presiden Mahasiswa di Ballroom Cheng Hoo Universitas Mulia.

Kepada para kandidat, Rektor menyampaikan pesan moral yang kuat agar debat dijadikan ajang membangun gagasan, bukan saling menjatuhkan.

“Gunakan kesempatan ini untuk membangun narasi kebaikan dan kolaborasi. Tunjukkan bahwa Anda siap memimpin dengan gagasan, bukan sekadar jargon,” tegasnya.

Tak kalah penting, Rektor juga mengajak seluruh mahasiswa untuk aktif terlibat dalam proses demokrasi kampus ini. Ia mendorong mahasiswa menjadi pemilih cerdas yang menilai calon berdasarkan visi, integritas, dan kesiapan memimpin. “Sebab kualitas BEM ke depan adalah cerminan dari pilihan kita hari ini,” tandasnya.

Para calon Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa berpose bersama usai sesi debat, menunjukkan semangat sportivitas dan kolaborasi.

Debat ini menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran kepemimpinan mahasiswa yang kontekstual, membumi, dan relevan dengan tantangan zaman. Bagi Universitas Mulia, setiap forum seperti ini adalah bagian dari ruang tempa—menyiapkan generasi muda yang intelektual, berintegritas, dan siap bersaing di kancah global.

Kegiatan debat ditutup dengan semangat persatuan dan harapan bahwa siapa pun yang terpilih nantinya, akan menjadi pemimpin yang mampu merangkul, membangun, dan memajukan mahasiswa Universitas Mulia secara kolektif.

Humas UM (YMN)

Humas Universitas Mulia, 26 Juni 2025 — Debat calon Presiden Mahasiswa (Presma) yang digelar di Universitas Mulia tidak hanya menjadi ajang tahunan dalam rangkaian Pemilihan Raya (Pemira), tetapi telah menjelma menjadi ruang pembelajaran demokrasi substantif. Hal ini ditegaskan oleh Bapak Riski Zulkarnain, S.Pd., M.Pd., Kepala Bagian Kemahasiswaan dan Alumni , yang dimintai keterangan dalam rangka penguatan perspektif akademik terhadap kegiatan tersebut.

Suasana khidmat saat berlangsungnya seremonial pembukaan rangkaian kegiatan Pemilihan Raya Presiden Mahasiswa Universitas Mulia.

“Debat calon presiden mahasiswa merupakan laboratorium demokrasi yang sangat berharga di perguruan tinggi. Ini bukan sekadar ritual tahunan, melainkan proses pembelajaran yang mengajarkan kompetisi gagasan, transparansi, dan akuntabilitas publik,” ujarnya.

Menguji Gagasan, Melatih Kepemimpinan Intelektual

Menurut Riski, kualitas debat juga menjadi refleksi langsung dari proses pendidikan yang dijalankan universitas. Saat para kandidat mampu menyampaikan visi yang terstruktur, menawarkan solusi berbasis data, dan merespons pertanyaan dengan kedalaman analisis, saat itulah nalar kritis dan kepemimpinan intelektual mahasiswa benar-benar diuji.

Para mahasiswa menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dengan penuh semangat pada pembukaan resmi debat calon Presiden Mahasiswa.

“Kepemimpinan intelektual tercermin dari kemampuan mengintegrasikan teori dengan praktik serta menghadirkan inovasi yang kontekstual,” imbuhnya.

Nilai-Nilai Demokrasi dan Ukuran Debat Berkualitas

Riski menekankan bahwa Pemira seharusnya menjadi wahana penanaman nilai-nilai utama: integritas, transparansi, inklusivitas, kolaborasi, serta orientasi terhadap kepentingan bersama. Ia juga menambahkan bahwa indikator debat berkualitas tidak hanya ditentukan oleh kemampuan retorika, tetapi lebih pada kedalaman substansi, respons kritis, serta konsistensi antara visi dan program kerja.

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terdapat peningkatan dalam hal penguasaan data dan pendekatan berbasis bukti (evidence-based). Meski begitu, peningkatan keberanian dalam mengambil posisi yang benar walau tidak populer tetap menjadi catatan penting.

Lagu Mars Universitas Mulia menggema di ruang acara, dinyanyikan secara serempak sebagai bentuk kebanggaan dan semangat sivitas akademika.

Menata Format, Menembus Isu Nasional

Riski juga mengusulkan penyegaran pada format debat. Selain tanya jawab antar kandidat, penting untuk melibatkan audiens dan menguji kandidat dalam simulasi kasus nyata. Ia juga mendorong agar isu-isu yang diangkat melampaui urusan internal kampus, termasuk keterlibatan BEM dalam isu nasional dan global yang relevan dengan mahasiswa.

Para pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa berpose bersama menjelang pemilihan, siap mengadu gagasan dan visi untuk kepemimpinan mahasiswa.

Presma sebagai Representasi dan Mitra Kritis

Menanggapi posisi strategis Presiden Mahasiswa, ia menyatakan bahwa pemimpin mahasiswa harus mampu memainkan dua peran sekaligus: menjadi representasi mahasiswa dan menjadi mitra kritis institusi.

“Presma adalah tangan kanan untuk kepentingan birokrasi dan tangan kiri untuk kepentingan mahasiswa. Komunikasi terbuka dan berbasis data menjadi kunci sinergi yang sehat,” jelasnya.

Sejumlah mahasiswa berfoto bersama menjelang pelaksanaan Pemira, menandai partisipasi aktif mereka dalam pesta demokrasi kampus.

Menjawab Tantangan Era Digital

Dalam menghadapi tantangan era digital, calon pemimpin mahasiswa dituntut memiliki literasi digital yang tinggi dan kemampuan membangun dialog konstruktif di ruang maya. Debat juga menjadi sarana untuk melatih sensitivitas terhadap isu disinformasi dan polarisasi opini.

BEM sebagai Katalis Akademik dan Sosial

Lebih lanjut, Riski juga menekankan bahwa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) harus menjadi katalis ekosistem akademik yang sehat. Ini mencakup mendorong budaya riset, menjembatani dunia industri, hingga melibatkan mahasiswa dalam kerja sosial yang bermakna.

“Demokrasi kampus jangan berhenti sebagai ritual administratif, tapi menjadi ruang pembelajaran sosial yang mengakar dan membangun,” katanya.

Menuju Pemira yang Substantif dan Rasional

Untuk menjauhkan Pemira dari jebakan politik identitas dan popularitas semu, pihak WR III menyiapkan mekanisme seleksi berbasis visi, rekam jejak akademik, serta kapasitas kepemimpinan nyata. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh melalui pendekatan 360 derajat.

Membentuk Pemimpin Masa Depan

Universitas Mulia tengah mengembangkan Leadership Development Pipeline, mencakup pelatihan, mentoring alumni, hingga pengiriman mahasiswa ke forum kepemimpinan nasional dan internasional. Tujuannya jelas: melahirkan pemimpin yang tidak hanya siap saat Pemira, tapi matang secara berkelanjutan.

Humas UM (YMN)

“Jika Indonesia ingin menjadi emas di 2045, maka mahasiswa harus menjadi bara yang menyalakan obor perubahan sejak sekarang.”— Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP

Humas Universitas Mulia, 18 Juni 2025 – Dalam Seminar Nasional yang menjadi bagian dari Kongres BEM Se-Kalimantan XII, Anggota DPR RI Dapil Kalimantan Timur sekaligus Ketua Komisi X, Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP, menyampaikan gagasan strategis tentang pentingnya pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul sebagai fondasi utama menyongsong Indonesia Emas 2045.

Dalam paparannya yang berjudul “Membangun SDM Unggul Melalui Pendidikan”, Hetifah menekankan bahwa investasi terbaik bagi bangsa adalah membangun manusia yang berkarakter, adaptif, dan kontributif.

“Indonesia tidak akan sampai pada cita-cita Emas 2045 tanpa pendidikan yang inklusif, berkualitas, dan merata. Mahasiswa hari ini harus menjadi aktor utama dalam transformasi itu,” ujar Hetifah di hadapan ratusan peserta dari berbagai perguruan tinggi se-Kalimantan.

Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP berdialog dengan para peserta Kongres BEM Se-Kalimantan XII di Universitas Mulia. Dalam sesi ini, Hetifah menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan keberanian mahasiswa menjadi katalis perubahan.

Tantangan Nyata Dunia Pendidikan

Hetifah memaparkan sejumlah tantangan besar yang masih membayangi dunia pendidikan di Indonesia, antara lain:

  • Kesenjangan kualitas antara daerah kota dan desa
  • Ketimpangan akses pendidikan
  • Minimnya literasi teknologi dan kepemimpinan partisipatif di kalangan muda

“Disparitas pendidikan ini bukan hanya soal infrastruktur, tapi juga soal kompetensi tenaga pendidik, kurikulum yang belum kontekstual, serta budaya belajar yang belum merata,” tambahnya.

Mahasiswa Harus Jadi Katalis Perubahan

Dalam paparan visionernya, Hetifah mendorong mahasiswa untuk mengembangkan enam kompetensi utama:

  1. Problem solving kontekstual
  2. Kolaborasi lintas sektor
  3. Kewirausahaan sosial
  4. Literasi digital dan teknologi terapan
  5. Komunikasi dan kepemimpinan partisipatoris
  6. Adaptabilitas dan resiliensi sosial

Menurutnya, kompetensi-kompetensi ini bukan hanya penting untuk menghadapi dunia kerja, tapi juga untuk menjawab tantangan sosial di akar rumput.

Dengan penuh semangat, Hetifah menyampaikan materi bertajuk “Membangun SDM Unggul Menuju Indonesia Emas 2045” dalam Seminar Nasional BEM Se-Kalimantan. Ia menyoroti urgensi pendidikan yang inklusif dan adaptif terhadap tantangan zaman.

Revisi UU Sisdiknas: Jalan Menuju Sistem Pendidikan Masa Depan

Hetifah juga menginformasikan bahwa saat ini Komisi X DPR RI tengah menyusun Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). RUU ini diharapkan menjadi terobosan legislatif dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil, fleksibel, dan tanggap terhadap kebutuhan zaman.

“RUU Sisdiknas ini bukan sekadar reformasi regulasi, tapi juga bentuk tanggung jawab negara untuk menyiapkan generasi emas yang kompetitif secara global,” ujarnya tegas.

Mahasiswa, DPR, dan Masa Depan Bangsa

Di akhir paparannya, Hetifah mengajak mahasiswa untuk menjalin sinergi strategis dengan para pemangku kebijakan.

“Perubahan tidak datang dari ruang tunggu. Mari bersama-sama, mahasiswa dan legislator, menyusun peta jalan menuju Indonesia yang inklusif, maju, dan berdaya,” tutup Hetifah yang juga aktif sebagai Ketua Umum KPPG dan anggota Majelis Wali Amanat UPI.

Humas UM (YMN)

 

 

WR III Bidang kemahasiswaan dan Alumni Universitas Mulia, Sumardi, S.Kom., M.Kom., paparkan urgensi budaya dan etika bermedia sosial dalam era digital yang penuh tantangan

Humas Universitas Mulia, 26 Mei 2025 Dalam kegiatan Sosialisasi Kinerja Kepolisian bertema “Sinergitas Kepolisian dan Perguruan Tinggi dalam Bijak Bermedia Sosial” yang digelar di Ballroom Cheng Hoo Universitas Mulia pada Senin, 26 Mei 2025, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Sumardi, S.Kom., M.Kom., turut tampil sebagai narasumber yang menyampaikan pemaparan bertajuk “Budaya dan Etika Digital Media Sosial.”

Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Mulia, Sumardi, S.Kom., M.Kom., saat memaparkan materi bertema Budaya dan Etika Digital Media Sosial dalam kegiatan Sosialisasi Kinerja Kepolisian, Senin (26/5/2025).

Dalam paparannya, Sumardi menekankan bahwa media sosial merupakan ruang publik baru yang membuka peluang besar bagi siapa saja untuk menyuarakan opini dan memperoleh informasi. Namun, ia juga mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi di dunia maya tidaklah tanpa batas.

“Kebebasan berbicara, baik di dunia nyata maupun dunia maya, adalah hak asasi manusia yang dijamin konstitusi dan hukum internasional. Namun, hak tersebut harus disertai tanggung jawab dan tidak boleh melanggar hak orang lain maupun merusak ketertiban umum,” tegas Sumardi.

Mengutip Pasal 19 dan Pasal 20 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Sumardi menekankan pentingnya masyarakat, khususnya generasi muda, untuk memahami batasan hukum dan etika dalam menggunakan media sosial.

Para peserta tampak khusyuk memanjatkan doa bersama sesaat sebelum kegiatan Sosialisasi Kinerja Kepolisian dimulai di Ballroom Gedung Cheng Hoo Universitas Mulia.

Ia juga menggarisbawahi fenomena “digital native”, yakni generasi yang lahir dan tumbuh dalam ekosistem digital. Generasi ini sangat akrab dengan teknologi dan media sosial, namun belum tentu memiliki literasi digital yang memadai.

“Remaja hari ini sangat fasih menggunakan teknologi, tetapi belum tentu memahami dampak sosial dan etika dari setiap tindakan digital mereka. Maka dari itu, penting bagi kita untuk menginternalisasi nilai-nilai budaya dan etika dalam aktivitas daring,” tambahnya.

Dalam presentasinya, Sumardi juga menguraikan beberapa advantage dan disadvantage dari media sosial. Di satu sisi, media sosial mampu meningkatkan konektivitas, edukasi, dan solidaritas sosial. Namun di sisi lain, ia juga dapat memicu masalah serius seperti perundungan siber (cyberbullying), penipuan digital, adiksi, hingga kerusakan reputasi pribadi.

Materi juga menampilkan The Ten Commandments of Computer Ethics, prinsip-prinsip moral dalam penggunaan teknologi informasi yang mencakup larangan menyebarkan hoaks, menghormati hak cipta, menjaga privasi, serta menghindari perilaku manipulatif dan tidak bertanggung jawab di ruang digital.

Suasana kegiatan Sosialisasi Kinerja Kepolisian yang berlangsung hangat dan interaktif, dengan dihadiri oleh sivitas akademika Universitas Mulia dan jajaran Kepolisian Daerah Kalimantan Timur.

Sebagai penutup, Sumardi mendorong mahasiswa Universitas Mulia untuk tidak hanya menjadi pengguna pasif media sosial, tetapi juga menjadi agen literasi digital yang mampu membedakan antara opini dan fakta, serta menjaga etika dan martabat dalam setiap interaksi daring.

“Jadilah netizen yang bahagia, yang menghargai nilai-nilai, sopan santun, dan berkontribusi positif dalam dunia digital,” pungkasnya.

Dengan penyampaian yang penuh semangat dan berbasis data, kehadiran Sumardi dalam forum ini memperkuat pesan pentingnya sinergi antara pendidikan tinggi dan aparat penegak hukum dalam membangun budaya digital yang sehat, cerdas, dan beretika.

Humas UM (YMN)