Permasalahan utama bukan semata pada perolehan sarana, melainkan pada bagaimana sarana tersebut dapat diintegrasikan secara menyeluruh ke dalam struktur kurikulum sehingga secara efektif memperkuat pencapaian kompetensi lulusan.”
— Wisnu Hera Pamungkas, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi Universitas Mulia

Balikpapan, 11 Agustus 2025 – Program Penguatan Perguruan Tinggi Swasta (PP-PTS) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menjadi salah satu instrumen utama untuk memperkuat kapasitas akademik dan sarana prasarana perguruan tinggi swasta di Indonesia. Tahun ini, Universitas Mulia (UM) memperoleh hibah hampir setengah miliar rupiah untuk mendukung dua program studi kunci: Farmasi dan Teknologi Informasi.

Namun, seperti ditegaskan oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi UM, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng., keberhasilan pemanfaatan hibah ini lebih dari sekadar angka dana dan peralatan canggih. “Tantangan terbesar bukan hanya mendapatkan peralatan, tetapi bagaimana kita bisa mengintegrasikannya secara penuh ke dalam kurikulum dan memastikan fasilitas ini memperkuat capaian pembelajaran lulusan secara nyata,” ujarnya tegas.

Menerjemahkan Hibah ke Dalam Capaian Pembelajaran

Wisnu menjelaskan, Program Studi Farmasi menerima perangkat laboratorium senilai lebih dari Rp300 juta, termasuk furnace dan hematology analyzer. “Kami harus memastikan bahwa perangkat ini tidak hanya jadi pajangan di laboratorium, melainkan menjadi bagian integral dari RPS dan modul praktikum yang berbasis Outcome Based Education (OBE). Ini juga berarti kami memasukkan prinsip Green Pharmacy dan pharmapreneurship—agar mahasiswa tidak hanya paham teknis, tapi juga sadar akan aspek keberlanjutan dan inovasi kewirausahaan farmasi,” jelasnya.

Di sisi lain, pada Program Studi Teknologi Informasi, pergeseran paradigma praktikum menjadi fokus utama. “Sebelumnya, praktikum lebih banyak bersifat simulasi. Sekarang, dengan keberadaan sandbox lab, mahasiswa bisa langsung berpraktik melakukan simulasi serangan siber, konfigurasi jaringan, hingga deployment cloud nyata. Ini menuntut dosen menyiapkan skenario pembelajaran berbasis proyek yang kompleks dan relevan dengan kebutuhan industri,” tambah Wisnu.

Hibah Sebagai Pemantik Reformasi Kurikulum dan Metode

Hibah PP-PTS bukan sekadar sarana pengadaan peralatan, melainkan pemicu pembaruan kurikulum dan metode pembelajaran. “Di Farmasi, kami akan melakukan revisi RPS dan menambah modul praktikum yang sejalan dengan standar industri farmasi yang terus berkembang,” katanya. “Sedangkan di Teknologi Informasi, perangkat sandbox lab memungkinkan mahasiswa mengakses teknologi terkini dan belajar melalui project-based learning yang menekankan keterampilan aplikatif.”

Dengan pendekatan ini, Universitas Mulia mencoba menjawab kebutuhan zaman yang menuntut lulusan tidak hanya menguasai teori, tetapi juga mampu mengimplementasikan dalam konteks nyata.

Pengawasan Mutu dari Log Book Hingga Evaluasi Capaian Kompetensi

Memastikan fasilitas hibah tidak menjadi simbol semata, UM menerapkan mekanisme monitoring dan evaluasi (monev) yang berlapis. “Kami mulai dari pencatatan penggunaan alat oleh dosen dan laboran lewat log book, survei kepuasan dosen dan mahasiswa, hingga evaluasi capaian kompetensi mata kuliah. Indikator keberhasilan seperti jumlah revisi RPS dan persentase capaian CPL sudah kami tetapkan sejak proposal hibah,” terang Wisnu.

Hal ini menunjukkan komitmen UM untuk menjadikan hibah sebagai investasi nyata dalam kualitas pembelajaran, bukan sekadar pemenuhan administratif.

Meningkatkan Kompetensi Dosen sebagai Kunci Keberhasilan

Dosen dan laboran mendapat perhatian khusus dalam peningkatan kompetensi teknis. “Pelatihan teknis sudah kami rancang agar mereka bukan hanya operator alat, tetapi mampu mengintegrasikan teknologi ini dalam pembelajaran berbasis kasus dan proyek,” kata Wisnu. Di Farmasi, pelatihan fokus pada pengoperasian furnace dan mikroskop trinokuler dengan kamera, serta menggabungkannya dalam modul Problem-Based Learning. Di TI, pelatihan meliputi pengoperasian perangkat keras jaringan, server, dan sandbox lab dengan pengembangan skenario pengajaran berbasis kasus nyata.

Menurut Wisnu, “Keberhasilan fasilitas hibah sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia yang mengelolanya dan mengoptimalkannya dalam proses belajar mengajar.”

Fasilitas sebagai ‘Living Laboratory’

UM mengambil langkah inovatif menjadikan fasilitas hibah sebagai living laboratory yang melibatkan mahasiswa secara aktif. “Mahasiswa Farmasi akan dilibatkan dalam proyek inovasi produk berbasis bahan alam dari tahap standarisasi hingga uji keamanan,” jelas Wisnu. “Sementara mahasiswa TI akan mengerjakan proyek keamanan siber, konfigurasi jaringan, dan eksperimen cloud computing dalam skenario nyata.”

Melalui berbagai mekanisme seperti tugas proyek, capstone project, dan kompetisi, fasilitas ini diharapkan menjadi ruang eksplorasi dan inovasi mahasiswa, bukan hanya alat bantu pengajaran.

(YMN)

“Hibah ini bukan sekadar penghargaan, melainkan amanah yang meneguhkan peran Universitas Mulia sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan kemanfaatan publik. Dengan semangat kolaborasi dan dedikasi tanpa henti, kita akan memastikan bahwa setiap riset, inovasi, dan pengabdian masyarakat yang lahir dari kampus ini menjadi cahaya yang menerangi kemajuan bangsa dan peradaban,”—Prof.  Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si.

 

Balikpapan, 11 Agustus 2025 – Universitas Mulia (UM) berhasil lolos seleksi Program Penguatan Perguruan Tinggi Swasta (PP-PTS) tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Melalui program ini, UM menerima hibah untuk dua program studi, yaitu S1 Farmasi dan S1 Teknologi Informasi.

“Hibah ini bukan sekadar bantuan peralatan,” ujar Prof. Ahsin, “tetapi katalis percepatan transformasi menuju visi 2045 sebagai perguruan tinggi berbasis technopreneurship yang unggul dalam IPTEK. Dengan dukungan fasilitas modern, kami dapat memperkuat ekosistem pembelajaran, riset terapan, dan kolaborasi internasional, sekaligus meningkatkan daya saing lulusan, kapasitas dosen, serta reputasi institusi di mata publik dan mitra strategis.”

Menurutnya, setelah hibah ini diterima, UM harus berperan sebagai penggerak peningkatan mutu pendidikan tinggi. “Fasilitas ini harus dimanfaatkan untuk memperkuat OBE, pembelajaran digital, dan layanan akademik,” tegasnya. “Kami juga ingin UM menjadi mitra strategis pemerintah dalam pemerataan akses pendidikan bermutu yang mendukung Indonesia Emas 2045, sekaligus menjadi pusat inovasi dan kolaborasi multipihak.”

Prof. Ahsin menambahkan, pemanfaatan hibah perlu dirancang agar berkelanjutan. “Fasilitas ini harus diintegrasikan ke dalam kurikulum berbasis OBE, dosen dilatih agar optimal memanfaatkannya, lalu dilakukan monitoring dan evaluasi berkala. Kami juga mendorong kolaborasi lintas program studi, dan mengukur dampaknya lewat tracer study serta evaluasi keterampilan lulusan,” jelasnya.

Ia menilai hibah PP-PTS 2025 selaras dengan roadmap universitas. “Ini mendukung percepatan fase Teaching University dalam lima tahun ke depan, sekaligus menjadi fondasi transisi ke Research & Technopreneurship University dalam sepuluh tahun, sehingga target visi 2045 bisa dicapai lebih cepat dan terukur.”

Terkait strategi eksternal, Prof. Ahsin menyampaikan, “Kami ingin memperluas eksposur akademik UM melalui publikasi capaian dan inovasi di media nasional dan internasional, membangun kemitraan strategis dengan perguruan tinggi dan industri global, serta menginisiasi program unggulan seperti riset kolaboratif, pertukaran dosen-mahasiswa, dan konferensi internasional.”

Tentang target berikutnya, ia menjelaskan, “Milestone besar setelah ini adalah meraih akreditasi institusi ‘Unggul’ BAN-PT, memperoleh sertifikasi internasional untuk program studi prioritas, membangun pusat riset dan inovasi technopreneurship berskala nasional, serta menjalin kemitraan global yang menghasilkan program pertukaran, riset bersama, dan publikasi bereputasi tinggi.”

Prof. Ahsin juga memberi pesan langsung kepada mahasiswa. “Hibah ini adalah investasi nyata untuk masa depan kalian. Fasilitas dan teknologi yang dihadirkan akan membuat proses belajar lebih modern, interaktif, dan relevan dengan kebutuhan dunia kerja global. Mahasiswa akan belajar di lingkungan yang semakin berkualitas, dengan laboratorium dan infrastruktur canggih yang membuka peluang riset, inovasi, dan kolaborasi internasional. Bagi calon mahasiswa, ini bukti bahwa UM terus berkembang dan berkomitmen mempersiapkan lulusan kompeten, berdaya saing tinggi, dan siap menjadi bagian dari generasi Indonesia Emas 2045.”

Menutup wawancara, ia menegaskan, “Perlu ada target terukur seperti peningkatan publikasi di jurnal bereputasi, lahirnya paten dan prototipe inovatif, serta prestasi mahasiswa di tingkat nasional dan internasional. Hibah ini membuktikan pentingnya keberanian berinovasi, konsistensi menjaga mutu, dan kesiapan tata kelola. Semua PTS sebaiknya menjadikan setiap dukungan, termasuk hibah, sebagai pemicu transformasi berkelanjutan.”

(YMN)

Humas Universitas Mulia, 5 Agustus 2025 — Pelantikan kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berlangsung di Ballroom Cheng Hoo tidak sekadar menjadi peristiwa administratif yang berlangsung dalam balutan protokoler. Di balik formalitas itu, tersirat dimulainya fase baru peran kepemimpinan mahasiswa sebagai elemen penggerak dalam dinamika kehidupan kampus. Simbolisasi penyerahan Surat Keputusan (SK) bukan hanya representasi struktur organisasi, tetapi juga peneguhan mandat moral dan tanggung jawab kolektif yang akan dijalankan sepanjang masa bakti ke depan.

Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si., menyampaikan sambutan inspiratif yang menekankan pentingnya kepemimpinan mahasiswa sebagai agen perubahan di tengah dinamika zaman.

Kepengurusan mahasiswa kali ini tidak berdiri sendiri. Di balik struktur organisasi yang baru dilantik, ada peran penting para dosen pembina yang akan menjadi mitra sekaligus kompas arah gerak setiap unit. Sinergi antara mahasiswa dan dosen inilah yang diharapkan dapat memperkuat iklim organisasi yang sehat, inklusif, dan berorientasi pada pengembangan karakter serta potensi individu.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Sumardi, S.Kom., M.Kom., menegaskan komitmen kampus dalam mendampingi tumbuhnya semangat organisasi dan kolaborasi antar-BEM, HIMA, UKM, Dosen dan Kampus.

Adapun 13 Unit Kegiatan Mahasiswa dari beragam bidang minat dan keahlian yang turut dilantik bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) untuk masa jabatan 2025–2026, berikut nama-nama pembina yang mendampingi masing-masing UKM:

  • UKM Musik – Drs. Suprijadi, M.Pd.
  • UKM Paduan Suara – Yustian Servanda, S.Kom., M.Kom
  • UKM Tari – Lisda Agustina, S.Ag., M.Pd.
  • UKM Bola Voli – Isnawati, S.H., M.H.
  • UKM Badminton – Yeyen Dwi Atma, S.Kom., M.Kom.
  • UKM E-Sport – Zona Septa Pratama, S.Kom.
  • UKM English Club – Riski Zulkarnain, S.Pd., M.Pd.
  • UKM GDSC (Google Developer Student Club) – Nasruddin Bin Idris, S.Kom., M.Kom.
  • UKM Robotic / DIC (Digital Innovation Club) – Muhammad Safi’i, S.Kom., M.Kom.
  • UKM Broadcasting dan Film – Hasnawi, S.Kom.
  • UKM Mishubunken (Bahasa Jepang) – Wury Damayantie, S.Farm., M.Farm.
  • UKM Al-Izzah – Isa Rosita, S.Kom., M.Cs. & Wahyu Nur Alimyaningtias, S.Kom., M.Kom.
  • UKM PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen) – Isti Prabawani, S.E.

Rektor Universitas Mulia menyerahkan SK kepengurusan BEM 2025–2026 secara simbolis, disaksikan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan sebagai bentuk dukungan penuh terhadap regenerasi kepemimpinan mahasiswa.

Melihat daftar ini, jelas bahwa kehidupan kampus di Universitas Mulia bukan hanya tentang indeks prestasi dan ujian akhir semester, tetapi juga ruang tumbuh untuk hasrat berekspresi, berkolaborasi, dan mengorganisasi diri.

Rektor, “Jangan Cuma Pandai Bicara, Tapi Punya Arah dan Etika”.

Di hadapan seluruh peserta, Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si., menyampaikan pandangan yang tidak bersifat seremonial belaka, melainkan sarat dengan visi strategis dan dorongan etis yang membumi. Dalam orasinya, beliau tidak memosisikan mahasiswa sekadar sebagai objek atau penerima manfaat dari sistem pendidikan tinggi, melainkan sebagai subjek aktif—aktor strategis yang memiliki peran signifikan dalam mengarahkan haluan institusi menuju masa depan yang berorientasi pada kemajuan ilmu pengetahuan, pengabdian, dan kemanusiaan. Dengan narasi yang lugas dan reflektif, beliau mengajak seluruh sivitas untuk memahami bahwa kampus adalah ekosistem kolaboratif yang hanya dapat berkembang jika digerakkan bersama, bukan sekadar dijalani.

Satu per satu pengurus UKM menerima SK Kepengurusan baru, menandai dimulainya amanah baru dalam menghidupkan dinamika kehidupan mahasiswa di kampus Universitas Mulia.

 “Hakikat kepemimpinan tidak terletak pada volume suara atau gaya komunikasi, melainkan pada keberanian mengambil keputusan yang benar dan bertanggung jawab, meskipun keputusan tersebut tidak selalu mendapat dukungan mayoritas,” tegas Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si.

Momentum pelantikan tidak hanya menjadi simbol formal, tetapi juga titik awal lahirnya semangat baru bagi para pengurus UKM Universitas Mulia untuk berkarya dan berinovasi di bidangnya masing-masing.

Bagi Rektor, BEM bukan hanya struktur organisasi, tapi instrumen budaya yang bisa menggerakkan cara berpikir kolektif mahasiswa ke arah yang lebih reflektif, kritis, namun tetap produktif. Ia juga menegaskan agar BEM menjadi bagian dari ekosistem technopreneurship kampus—sebuah konsep yang bukan hanya tren, tapi kebutuhan zaman.

Wakil Rektor, “Satu Tahun Itu Terlalu Singkat”

Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Sumardi, S.Kom., M.Kom., dengan nada jujur menyampaikan kegelisahannya,  masa jabatan satu tahun untuk BEM terasa seperti lomba lari yang dibatasi waktu terlalu singkat.

“Belum sempat lari kencang, sudah harus berhenti. Tapi kami juga terikat AD/ART. Kalau bisa, ke depan masa jabatan ini diperpanjang menjadi dua tahun,” tegasnya.

Ia juga tak menutupi kenyataan bahwa sinergi antar organisasi mahasiswa masih lemah. Bahkan soal fasilitas olahraga pun ia soroti dengan nada getir:

 “Kadang kami sedih, baru disiapkan fasilitasnya, sudah pindah lagi karena pembangunan. Kita perlu stabilitas, bukan sekadar improvisasi darurat.”

Tiga hal ia tekankan secara gamblang kepada kepengurusan baru:

  1. Bangun kolaborasi, bukan kompetisi kosong.
  2. Susun program yang terasa dampaknya, bukan hanya ramai di laporan.
  3. Bersuara dengan data, bukan sekadar asumsi dan emosi.

Pesan-pesan ini bukan basa-basi birokratik. Ia menggambarkan lanskap nyata tentang bagaimana organisasi mahasiswa bisa—atau gagal—menjadi representasi suara kampus.

 Ruang Tumbuh, Bukan Sekadar Jabatan

Momentum pelantikan ini bukan hanya tentang siapa duduk di mana dan berkuasa atas apa. Ia adalah kesempatan untuk menata ulang cara pandang kita terhadap organisasi kemahasiswaan. Bahwa menjadi ketua bukan soal gaya bicara di depan mic, tapi soal tanggung jawab atas arah gerak kolektif.

Kampus ini tidak butuh pahlawan tunggal. Ia butuh ekosistem yang saling percaya dan saling dorong maju. Di tengah era digital yang penuh distraksi, organisasi mahasiswa menjadi ruang langka untuk belajar fokus, bertahan, dan menyusun langkah berdasarkan kenyataan.

Dengan pelantikan ini, Universitas Mulia memperkuat posisinya sebagai kampus technopreneur yang tidak hanya mencetak sarjana unggul, tetapi juga pemimpin masa depan yang siap berkontribusi bagi bangsa.

Humas UM (YMN)

Humas Universitas Mulia, 2 Agustus 2025 Rabu, 30 Juli 2025, bukan sekadar tanggal dalam kalender akademik Universitas Mulia. Di ruang Townhall Hotel Midtown Express, berlangsung diskusi yang mengguncang cara berpikir lama tentang pembelajaran di perguruan tinggi. Prof. Dr. Lambang Subagiyo hadir bukan hanya sebagai narasumber, tapi sebagai pembuka jalan: membawa pendekatan design thinking yang selama ini akrab di dunia startup, ke dalam ranah mata kuliah wajib kurikulum (MKWK) seperti Pancasila, Kewarganegaraan, Agama, dan Bahasa Indonesia.

Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I., bersama Pramudya Prima Insan Prayitno, S.Kom., M.Kom—keduanya dosen MKU—tengah menyusun ulang RPS dengan pendekatan integratif berbasis OBE, PBL, PjBL, dan Design Thinking sebagai bagian dari upaya transformasi pembelajaran di Universitas Mulia.

Alih-alih mengulang narasi lama tentang pentingnya pendidikan karakter, Prof. Lambang memulai dengan sebuah pertanyaan mengusik: “Mengapa mahasiswa bisa cerdas secara teknologi, tapi gamang secara moral dan kebangsaan?” Pertanyaan itu menghantar para dosen MKWK dan MKU pada satu kesadaran bersama—bahwa metode ceramah dan hafalan tidak lagi memadai untuk menjawab tantangan era super smart society.

Yeyen Dwi Atma, S.Kom., M.Kom., tampak terlibat dalam diskusi intens bersama Prof. Dr. Lambang Subagiyo, membahas strategi integrasi pendekatan OBE, PBL, PjBL, dan Design Thinking ke dalam dokumen RPS.

Dalam paparannya, Prof. Lambang tidak banyak menggunakan jargon. Ia bicara tentang mahasiswa yang kehilangan jati diri karena terlalu lama diajak duduk mendengarkan, tanpa pernah diminta menyelesaikan masalah nyata. Ia menyodorkan design thinking sebagai metode yang menuntut empati, mendorong kreasi, dan memancing keberanian untuk menawarkan solusi.

Kepala Inkubator Bisnis Universitas Mulia, Dr. Linda Fauziyah Ariyani, S.Pd., M.Pd., terlihat tengah merefleksikan ulang pendekatan pembelajaran bisnis berbasis proyek dan solusi, dengan mengadopsi kerangka OBE, PBL, PjBL, dan Design Thinking.

“Kalau kita ingin mahasiswa punya nilai, maka mereka harus belajar dari persoalan yang bernilai,” tegasnya. “Bukan dari soal pilihan ganda, tapi dari isu di sekitar mereka: intoleransi, ujaran kebencian, etika digital, dan krisis moral publik.”

Lisda Agustia, S.Ag., M.Pd., mempresentasikan RPS Mata Kuliah Agama Islam yang telah diperbarui untuk mencerminkan pendekatan OBE, PBL, PjBL, dan Design Thinking sebagai respons terhadap kebutuhan pembelajaran abad ke-21.

Materi beliau membuka cara pandang baru tentang bagaimana MKWK bisa menjadi ruang transformasi, bukan sekadar ruang transmisi pengetahuan. Dengan menekankan proses berpikir kreatif dan kolaboratif, mahasiswa diajak untuk tidak hanya memahami Pancasila sebagai teks, tapi menerjemahkannya dalam aksi nyata—seperti merancang kampanye toleransi digital, membuat video edukasi tentang etika media sosial, atau menyusun solusi atas konflik sosial berbasis nilai-nilai kebangsaan.

Prof. Dr. Lambang Subagiyo terlihat bersemangat menyampaikan materi pada sesi pelatihan, sementara peserta tampak menyimak dengan antusias, mencerminkan suasana intelektual yang hidup dan penuh keterlibatan.

Design Thinking bukan satu-satunya alat yang ia tawarkan. Dalam sesi tersebut, Prof. Lambang juga menegaskan bahwa Outcome Based Education (OBE) adalah fondasi yang tak bisa diabaikan. OBE menuntut bukti nyata dari capaian pembelajaran, bukan sekadar nilai di akhir semester. Karena itu, pendekatan seperti PBL (problem-based learning) dan PjBL (project-based learning) harus diintegrasikan ke dalam MKWK agar mahasiswa tidak hanya “tahu”, tetapi juga “mampu” dan “mau”.

Workshop ini bukan hanya sesi pelatihan teknis. Ia menjadi forum reflektif bagi para dosen yang selama ini berkutat di ruang-ruang kelas dengan bahan ajar klasik. Di akhir sesi, bukan hanya catatan yang dibawa pulang, tapi juga kegelisahan produktif: bagaimana mengajar dengan cara yang membentuk manusia, bukan hanya mengisi kepala.

Humas UM (YMN)

 

Humas Universitas Mulia, 1 Agustus 2025 Di tengah arus perubahan zaman dan tantangan era Revolusi Industri 4.0 serta Society 5.0, pendidikan tinggi dituntut menghadirkan pengalaman belajar yang lebih otentik, kritis, dan solutif. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Lambang Subagiyo dalam Workshop Implementasi OBE, PBL, dan Design Thinking dalam Integrasi Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) yang diselenggarakan Universitas Mulia pada Rabu, 30 Juli 2025 di Ruang Townhall, Midtown Express Hotel, Balikpapan.

Lisda Hermagustina, S.Ag., M.Pd., dosen MK Agama Islam, memimpin lagu kebangsaan Indonesia Raya sebagai dirigen dalam prosesi seremonial pembukaan Workshop OBE, PBL, dan Design Thinking.

Dalam sesi bertajuk “Implementasi Project Based Learning (PjBL), Problem Based Learning (PBL), dan Case Method pada MKWK”, Prof. Lambang menekankan pentingnya transformasi pendekatan pembelajaran dari sekadar penyampaian materi menjadi proses pembentukan karakter berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills).

“Belajar berenang tidak bisa hanya dari membaca buku. Demikian pula mahasiswa, mereka harus belajar langsung dari kasus nyata, bekerja dalam tim, dan menyelesaikan proyek yang kontekstual,” ujar Prof. Lambang mengutip pemikiran John Dewey dan Whitehead sebagai dasar pendekatan learning by doing.

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng., bersama Drs. Suprijadi, M.Pd. Dosen Pengampu MK Pancasila, tampak khusyuk berdoa sebelum acara workshop dimulai sebagai bentuk harapan atas kelancaran kegiatan.

Menurutnya, pembelajaran melalui PBL, PjBL, dan Case Method sangat relevan diterapkan pada MKWK karena tidak hanya membentuk pengetahuan kognitif, tetapi juga sikap, kolaborasi, kreativitas, serta keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah kompleks.

Workshop ini dihadiri oleh dosen-dosen pengampu MKWK dan MKU Universitas Mulia dari berbagai program studi. Mereka diajak untuk menyusun kembali desain pembelajaran berdasarkan prinsip Outcome-Based Education (OBE), yang menempatkan Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) sebagai poros utama desain kurikulum.

Dari kiri ke kanan: Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I., Ketua Panitia Workshop Yeyen Dwi Atma, S.Kom., M.Kom., keynote speaker Prof. Dr. Lambang Subagiyo, dan Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng., berpose bersama usai prosesi penyerahan cinderamata.

Lebih lanjut, Prof. Lambang memaparkan langkah-langkah konkret penerapan metode Project Based Learning dan Problem Based Learning, mulai dari merancang pertanyaan dasar, membentuk tim, menjalankan proyek, menyusun laporan, hingga merefleksikan pengalaman belajar.

“Dengan PjBL dan PBL, mahasiswa dilatih tidak hanya untuk tahu, tetapi untuk bisa berpikir, bertindak, dan mencipta. Ini adalah kompetensi utama di abad 21,” jelasnya.

Salah satu contoh implementasi yang diangkat adalah proyek pencegahan demam berdarah yang melibatkan mahasiswa sebagai pengambil data lapangan dan pencetus solusi berbasis nilai Pancasila. Pembelajaran seperti ini, menurut Prof. Lambang, akan membuat MKWK menjadi lebih bermakna dan berdampak langsung pada masyarakat.

Dari kiri: Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I., Wakil Rektor Bidang Sumber Daya, dan Prof. Dr. Lambang Subagiyo menyanyikan lagu Indonesia Raya dalam prosesi pembukaan Workshop Integrasi OBE, PBL, dan Design Thinking.

Melalui kegiatan ini, Universitas Mulia menegaskan komitmennya dalam membekali dosen dengan pendekatan pedagogis modern yang menumbuhkan pembelajaran aktif, reflektif, dan berorientasi pada dunia nyata.

Humas UM (YMN)

Humas Universitas Mulia, 1 Agustus 2025 — Di tengah derasnya arus digitalisasi global, kesenjangan literasi teknologi di tingkat dasar masih menjadi persoalan krusial. Berangkat dari kenyataan tersebut, sekelompok mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Mulia melaksanakan pelatihan dasar Microsoft Office dan desain grafis berbasis Canva kepada siswa kelas VI di SDN 003 Balikpapan Selatan. Alih-alih sekadar pengabdian formalitas, kegiatan ini menghadirkan pertemuan substansial antara kebutuhan lapangan dan pendekatan pendidikan berbasis problem nyata.

Dosen Pembimbing Lapangan M. Asyharuddin, S.H., M.H., memberikan arahan kepada mahasiswa Universitas Mulia sebelum pelaksanaan program KKN 2025 di Balikpapan Selatan.

Pelatihan ini tidak berdiri di ruang hampa. Ketua kelompok KKN 18, Khusnul Hasanah, menyatakan bahwa tema sosialisasi melek teknologi dipilih sebagai respons terhadap minimnya akses langsung siswa SD terhadap perangkat digital yang selama ini hanya diperkenalkan secara teoritis. “Kami ingin mereka familiar menggunakan teknologi secara positif dan produktif, bukan hanya sebagai penonton pasif perkembangan zaman,” ujarnya.

Pendekatan Pedagogis yang Kontekstual

Kegiatan berlangsung dengan pendekatan pedagogis berbasis pengalaman—gabungan antara demonstrasi langsung, pendampingan individual, dan metode belajar sambil bermain. “Kami tidak hanya mengajar, tapi membangun suasana yang membuat anak-anak nyaman bereksperimen dan tidak takut mencoba,” tutur Khusnul.

Dua mahasiswi KKN UM 2025 berfoto bersama siswa SDN 003 Balikpapan Selatan di sela-sela sesi pelatihan literasi digital.

Respons siswa pun menunjukkan indikator keberhasilan yang menjanjikan. Selain antusias mengikuti setiap sesi, para siswa bahkan mencoba kembali di rumah dengan aplikasi yang telah mereka kenal, terutama Canva dan Microsoft Word. Guru di SDN 003 mengonfirmasi bahwa sebelumnya belum pernah ada pelatihan teknologi semacam ini di sekolah tersebut. “Dampaknya jelas terasa: anak-anak bukan hanya tertarik, tapi juga menunjukkan keberanian untuk mencoba hal baru,” kata salah satu guru.

Mahasiswi KKN bersama beberapa siswa menunjukkan hasil desain grafis yang dibuat menggunakan aplikasi Canva dalam sesi pelatihan kreatif.

Relevansi terhadap Merdeka Belajar dan Profil Pelajar Pancasila

Dosen Pembimbing Lapangan (DPL), M. Asyharuddin, S.H., M.H., menilai kegiatan ini sebagai contoh nyata penerapan prinsip Merdeka Belajar yang tidak berhenti pada jargon. Menurutnya, mahasiswa terlibat secara langsung dalam dinamika sosial masyarakat, mengalami pembelajaran kontekstual, dan menanamkan nilai-nilai kepemimpinan serta empati dalam praktik. “Mereka belajar bukan dari modul, tapi dari kehidupan nyata—ini adalah proses pendidikan karakter yang otentik,” tegasnya.

Seorang mahasiswi KKN Universitas Mulia 2025 tengah membimbing siswa dalam memahami dasar-dasar literasi digital di ruang kelas.

Lebih dari itu, kegiatan ini dinilai relevan dalam membentuk dimensi Profil Pelajar Pancasila, terutama pada aspek kreativitas, bernalar kritis, dan kemampuan beradaptasi. Mahasiswa juga dituntut untuk tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga merancang strategi komunikasi yang sesuai dengan kapasitas kognitif anak-anak usia sekolah dasar.

Bukan Sekadar Pelatihan

Yang menarik, sekolah tempat kegiatan berlangsung menunjukkan komitmen untuk menindaklanjuti inisiatif ini melalui program kokurikuler dan pengenalan coding sebagai bagian dari kurikulum pendamping. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan tersebut bukan sekadar intervensi temporer, melainkan berpotensi menjadi katalisator perubahan jangka panjang.

Para mahasiswi KKN antusias membimbing siswa SDN 003 Balikpapan Selatan dalam praktik desain grafis menggunakan Canva.

Khusnul sendiri menilai pengalaman ini sebagai proses pembelajaran dua arah. “Kami belajar bahwa dengan pendekatan yang tepat, anak-anak cepat tanggap terhadap teknologi. Yang penting bukan canggihnya materi, tapi relevansi dan kesiapan kami dalam membimbing,” ungkapnya.

Beberapa siswa berfoto bersama dua mahasiswi KKN Universitas Mulia usai mengikuti pelatihan teknologi di kelas.

Ketika mahasiswa universitas mampu menyentuh ekosistem pendidikan dasar secara substansial, maka pengabdian masyarakat tidak lagi sekadar memenuhi kewajiban akademik, tetapi bertransformasi menjadi bentuk kepemimpinan transformatif. Dalam konteks ini, Canva dan Microsoft Word bukan lagi sekadar aplikasi—melainkan pintu masuk bagi anak-anak untuk mengenali peran mereka dalam dunia digital yang semakin kompleks.

Humas UM (YMN)

Humas Universitas Mulia, 31 Juli 2025 “Kurikulum bukanlah sekadar template, tetapi sebuah konsep dinamis yang mengarahkan mahasiswa pada pencapaian peran profesionalnya di tengah tantangan Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0.” Demikian penegasan Prof. Dr. Lambang Subagiyo, M.Si., saat menjadi narasumber utama dalam Workshop Integrasi OBE, PBL, dan Design Thinking dalam Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) yang diselenggarakan Rabu, 30 Juli 2025 di Ruang Townhall Midtown Express Hotel, Balikpapan.

Workshop ini dihadiri oleh dosen-dosen pengampu MKWK (Mata Kuliah Wajib kurikulum) dan MKU (Mata Kuliah Umum) Universitas Mulia, sebagai bagian dari upaya peningkatan mutu dan penyelarasan pembelajaran dengan capaian pembelajaran lulusan berbasis Outcome-Based Education (OBE).

Dalam paparannya yang bertajuk “Teknik Menyusun RPS Berbasis OBE”, Prof. Lambang menekankan pentingnya membangun kurikulum yang tidak hanya berorientasi pada penyampaian materi, tetapi pada pencapaian kompetensi lulusan yang relevan dengan kebutuhan zaman.

“RPS itu bukan hanya formalitas. Ia harus berfungsi korektif, preventif, direktif, dan konstruktif. RPS memberi kepastian bahwa mahasiswa mendapatkan pengalaman belajar sebagaimana yang telah dirancang,” jelas Guru Besar yang juga aktif dalam pengembangan kurikulum nasional tersebut.

Mengawali kegiatan dengan kekhidmatan, para peserta workshop mengangkat tangan dalam doa bersama—sebagai refleksi spiritual dan bentuk ikhtiar agar rangkaian pelatihan berlangsung lancar, bermakna, dan penuh keberkahan.

Menurutnya, desain kurikulum yang efektif dimulai dari perumusan peran lulusan di masyarakat, yang kemudian dijabarkan dalam Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL), diturunkan ke dalam mata kuliah dan bobot SKS, lalu diimplementasikan dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS).

Ia juga menekankan bahwa pendekatan OBE bukan hanya menyangkut proses pengajaran (Outcome-Based Learning and Teaching/OBLT), tetapi juga pendekatan penilaian dan evaluasi (Outcome-Based Assessment and Evaluation/OBAE) yang berfokus pada penguasaan capaian pembelajaran oleh mahasiswa.

Ketua Panitia Workshop, Yeyen Dwi Atma, S.Kom., M.Kom., menyerahkan cinderamata kepada narasumber Prof. Dr. Lambang Subagiyo, disaksikan oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng., serta Wakil Rektor Bidang Sumber Daya, Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I.

“Materi yang kita sampaikan belum tentu bisa dikuasai semua mahasiswa, maka tugas dosen adalah merancang pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa mencapai CPL—dengan strategi, metode, dan evaluasi yang sesuai,” tegasnya.

Dengan pendekatan holistik berbasis OBE, dipadukan dengan Problem-Based Learning (PBL) dan Design Thinking, workshop ini menjadi langkah strategis Universitas Mulia dalam menciptakan proses pembelajaran yang kontekstual, aplikatif, dan berpusat pada mahasiswa.

Humas UM (YMN)

Humas Universitas Mulia, 30 Juli 2025 Matakuliah Wajib Kurikulum (MKWK) tidak lagi hanya menjadi wahana penyampaian materi normatif, tetapi harus ditransformasi menjadi arena pendidikan karakter berbasis proyek dan kolaborasi. Hal ini ditegaskan oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi Universitas Mulia, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng., dalam sesi pembukaan workshop integrasi OBE, PBL, dan Design Thinking dalam MKWK yang digelar pada Rabu, 30 Juli 2025 di Ruang Townhall Midtown Express Hotel, Balikpapan.

Dalam paparannya, Wisnu menekankan bahwa MKWK bukan sekadar keharusan administratif dalam kurikulum perguruan tinggi. Sebaliknya, ia adalah fondasi ideologis, etis, dan komunikatif yang harus ditanamkan dengan pendekatan yang relevan dengan konteks zaman. “Substansi kajian MKWK perlu dikembangkan oleh dosen, dengan menggali isu-isu kontemporer seperti kearifan lokal, radikalisme, kesadaran pajak, hingga kesetiaan pada ideologi bangsa,” tegasnya.

Seluruh peserta workshop berdiri menyanyikan Mars Universitas Mulia dalam suasana khidmat saat seremonial pembukaan kegiatan di Ruang Townhall Midtown Express Hotel, Rabu (30/7/2025).

Lebih lanjut, Wisnu menyampaikan bahwa Universitas Mulia telah menata ulang strategi pembelajaran melalui penerapan Outcome-Based Education (OBE) dan Project-Based Learning (PBL). Siklus OBE, menurutnya, mengharuskan penyesuaian materi, metode, asesmen, dan evaluasi berbasis capaian. PBL diposisikan bukan sekadar metode, melainkan filosofi pembelajaran yang menuntut keaktifan, orisinalitas, kolaborasi, dan refleksi mahasiswa.

“Mahasiswa tidak cukup diajarkan teori toleransi, tapi harus menciptakan proyek yang menyuarakan nilai toleransi itu dalam bentuk kreatif dan berdampak,” ujarnya. Ia mencontohkan produk pembelajaran seperti video refleksi, infografis nilai Pancasila, hingga kampanye media sosial tentang kebhinekaan sebagai bentuk konkret integrasi nilai dan proyek.

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng., menyampaikan materi pembuka yang memetakan arah kebijakan pengembangan MKWK di Universitas Mulia.

Selain MKWK yang terdiri dari matakuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia, Wisnu juga menekankan pentingnya penguatan pada Mata Kuliah Universitas seperti Pendidikan Anti Korupsi, Technopreneurship, Bahasa Inggris Bisnis, serta Kuliah Kerja Nyata dan Skripsi yang mendukung praktik nilai di lapangan.

Sesi doa bersama pembukaan workshop berlangsung dalam suasana tenang dan penuh kekhusyukan.

Tak kalah strategis, Wisnu memperkenalkan pentingnya literasi terhadap Generative Artificial Intelligence (GenAI) dalam ekosistem pendidikan tinggi. Menurutnya, GenAI dapat menjadi alat yang memberdayakan atau merusak, tergantung pada cara institusi dan individu mengelolanya. “Universitas harus memandu pemanfaatan GenAI secara etis dan bertanggung jawab, menjaga integritas akademik tanpa menutup peluang inovasi,” tandasnya.

Materi yang disampaikan Wakil Rektor Akademik dan Sistem Informasi ini menjadi landasan penting dalam diskusi-diskusi lanjutan para dosen pengampu MKWK selama workshop berlangsung. Mereka tidak hanya menyusun RPS atau RPL, tetapi juga ditantang untuk menyematkan nilai, menyusun skenario proyek, dan merancang asesmen yang kontekstual, kolaboratif, dan inklusif.

Humas UM (YMN)

Kami mengharapkan para dosen peserta workshop mampu menguasai secara komprehensif konsep OBE, PBL, dan Design Thinking serta implementasinya dalam pembelajaran MKWK, dan selanjutnya dapat merancang instrumen pembelajaran—baik RPS maupun RPP—yang layak dijadikan rujukan atau model bagi rekan pengajar lainnya.”  — Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I., Wakil Rektor Bidang Sumber Daya

Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Universitas Mulia, Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I., memberikan sambutan pembuka sekaligus mewakili Rektor dalam membuka secara resmi kegiatan Workshop Integrasi OBE, PBL, dan Design Thinking dalam MKWK, Rabu (30/7), di Townhall Midtown Express Hotel Balikpapan.

Humas Universitas Mulia, 30 Juli 2025 – Sebuah transformasi senyap sedang berlangsung di balik meja-meja dosen Universitas Mulia. Rabu pagi, 30 Juli 2025, suasana Townhall Midtown Express Hotel berubah menjadi ruang dialektika akademik. Di sanalah puluhan dosen pengampu Matakuliah Wajib Kurikulum (MKWK) dan Matakuliah Umum (MKU) berkumpul, bukan sekadar mendengarkan ceramah, tapi untuk merancang ulang arah pembelajaran mereka. Workshop integrasi Outcome-Based Education (OBE), Project-Based Learning (PBL), dan Design Thinking diselenggarakan penuh sejak pukul 08.00 hingga 15.30 WITA.

Menghadirkan narasumber dari Universitas Mulawarman Samarinda, Prof. Dr. Lambang Subagiyo, M.Si., kegiatan ini menjadi bagian penting dalam proses pematangan kurikulum berbasis capaian dan proyek yang terus digarap Universitas Mulia.

“Secara prinsip, kampus telah siap untuk mendukung transformasi pembelajaran berbasis OBE,” tegas Wakil Rektor Bidang Sumber Daya, Wibisono Wibisono, S.E., M.T.I., dalam wawancara khusus di sela kegiatan. Menurutnya, kesiapan itu bukan hanya retorika. Ia menyebut dosen yang kompeten, sarana pembelajaran yang tersedia, hingga keberadaan Lentera sebagai Learning Management System (LMS) yang telah dikembangkan secara fungsional sebagai penopang utama OBE.

Yusuf Wibisono menyerahkan cinderamata berupa plakat Universitas Mulia kepada narasumber utama, Prof. Dr. Lambang Subagiyo, M.Si., usai sesi pemaparan materi inti workshop.

Namun bagi Wibisono, kesiapan bukan sekadar soal alat. Ia menekankan pentingnya capaian konkret dari workshop ini. “Setiap dosen ditargetkan mampu menghasilkan RPS yang telah mengintegrasikan pendekatan OBE, PBL, dan Design Thinking. Setelah kegiatan ini, RPS tersebut bisa terus disempurnakan dan dilengkapi dengan instrumen pembelajaran lainnya di bawah koordinasi bagian akademik,” ujarnya.

Para peserta workshop tampak fokus mengikuti rangkaian sesi diskusi dan praktik penyusunan instrumen pembelajaran berbasis OBE, PBL, dan Design Thinking.

Transformasi pendidikan, bagi Universitas Mulia, tidak mungkin dibangun hanya di atas dokumen RPS. Di balik struktur silabus, ada manusia yang harus bergerak: para dosen. Karena itu, kata Wibisono, pengembangan kompetensi dosen diarahkan pada dua jalur: penguatan digital dan penguatan karakter. “Kompetensi dosen dikembangkan melalui studi lanjut sesuai bidang keilmuan dan pelatihan yang fokus pada teknologi digital,” jelasnya. Sementara dari sisi karakter, universitas memperkuat nilai-nilai dasar: inovatif, mandiri, dan humanis—yang disokong oleh program KEJAR (Kesehatan Jasmani dan Rohani) yang rutin dilaksanakan setiap hari Jumat.

Mengenai latar belakang kegiatan, Wibisono menyampaikan urgensinya secara gamblang. “Workshop ini penting untuk memastikan bahwa dosen yang mengajar MKWK memahami secara substantif bagaimana integrasi antara OBE, PBL, dan Design Thinking dapat diterapkan secara aktual dalam pembelajaran,” tuturnya. Dengan kata lain, workshop ini bukan ajang pemaparan satu arah. Dosen ditantang berpikir ulang dan bekerja menyusun instrumen pengajaran seperti RPS dan RPP yang dapat menjadi model standar lintas prodi.

Lebih jauh, Wibisono menyoroti posisi strategis Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) sebagai fondasi karakter mahasiswa lintas disiplin. Ia menyebut bahwa penguasaan teknis saja tidak memadai untuk menjawab tantangan dunia kerja dan masyarakat. “Mahasiswa UM harus didukung dengan karakter yang kuat serta kemampuan komunikasi yang baik,” jelasnya. Sebagai penyeimbang, UM juga mengintegrasikan matakuliah seperti Pendidikan Anti Korupsi, Technopreneurship, dan Bahasa Inggris Bisnis, serta memperkuatnya melalui pembelajaran berbasis pengalaman dalam program KKN dan skripsi.

Menutup keterangannya, Wibisono menegaskan kembali harapan institusional terhadap para dosen peserta workshop. “Kami berharap bahwa seluruh dosen yang mengikuti workshop ini dapat memiliki pemahaman yang baik tentang OBE, PBL, dan Design Thinking dan integrasinya dalam MKWK, serta mampu menyusun instrumen pembelajaran (RPS dan RPP) berbasis hal tersebut yang dapat menjadi contoh atau standar bagi pengajar yang lain.”

Humas UM (YMN)

 

“Sertifikasi di Universitas Mulia bukan program tambahan, tetapi bagian dari desain kurikulum. Mahasiswa dipersiapkan bukan hanya untuk lulus, melainkan untuk diuji dan diakui secara nasional, dan hasil sertifikasi akan kami tempatkan sebagai bukti sahih ketercapaian pembelajaran.”—Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng. (Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi)

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi Universitas Mulia, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng., memberikan arahan dalam seremonial pembukaan Uji Materi Kompetensi (MUK) sebagai bagian dari proses integrasi sertifikasi dalam pembelajaran.

Humas Universitas Mulia, 29 Juli 2025 — Di Universitas Mulia, sertifikasi profesi tidak ditempatkan sebagai program pelengkap. Ia disusun dan ditanamkan sejak awal proses belajar, dirancang menyatu dalam sistem pembelajaran. Hal ini ditegaskan langsung oleh Wakil Rektor Bidang Akademik, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng.

“Kami menyelaraskan materi kuliah, proyek tugas akhir, hingga praktik lapangan dengan skema-skema kompetensi yang dirancang dan diajukan ke BNSP,” ujarnya. “Artinya, mahasiswa tidak belajar hal yang terpisah dari dunia kerja—mereka justru belajar untuk bersertifikat.”

Menurut Wisnu, pendekatan ini dilakukan agar proses belajar di kampus tidak berhenti pada pemahaman teoretis semata, tetapi sejak awal diarahkan untuk menghasilkan kompetensi yang dapat diuji dan diakui secara formal. Sertifikasi tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi jalur utama yang ditempuh mahasiswa dalam meraih pengakuan keterampilan kerja.

Langkah selanjutnya, Universitas Mulia sedang menyelaraskan Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) agar hasil asesmen dari skema LSP dapat digunakan sebagai tolok ukur kompetensi. “Kami sedang mengaitkan hasil uji skema langsung dengan CPL, terutama dalam aspek keterampilan khusus dan kesiapan kerja,” jelasnya. Ia menambahkan, “Dengan demikian, sertifikat bukan hanya bonus kelulusan, tetapi bagian dari pengakuan formal atas apa yang benar-benar telah dikuasai oleh mahasiswa selama studi.”

Pemerataan akses menjadi perhatian penting. Sertifikasi tidak hanya dilaksanakan di kampus utama Balikpapan. Wisnu mencontohkan keterlibatan mahasiswa dari Program Studi Sistem Informasi di Kampus Samarinda yang kini mengembangkan skema dan Materi Uji Kompetensi (MUK) mereka sendiri. “Mahasiswa di Samarinda juga menyiapkan skema yang akan diajukan ke BNSP dan digunakan untuk mensertifikasi mereka. Kami pastikan kesempatan ini merata,” ungkapnya.

Kalimantan yang kini berkembang sebagai kawasan strategis Ibu Kota Nusantara (IKN) turut menjadi konteks penting dalam strategi sertifikasi Universitas Mulia. Wisnu menyebut bahwa lulusan bersertifikat harus mampu langsung bekerja dan menjawab kebutuhan yang tumbuh di wilayah ini.

“Kami melihat sertifikasi kompetensi sebagai salah satu kunci utama kesiapan SDM lokal menghadapi transformasi besar di kawasan Kalimantan dan IKN,” ucapnya. “Lulusan kami diposisikan sebagai talenta siap pakai—baik untuk industri, sektor pemerintahan, maupun kegiatan wirausaha yang berkembang.”

Untuk memastikan keselarasan antara skema sertifikasi dan kebutuhan nyata di lapangan, Universitas Mulia melalui LSP juga menjalin berbagai kolaborasi lintas sektor. Wisnu menyampaikan bahwa koordinasi dan kerja sama dengan industri, lembaga pendidikan, BUMN, dan instansi lain selalu dibuka agar skema yang disusun tidak hanya memenuhi standar administratif, tetapi benar-benar mencerminkan kebutuhan dunia kerja.

Humas UM (YMN)