Tag Archive for: Kampus Merdeka

Balikpapan, 22 Oktober 2025 – Fakultas Hukum Universitas Mulia dan Kantor Wilayah Kementerian HAM Kalimantan Timur menandatangani Memorandum of Agreement (MoA) sebagai bentuk komitmen memperkuat pelaksanaan kebijakan, perlindungan, dan penegakan hukum berbasis Hak Asasi Manusia (HAM). Kolaborasi ini dirancang tidak sekadar sebagai seremoni kelembagaan, tetapi sebagai kerja strategis yang menyentuh jantung Tridarma Perguruan Tinggi: pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Mulia, Budiarsih, S.H., M.Hum., Ph.D., menyampaikan sambutan pada seremonial pembukaan seminar Penguatan Hak Asasi Manusia bagi Mahasiswa dengan penuh semangat dan refleksi akademik.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Mulia, Budiarsih, S.H., M.Hum., Ph.D., menyebut kerja sama tersebut sebagai “langkah simultan” untuk menanamkan nilai-nilai HAM ke dalam seluruh aspek kehidupan akademik mahasiswa hukum.

“Kami tidak ingin mahasiswa sekadar tahu pasal dan teori. Mereka harus hidup dengan nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi dasar hukum itu sendiri,” ujarnya.

Menurutnya, integrasi nilai HAM di Fakultas Hukum akan dilakukan secara menyeluruh dan terstruktur. Kurikulum akan direvisi agar lebih eksplisit menempatkan HAM sebagai fondasi berpikir hukum di berbagai cabang studi. Dalam Hukum Pidana, misalnya, mahasiswa akan diajak memahami hak-hak tersangka dan korban secara seimbang; dalam Hukum Tata Negara, ditekankan konstitusionalisme dan perlindungan warga negara; sedangkan dalam Hukum Perdata, ditekankan pada pemajuan hak-hak perempuan, anak, dan kelompok rentan.

Pendekatan pembelajaran juga akan dibuat kontekstual melalui studi kasus pelanggaran HAM di Indonesia dan dunia. Fakultas bahkan berencana bekerja sama dengan Komnas HAM dalam penyusunan modul dan bahan ajar yang lebih aktual, berbasis jurnal ilmiah, putusan pengadilan, dan laporan lembaga HAM internasional.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Mulia, Budiarsih, S.H., M.Hum., Ph.D., menerima cendera mata dari Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Kalimantan Timur, Dr. Umi Laili, S.H., M.H., sebagai simbol kolaborasi dalam penguatan nilai-nilai hukum dan HAM di lingkungan kampus.

Tidak berhenti di kelas, Budiarsih menjelaskan bahwa fakultas akan membangun pusat kajian dan pusat bantuan hukum yang fokus menangani kasus-kasus HAM. Pusat tersebut nantinya menjadi laboratorium bagi mahasiswa untuk berlatih advokasi dan penelitian sosial hukum yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.

“Mahasiswa harus merasakan sendiri realitas hukum yang berhadapan dengan persoalan kemanusiaan. Di situ karakter mereka terbentuk,” katanya.

Kegiatan akademik berbasis riset dan publikasi juga menjadi perhatian utama. Fakultas Hukum mendorong dosen dan mahasiswa menulis serta memublikasikan hasil penelitian tentang isu-isu HAM dalam jurnal ilmiah dan forum konferensi nasional maupun internasional. Tak hanya itu, universitas juga tengah menyiapkan jurnal mahasiswa hukum yang dikhususkan untuk memuat kajian dan refleksi kritis mahasiswa terhadap isu-isu kemanusiaan kontemporer.

Namun, di balik semangat itu, Budiarsih mengakui bahwa menumbuhkan kesadaran HAM di tengah arus informasi digital bukan perkara mudah. Tantangan terbesar, katanya, justru datang dari disinformasi dan intoleransi yang menyebar cepat di ruang digital.

Pimpinan Universitas Mulia bersama jajaran Kantor Wilayah Kemenkumham Kalimantan Timur berfoto bersama usai seremonial pembukaan, menandai komitmen bersama untuk memperkuat pendidikan dan advokasi HAM di Kalimantan Timur.

“Kesulitan terbesar mahasiswa sekarang adalah membedakan fakta dengan informasi yang menyesatkan. Kecepatan media sosial sering mengalahkan kedalaman berpikir,” ujarnya dengan nada reflektif.

Karena itu, kegiatan Penguatan HAM hari ini juga diarahkan untuk membangun literasi kritis digital mahasiswa hukum — kemampuan untuk membaca peristiwa hukum secara jernih, bukan emosional.

Selain magang, riset bersama, dan pengabdian masyarakat, Fakultas Hukum bersama Kanwil Kemenham juga tengah menyiapkan beberapa inisiatif baru, di antaranya penyuluhan hukum bersama di masyarakat. Mahasiswa akan berperan sebagai paralegal muda untuk mendampingi kelompok rentan dalam memahami hak-hak dasar mereka.

Program ini akan dijalankan melalui desa tematik terdampak pelanggaran HAM, sekaligus membuka ruang bagi dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum untuk memberikan pelatihan bagi staf Kemenham terkait isu-isu hukum terbaru. Sebaliknya, para praktisi Kemenham akan diundang menjadi pengajar tamu di kampus.

“Kolaborasi dua arah ini penting agar mahasiswa belajar langsung dari praktik, sementara birokrasi hukum juga mendapat perspektif akademik yang segar,” ungkapnya.

 

Ratusan mahasiswa tampak antusias menyimak paparan narasumber dalam seminar Penguatan HAM bagi Mahasiswa, yang menghadirkan suasana akademik penuh semangat dan rasa ingin tahu.

Di luar kerja sama formal, Budiarsih menekankan bahwa Fakultas Hukum Universitas Mulia telah lama memainkan peran penting dalam advokasi dan pendidikan hukum masyarakat di Balikpapan dan Kalimantan Timur. Salah satunya melalui kegiatan sosialisasi anti-perundungan di sekolah-sekolah dan pelatihan hukum bagi ketua RT se-Kota Balikpapan melalui program Kelas Eksekutif Hukum.

“Kami berangkat dari gagasan sederhana: hukum bukan hanya urusan pengadilan, tapi urusan manusia dalam kehidupan sehari-hari,” tutur Budiarsih.

Menutup wawancara, ia menegaskan bahwa mahasiswa hukum harus tampil sebagai agen perubahan yang menyuarakan nilai kemanusiaan di tengah masyarakat. Melalui pemahaman HAM, mahasiswa diharapkan tumbuh menjadi calon penegak hukum yang berintegritas dan humanis.

“Mahasiswa hukum harus mampu memahami hak dasar manusia, menghormati perbedaan, dan menjunjung martabat setiap individu. Itulah makna sejati menjadi sarjana hukum,” pungkasnya. (YMN)

Balikpapan, 22 Oktober 2025 – Fakultas Hukum Universitas Mulia resmi menandatangani nota kesepahaman (MoA) dengan Kantor Wilayah Kementerian HAM Kalimantan Timur dalam kegiatan bertajuk Penguatan Hak Asasi Manusia bagi Mahasiswa, yang digelar di Ballroom Cheng Hoo, Rabu (22/10).

Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenham Kaltim, Dr. Umi Laili, S.H., M.H., beserta jajaran, serta civitas akademika Universitas Mulia. Tujuan kegiatan ini tidak hanya memperluas kerja sama kelembagaan, tetapi juga memperkuat kesadaran mahasiswa terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Dalam sambutannya, Dr. Umi Laili menekankan bahwa penegakan HAM tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab negara, tetapi juga tanggung jawab seluruh elemen masyarakat, termasuk mahasiswa.

Kepala Kantor Wilayah Kemenham Kalimantan Timur, Dr. Umi Laili, S.H., M.H., saat memberikan sambutan penuh semangat pada kegiatan Penguatan HAM bagi Mahasiswa di Ballroom Cheng Hoo, Rabu (22/10).

“Mahasiswa hukum harus menjadi agen yang menegakkan nilai kemanusiaan di lingkungannya. Pemahaman terhadap HAM harus hidup dalam perilaku, bukan sekadar dalam teori,” ujarnya.

Beliau menambahkan, kerja sama antara Kemenham dan Universitas Mulia akan menjadi wadah bagi mahasiswa untuk belajar langsung mengenai praktik penegakan hukum dan HAM, baik melalui program magang, penelitian, maupun advokasi sosial.

“Kami ingin mahasiswa hukum menjadi bagian dari solusi, bukan hanya pengamat. Karena masa depan keadilan ada di tangan generasi muda,” tegasnya.

Sementara itu, Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si., dalam sambutannya menegaskan bahwa kekuatan moral bangsa sesungguhnya terletak pada mahasiswa. Ia menekankan bahwa sejarah panjang perjalanan bangsa menunjukkan bahwa perubahan besar selalu dimotori oleh kaum muda yang berpikir kritis dan berjiwa idealis.

“Kekuatan moral itu sebenarnya ada di mahasiswa. Kalau kita melihat sejarah pergerakan bangsa, setiap perubahan besar di Indonesia selalu dimotori oleh mahasiswa,” ujar Prof. Ahsin.

Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si., menyampaikan sambutan inspiratif tentang peran mahasiswa sebagai motor perubahan dalam sejarah bangsa.

Ia kemudian menelusuri jejak sejarah perjuangan mahasiswa sejak Boedi Oetomo (1908), Sumpah Pemuda (1928), Gerakan 1966, hingga Reformasi 1998. Semua momentum itu, katanya, menjadi bukti bahwa mahasiswa adalah lokomotif perubahan yang lahir dari idealisme dan kesadaran kebangsaan yang tinggi.

“Gerakan mahasiswa ini penuh dengan idealisme yang tidak tercemar oleh kepentingan politik pragmatis. Karena itu, mahasiswa harus terus menjadi agent of change,” tegasnya.

Prof. Ahsin juga mengaitkan penguatan nilai HAM dengan pentingnya menumbuhkan kepekaan terhadap pelanggaran kemanusiaan di berbagai bentuknya — baik fisik maupun psikis.

“HAM itu bukan sekadar kekerasan fisik. Kekerasan psikis juga pelanggaran HAM. Bahkan di lingkungan kampus pun potensi pelanggaran bisa terjadi,” ujarnya.

Rektor menegaskan bahwa perguruan tinggi memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi ruang aman bagi semua sivitas akademika. Ia menyebut tiga dosa besar kampus — bullying, kekerasan seksual, dan intoleransi — sebagai bentuk nyata pelanggaran HAM di dunia pendidikan.

Suasana hangat seminar Penguatan Hak Asasi Manusia bagi Mahasiswa yang diikuti antusias oleh civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Mulia.

Sebagai langkah preventif, Universitas Mulia telah membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) guna memastikan lingkungan akademik yang aman, sehat, dan berkeadaban.

Selain itu, Prof. Ahsin juga menyoroti semangat demokrasi mahasiswa dalam kegiatan pemilihan Presiden BEM yang berlangsung jujur dan terbuka.

“Saya senang melihat mahasiswa beradu argumentasi dan memaparkan programnya secara terbuka. Itulah laboratorium demokrasi yang sesungguhnya — tanpa intervensi politik, murni karena idealisme,” ungkapnya.

Momen penandatanganan naskah Memorandum of Agreement (MoA) antara Fakultas Hukum Universitas Mulia yang diwakili Dekan Budiarsih, S.H., M.Hum., Ph.D., dengan Kantor Wilayah Kemenkumham Kalimantan Timur yang diwakili Dr. Umi Laili, S.H., M.H.

Menutup sambutannya, Rektor berpesan agar mahasiswa hukum tidak hanya menjadi penegak hukum yang cakap secara akademik, tetapi juga penjaga nurani bangsa yang menegakkan nilai kemanusiaan di atas segala kepentingan.

“Kalian bukan hanya calon penegak hukum, tapi juga calon pelopor kemanusiaan. Tugas kalian bukan sekadar memahami hukum, tetapi menegakkan nilai-nilai kemanusiaan di tengah masyarakat,” pungkasnya. (YMN)

Mahasiswa PG-PAUD UM Ciptakan Dongeng Digital: Gerakan Literasi dari Layar ke Hati

Balikpapan, 20 Oktober 2025 – Di tengah derasnya gelombang digitalisasi pendidikan, mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD) Universitas Mulia memilih jalannya sendiri: melestarikan budaya bercerita melalui teknologi. Melalui kegiatan Workshop Pembuatan Buku Dongeng Digital, mereka menghidupkan kembali tradisi lisan dalam bentuk karya interaktif yang bisa diakses dari layar mana pun.

Ketua Himpunan Mahasiswa (HIMA) PG-PAUD, Nur Wahida, menjelaskan bahwa gagasan kegiatan ini lahir bukan sekadar untuk memenuhi program kerja organisasi, tetapi sebagai respon terhadap perubahan besar dalam dunia pendidikan anak.

“Awalnya kegiatan ini merupakan program kerja HIMA periode 2024–2025, namun kami melihat tren pendidikan yang kini semakin kuat dengan konten digital. Dari situ muncul ide untuk mengembangkan dongeng tradisional agar masuk dalam dunia digitalisasi,” ujarnya.

Tema “Membangun Kreativitas Guru AUD melalui Karya Buku Dongeng Digital yang Interaktif dan Edukatif” dipilih bukan tanpa alasan. Bagi HIMA PG-PAUD, kreativitas guru bukan hanya kemampuan mencipta cerita, tetapi kemampuan menjembatani nilai-nilai budaya dengan teknologi yang akrab di tangan anak-anak.

Foto bersama usai workshop pembuatan buku dongeng digital di ruang eksekutif White Campus Universitas Mulia, Sabtu (19/10/2025).

“Tema ini menjadi bentuk harapan agar guru PAUD mampu menciptakan karya yang bisa digunakan dalam pembelajaran, yang tetap interaktif dan edukatif,” jelasnya.

Respons peserta pun melampaui ekspektasi. Mahasiswa mengaku antusias karena untuk pertama kalinya mereka menghasilkan karya digital yang bisa dibaca dan dibagikan secara luas.

“Workshop ini jadi pengalaman pertama bagi banyak mahasiswa. Mereka membuat karya asli, mempublikasikannya secara online, dan menyadari bahwa hasil kreativitas mereka bisa diakses oleh banyak orang,” katanya.

 Suasana workshop di Laboratorium A White Campus saat peserta antusias membuat buku dongeng digital interaktif sebagai hasil praktik pembelajaran.

Ketertarikan juga datang dari kalangan pendidik PAUD di luar kampus. Beberapa kepala sekolah dan Bunda PAUD Balikpapan Selatan turut hadir meninjau jalannya workshop.

“Dari kunjungan itu, beberapa kepala sekolah bahkan tertarik memasukkan karya mahasiswa ke galeri pustaka digital Bunda PAUD Balikpapan Selatan,” ungkapnya.

Dalam kegiatan yang berlangsung selama dua hari itu, setiap peserta wajib menulis dan merancang satu buku dongeng digital secara mandiri. Setiap naskah dibuat dari ide orisinal peserta dan dipublikasikan melalui platform FlipHTML5, agar bisa dibaca publik secara daring.

“Kami ingin setiap peserta benar-benar menulis cerita mereka sendiri, bukan menyalin. Semua karya dipublikasikan agar bisa menjadi bagian dari literasi digital anak,” jelasnya.

HIMA PG-PAUD juga berkolaborasi dengan narasumber profesional di bidang mendongeng dan pembuatan konten digital agar peserta dapat belajar langsung dari praktisi.

Ketua HIMA PGPAUD Universitas Mulia, Nur Wahida, menyerahkan sertifikat penghargaan kepada narasumber pertama, Kak Eri, pendongeng Balikpapan yang inspiratif.

“Kami menyiapkan pemateri yang kompeten di setiap sesi agar peserta tidak hanya paham teori, tapi juga mampu menerapkannya dalam karya,” katanya.

Bagi pengurus HIMA, kegiatan ini menjadi laboratorium organisasi yang nyata — tempat belajar manajemen acara, kolaborasi eksternal, hingga kepemimpinan dalam dunia akademik.

“Pelajaran paling berharga bagi kami adalah bagaimana menyelenggarakan kegiatan secara sistematis dan bekerja sama dengan berbagai pihak. Itu pengalaman penting,” ujarnya.

Tak berhenti di situ, seluruh karya mahasiswa yang terkumpul akan dikurasi untuk diterbitkan dalam Galeri Pustaka Digital PG-PAUD Universitas Mulia, dan ke depan direncanakan memperoleh sertifikat HAKI sebagai bentuk penghargaan terhadap kreativitas mahasiswa.

“Kami berharap karya-karya ini bisa diseleksi dan mendapat HAKI, bahkan dicetak menjadi satu buku kumpulan dongeng. Itu bentuk nyata bahwa mahasiswa bisa menghasilkan karya yang bermakna,” pungkasnya.

Kak Eri menampilkan praktik mendongeng yang memukau dan interaktif di hadapan peserta workshop, memancing tawa dan imajinasi mahasiswa PGPAUD.

 

Melalui langkah sederhana namun visioner ini, mahasiswa PG-PAUD Universitas Mulia telah menegaskan satu hal: bahwa teknologi bukan lawan dari tradisi, melainkan ruang baru untuk membuat nilai-nilai budaya tetap hidup dan dapat disentuh oleh generasi yang tumbuh di depan layar. (YMN)

 

Balikpapan, 14 Oktober 2025 – Universitas Mulia menggelar Kuliah Umum Pasar Modal 2025 dengan tema “Investasi Cerdas, Masa Depan Berkualitas: Menumbuhkan Minat dan Pengetahuan Pasar Saham di Kalangan Mahasiswa Universitas Mulia”, Selasa (14/10/2025) pagi, bertempat di Ballroom Cheng Hoo Universitas Mulia.

Kegiatan ini diawali dengan pelantikan Kelompok Studi Pasar Modal (KSPM) Universitas Mulia periode 2025–2026, kemudian dilanjutkan dengan kuliah umum menghadirkan dua narasumber dari dunia pasar modal, yakni Aldila Bandaro, Deputi Kepala Wilayah Bursa Efek Indonesia Kalimantan Timur, dan Surya Darma Hakim, PIC PT MNC Sekuritas Balikpapan.

Mewakili Rektor, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya, Wibisono Wibisono, S.E., M.T.I., dalam sambutannya menekankan pentingnya memanfaatkan kemudahan teknologi di era digital secara bijak dan produktif. Ia mengajak mahasiswa untuk bersyukur karena hidup di masa yang penuh kemudahan, di mana akses informasi dan peluang belajar terbuka sangat luas.

“Mahasiswa hari ini hidup di era dengan banyak kemudahan. Dulu, mahasiswa tahun 80-an harus mengetik skripsi dengan mesin ketik. Era 90-an sudah mulai menggunakan komputer. Tahun 1996, internet baru masuk Kalimantan Timur, dan Balikpapan adalah kota pertama yang memiliki ISP. Sekarang, cukup buka ponsel, semuanya bisa diakses dengan mudah,” tutur Wibisono.

Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Universitas Mulia, Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I., saat memberikan sambutan pada kegiatan Kuliah Umum Pasar Modal 2025 di Ballroom Cheng Hoo, Selasa (14/10).

Beliau kemudian menelusuri perjalanan generasi akademik dari masa ke masa — mulai dari era mesin ketik, kemunculan komputer dan internet, hadirnya mesin pencari seperti Yahoo dan Google, hingga kini memasuki era Artificial Intelligence (AI).

“Kalau dulu search engine hanya membantu mencari informasi, kini AI bisa membantu berpikir dan bahkan mengambil keputusan. Tapi ini pisau bermata dua — bisa meningkatkan kecerdasan mahasiswa, tapi juga bisa menurunkannya jika disalahgunakan. AI bisa mematikan kreativitas kalau mahasiswa terlalu bergantung padanya,” tegasnya.

Menurutnya, kemajuan teknologi seharusnya tidak membuat mahasiswa malas berpikir, melainkan menjadi alat bantu untuk meningkatkan daya nalar, kreativitas, dan efisiensi belajar.

Memasuki pembahasan inti, Wibisono mengaitkan tema kuliah umum dengan realitas ekonomi digital saat ini. Ia menjelaskan bahwa aktivitas perdagangan saham di pasar modal sejatinya merupakan bentuk modern dari kegiatan berdagang tradisional, hanya saja dilakukan melalui teknologi.

“Dulu berdagang itu harus punya tempat, menata barang, mengangkut dagangan. Sekarang, cukup di depan komputer sudah bisa stock trading. Ini bukan judi, karena bukan menebak angka. Ini sama seperti berdagang di pasar — memilih mana yang memberi keuntungan terbaik,” jelasnya.

Sebagai contoh menarik, Wibisono menuturkan logika sederhana agar mahasiswa lebih memahami makna kepemilikan saham.

“Kalau kalian setiap hari pakai pasta gigi Pepsodent, berarti kalian menggunakan produk Unilever. Bayangkan kalau kalian punya saham Unilever, itu artinya kalian memakai produk dari perusahaan kalian sendiri,” ujarnya disambut tawa dan tepuk tangan peserta.

Melalui contoh tersebut, Wibisono ingin menanamkan kesadaran bahwa investasi bukan sekadar mencari keuntungan, tetapi juga bentuk partisipasi dalam ekosistem ekonomi yang produktif. Ia mendorong mahasiswa untuk belajar berinvestasi sejak dini dengan disiplin dan konsisten.

“Belajarlah dari skala kecil. Kalau kalian bisa konsisten profit 2% per hari, dari modal 1 juta itu hanya 20 ribu. Tapi kalau nanti modal kalian 100 juta, hasilnya bisa 2 juta per hari. Yang penting adalah belajar dengan baik dan konsisten,” pesan beliau.

Kegiatan ini dihadiri oleh pimpinan fakultas, dosen, serta ratusan mahasiswa dari Program Studi Akuntansi dan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulia. Melalui kegiatan ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dunia pasar modal secara lebih mendalam dan menumbuhkan budaya investasi yang cerdas, etis, dan produktif. (YMN)

Dr Engkos Achmad Kuncoro dari Universitas Binus dan Prof. Dr. Lindrianasari, S.E., Akt., M.Si. dari Universitas Lampung bersama Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Mulia Yusuf Wibisono MTI saat diskusi daring Penyusunan Kurikulum MBKM secara daring Zoom, Sabtu (6/3). Foto: tangkapan layar

UM – Universitas Mulia menggelar Diskusi Penyusunan Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau MBKM bersama dengan Prof. Dr. Lindrianasari, S.E., Akt., M.Si. dari Universitas Lampung dan Dr. Engkos Achmad Kuncoro, S.E, M.M. dari Universitas Binus. Diskusi digelar daring Zoom Meeting dan diikuti Wakil Rektor Bidang Akademik, Dekan, dan Kaprodi, Sabtu (6/3).

Rektor Dr. Agung Sakti Pribadi, S.H., M.H. menyambut baik masukan dari pakar dan meminta seluruh sivitas akademika mempersiapkan diri dalam menyambut MBKM yang akan diterapkan di Universitas Mulia.

“Saya menyambut baik kehadiran Pak Engkos dan Ibu Profesor Sari yang akan membimbing kami menyusun Kurikulum MBKM. Beliau-beliau ini merupakan asesor akreditasi perguruan tinggi yang cukup berpengalaman. Silakan Bapak Ibu Ketua Program Studi dan Dekan memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di Universitas Mulia,” tutur Pak Agung saat memberikan sambutan pada acara senam pagi, Sabtu (6/3).

Pada diskusi yang berlangsung selama tiga jam ini, Pak Engkos, demikian Dr. Engkos Achmad Kuncoro disapa di forum ini, mengajak forum untuk berdiskusi terkait integrasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan Research Based Education atau Pembelajaran Berbasis Riset untuk diskusi berikutnya.

“Bagaimana caranya (mengintegrasikan) itu. Nanti mungkin minggu depan topik kita adalah itu. Kita tunggu penyusunan kurikulum ini beres semua, karena kebutuhan tersebut pada akreditasi yang baru akan dituntut,” tutur Pak Engkos.

Menurutnya, integrasi Tri Dharma dengan Pembelajaran Berbasis Riset menjadi penting mengingat bagaimana keduanya menyatu tetapi dengan memperhatikan cara, teknik, aturan, strategi operasional, hingga apa yang harus dilakukan dosen sehingga memenuhi persyaratan dan penilaian akreditasi.

“Dengan dana yang tentu saja terbatas, tapi bagaimana bisa optimal. Tidak banyak tapi bisa memiliki value added dan impact. Buat Universitas Mulia itu bagus,” tutur Pak Engkos.

Menurut pengamatannya, beberapa PTN besar yang ada di Indonesia masih kesulitan menyatukan tri dharma tersebut. “Kita ingin Universitas Mulia menjadi motor integrasi Tri Dharma, topiknya rumit, tapi bisa,” ujarnya.

Dr Engkos Achmad Kuncoro dari Universitas Binus dan Prof. Dr. Lindrianasari, S.E., Akt., M.Si. dari Universitas Lampung bersama Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Mulia Yusuf Wibisono MTI saat diskusi daring Penyusunan Kurikulum MBKM secara daring Zoom, Sabtu (6/3). Foto: tangkapan layar

Dr Engkos Achmad Kuncoro dari Universitas Binus dan Prof. Dr. Lindrianasari, S.E., Akt., M.Si. dari Universitas Lampung bersama Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Mulia Yusuf Wibisono MTI saat diskusi daring Penyusunan Kurikulum MBKM secara daring Zoom, Sabtu (6/3). Foto: tangkapan layar

Sementara itu, Prof. Sari memperkenalkan diri terkait pengalamannya menyusun kurikulum MBKM di Universitas Lampung, terutama sebagai Ketua Jurusan Akuntansi. “Terima kasih saya dilibatkan dalam pertumbuhan Universitas Mulia ini. Terima kasih untuk Dr Kuncoro yang sudah meminta hadir pada pagi ini,” ungkapnya.

Ia mengatakan bahwa telah menyelesaikan menyusun kurikulum di Universitas Lampung di tahun 2020 yang lalu sebelum panduan kurikulum MBKM dari Dikti turun. “Kami waktu itu masih meraba-raba. Bulan Agustus (2020) itu Universitas Lampung mewajibkan seluruh program studi menyelesaikan kurikulum MBKM. Alhamdulillah, jurusan saya konform dengan panduan dari Dikti,” tutur Prof. Sari.

Ia bersyukur, di awal tahun 2021 ini telah melaksanakan monitoring dan evaluasi atau monev kurikulum MBKM. Prof. Sari menjadi salah satu asesor di Universitas Lampung. Oleh karena itulah, pada kesempatan ini Prof. Sari membagikan pengalamannya menyusun kurikulum MBKM.

Menanggapi hasil diskusi, Wakil Rektor Bidang Akademik Yusuf Wibisono mengatakan bahwa akan menggelar lokakarya. “Kita dalam waktu dekat memang akan melakukan lokakarya kurikulum yang akan mengundang industri juga. Mungkin sebagai masukan awal, masukan Prof. Sari dan Pak Engkos untuk persiapan itu. Jadi memang momentumnya pas,” tutur Pak Wibi.

Menurut Pak Engkos, industri perlu dilibatkan dalam penyusunan kurikulum agar membekali mahasiswa dengan mata kuliah yang dibutuhkan dalam industri. Hal ini diungkapkan ketika ia berdiskusi dengan pihak industri. Ia mengaku sempat berdiskusi dengan salah satu manajer di industri terkait kebutuhan Sumber Daya Manusia SDM.

“Orang industri mengatakan, itu semua lulusan komputer sains yang hebat-hebat itu rata-rata tidak bisa berkomunikasi, kaku, sama orang tidak pernah diskusi, kalau ada masalah langsung hajar,” tutur Pak Engkos mengisahkan.

Oleh karena itu, lanjutnya, ia berharap dalam kurikulum perlu disisipkan mata kuliah lain terkait dengan bisnis. “Tidak terlalu matematis, tapi terhadap dunia real itu lulusan bisa paham,” ungkapnya.

Terkait dengan penamaan mata kuliah yang harus relevan dengan kebutuhan dan kondisi saat ini, Pak Engkos memberikan saran agar mata kuliah tersebut menjadi indah untuk mahasiswa.

“Mahasiswa itu begitu melihat judulnya langsung loyo. Karena mereka mengikuti pelajaran dari mulai SD sampai SMA,” ujarnya. Oleh karena itu, lanjutnya, tantangan perguruan tinggi adalah bagaimana menyiapkan konten.

Ia memberi contoh mata kuliah Pendidikan Pancasila. “Di tempat saya itu mahasiswa membuat video tentang bagaimana menghilangkan korupsi. Dia bikin video tiga menit-tiga menit,” ungkapnya.

Mahasiswa mampu menceritakan korupsi menurut pemahaman mahasiswa dengan disertai video yang menggugah kesadaran. “Terus juga bagaimana Pancasila mereaktualisasi sesuai zamannya, membuat Pancasila itu menjadi enak diikuti oleh mahasiswa. Bagaimana mata kuliah Bahasa Indonesia diarahkan agar mahasiswa menulis dengan baik dan benar,” ujarnya.

Tidak lagi memberikan pengajaran dengan materi lama. Saat ini zaman telah berubah. “Bayangkan, Gojek itu bisa menguasai satu juta lebih tukang ojek, tidak pernah mikirin asuransinya, tidak mikirin apa tapi bisa menguasai. Masa depan yang penting adalah hak aksesnya, gak perlu kita harus punya,” tuturnya panjang lebar memberikan contoh.

Ia menekankan agar dosen juga membekali mahasiswa dengan praktek-praktek di lapangan. “Kalau materinya ada di buku-buku lama semua itu ya, apa yang diomongkan dosen dengan yang ada di lapangan beda jauh,” tuturnya.

Untuk itu, ia berharap khusus pada mata kuliah dasar umum atau MKDU seperti Pancasila, Kewarganegaraan, Agama, dan Bahasa Indonesia perlu diubah caranya. “Nanti kita perlu sesi khusus untuk ini bagaimana mereaktualisasi Pancasila supaya lebih keren, nyaman, lebih enak diterima. Nah, di tempat saya namanya ditambah Character Building,” tuturnya.

Dengan penambahan nama Character Building pada nama mata kuliah Pancasila, misalnya, ia berharap setelah selesai mengikuti mata kuliah tersebut mahasiswa memiliki karakter yang lebih baik berdasarkan Pancasila. “Buat apa belajar agama kalau karakternya tidak dibangun baik? Jadi, arahnya ke situ,” pungkasnya. (SA/PSI).

Tangkapan Layar Diskusi Terbatas bersama Dr. Engkos Achmad Kuncoro, S.E., M.M. dari Universitas Bina Nusantara Jakarta, Kamis (11/2).

UM – Dalam rangka implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Universitas Mulia menggelar diskusi terbatas bersama para pakar pendidikan, perguruan tinggi yang sedang melaksanakan MBKM, hingga Lembaga Layanan Dikti Wilayah XI Kalimantan. Diskusi dilaksanakan daring Zoom Meeting selama tiga hari, 9 – 11 Februari 2021.

“Selama tiga hari pekan lalu, kita telah melaksanakan diskusi terbatas bersama dua orang Doktor dan empat orang Profesor. Hasil diskusi Insyaallah menjadi masukan bagi kami untuk perencanaan pelaksanaan MBKM di Universitas Mulia pada semester yang akan datang,” tutur Wakil Rektor Bidang Akademik Yusuf Wibisono, M.T.I. dalam apel pagi Senin (15/2).

Tercatat, di hari pertama dua orang narasumber berbicara, antara lain Dr. Muhammad Rusli, M.T. pakar di bidang Teknologi Pendidikan dari Institut Teknologi dan Bisnis STIKOM Bali. Kemudian Prof. Dr. Christina Widya Utami, M.M., CLC, CPM Dekan Fakultas Manajemen dan Bisnis Universitas Ciputra Surabaya. Keduanya membagikan pengalamannya dalam pelaksanaan MBKM di perguruan tinggi masing-masing.

Di hari kedua, Prof. Dr. Ir. H. Udiansyah, M.S. selaku Kepala LLDIKTI XI Wilayah Kalimantan turut memberikan paparan. Kemudian sesi berikutnya diikuti paparan Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifai’i, M.Si. selaku ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Kalimantan Selatan.

Dalam paparannya, Prof. Udi menyampaikan materi terkait Implementasi Kebijakan MBKM dari Mendikbud RI Nadiem Anwar Makarim tentang prioritas utama di perguruan tinggi dalam 5 tahun ke depan, yakni penciptaan Sumber Daya Manusia unggul pemimpin masa depan.

Tangkapan Layar Diskusi Terbatas bersama Dr. Engkos Achmad Kuncoro, S.E., M.M. dari Universitas Bina Nusantara Jakarta, Kamis (11/2).

Tangkapan Layar Diskusi Terbatas bersama Dr. Engkos Achmad Kuncoro, S.E., M.M. dari Universitas Bina Nusantara Jakarta, Kamis (11/2).

Adapun prosesnya, lanjut Prof. Udi, adalah melalui pembinaan, pembelajaran, dan pencetakan karakter mahasiswa perguruan tinggi. “Pembelajaran relevan dengan dunia industri dunia usaha yang ideal adalah tiga semester di luar prodi melalui magang, pertukaran pelajar, proyek di desa, wirausaha, riset, studi independen, dan kegiatan mengajar di daerah terpencil yang dibimbing seorang dosen,” tutur Prof. Udi.

Menurut Prof. Udi, saat ini Capaian Pembelajaran Lulusan atau CPL perguruan tinggi berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Tinggi nomor 3 tahun 2020 dan nomor 50 tahun 2018, yang menyebutkan bahwa selain lulusan berhak mendapat ijazah, juga mendapatkan sertifikat kompetensi bagi lulusan program pendidikan sesuai dengan keahlian dalam cabang ilmunya dan/atau memiliki prestasi di luar Program Studinya.

Bagi mahasiswa, tentu untuk meraih CPL ini semua tidak mudah. Lulusan diharapkan memiliki pemahaman literasi baru terkait literasi big data, literasi teknologi dan literasi manusia yang harus dipelajari di dalam sistem pembelajaran hybrid atau Blended Learning.

Mahasiswa diharapkan mampu melakukan adaptasi, flexible, memiliki kemampuan Leadership, Reading Skills, Writing Skills, kemampuan berbahasa Inggris hingga IT Skills. Perguruan tinggi diharapkan dapat menyediakan fasilitas dan dukungan dalam berbagai aspek untuk memenuhi CPL perguruan tinggi.

Sedangkan Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifai’i, M.Si. memaparkan Penyamaan Persepsi dan Langkah Implementasi MBKM di Perguruan Tinggi. Dalam paparannya, Prof. Ahsin menerangkan landasan MBKM berdasarkan Permendikbud nomor 3 tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Di hari ketiga, Dr. Engkos Achmad Kuncoro, S.E., M.M. dari Universitas Bina Nusantara Jakarta dan Prof. Dr. Lambang Subagiyo, M.Si Ketua LP3M Universitas Mulawarman Samarinda Kalimantan Timur juga turut berbagi pengalaman. Dr. Engkos menekankan pada peran perguruan tinggi swasta untuk bersiap dalam MBKM. Perguruan tinggi harus betul-betul engagements atau terlibat dalam menyiapkan lulusan agar selaras dengan dunia usaha dan dunia industri atau DUDI.

Perguruan tinggi bukan sekadar bekerja sama dengan DUDI lewat perjanjian hitam di atas putih, tetapi juga memberikan perhatian dan kerjasama secara nyata. Civitas academica diharap secara totalitas memberikan perhatian kepada peserta didik.

Sedangkan Prof. Lambang menekankan azas kemanfaatan dalam kemerdekaan melengkapi kompetensi keahlian. Untuk itu, menurut pandangan Prof. Lambang, apabila mahasiswa lebih banyak teori di kampus, maka mahasiswa perlu pengalaman menerapkan teori tersebut pada dunia usaha dunia industri.

Menurutnya, apabila dijumpai mahasiswa yang sudah bekerja sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni saat ini, maka mahasiswa tersebut perlu recognisi cognitive atau teori yang kuat di perguruan tinggi.

Sementara itu, Wakil Rektor I Universitas Mulia Yusuf Wibisono usai kegiatan diskusi mengatakan bahwa secara umum seluruh pakar sepakat ada perbedaan antara kegiatan di luar kampus yang dulu pernah dilakukan dibanding dengan kebijakan Kampus Merdeka saat ini. “Jadi, misalnya, dulu ada kuliah kerja praktek atau KP, ada PKL, ada KKN, sebelum dilakukan Kampus Merdeka itu sudah dilakukan. Tapi ketika Kampus Merdeka, maka itu berbeda,” tuturnya.

Menurutnya, sebelum Kampus Merdeka, esensi pelaksanaan KP maupun PKL sebagai kewajiban kerja praktek. “Kalau sekarang dituntut untuk mendapatkan kompetensinya, mau praktek itu dimana, apa syarat yang harus dipenuhi sehingga nanti dilakukan rekognisi mata kuliah itu jelas,” terangnya.

“Kegiatannya sama-sama di perusahaan, tetapi dalam konteks Kampus Merdeka menjadi berbeda. Kalau dulu, setelah KP membuat laporan, selesai. Kalau sekarang, kompetensi apa yang diharapkan, yang akan dikejar, ini disepakati antara pembimbing di kampus dengan pembimbing di tempat kerja,” pungkasnya. (SA/PSI)

Situasi sebelumnya dan arahan Kampus Merdeka yang dipaparkan Wakil Rektor I Yusuf Wibisono SE MTI pada PKKMB daring, Kamis (3/9). Foto: YouTube

UM – Saat ini terjadi banyak perubahan yang revolusioner. Semesta belajar tak berbatas, tidak hanya di ruang kelas, perpustakaan dan laboratorium, tetapi juga di desa, industri, tempat-tempat kerja, tempat-tempat pengabdian, pusat riset, maupun di masyarakat. Inilah paparan Wakil Rektor Bidang Akademik Yusuf Wibisono SE MTI tentang konsep Kampus Merdeka Merdeka Belajar di Universitas Mulia pada PKKMB 2020, Kamis (3/9).

“Semua perguruan tinggi sedang berusaha mengadopsi Kampus Merdeka, ini sebetulnya tidak mudah, tapi akan memberikan banyak kebebasan, banyak keleluasan, dan banyak hal-hal yang sebelumnya tidak terpikirkan,” tutur Pak Wibi, sapaan akrab pria kelahiran Trenggalek Jawa Timur ini.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim meluncurkan kebijakan Kampus Merdeka Merdeka Belajar. Di dalam Kampus Merdeka terdapat empat kebijakan dalam rangka menyiapkan mahasiswa menjadi sarjana yang tangguh, relevan dengan kebutuhan zaman, dan siap menjadi pemimpin dengan semangat kebangsaan yang tinggi.

Empat kebijakan tersebut adalah, pertama, terkait pembukaan program studi baru. Kedua, terkait sistem akreditasi perguruan tinggi. Ketiga, perguruan tinggi berbadan hukum. Dan keempat, hak belajar tiga semester di luar program studi. Mahasiswa didorong melakukan pembelajaran di manapun.

“Mungkin nomor satu, dua, dan tiga tidak menarik mahasiswa baru untuk dijelaskan di sini, tapi bagi yang berminat bisa langsung ke saya atau langsung saja Googling, bisa cari informasi tentang Kampus Merdeka,” tutur Pak Wibi.

Namun, ia memperhatikan kebijakan yang keempat perlu untuk diperhatikan dengan seksama. “Fokus kita, terkait apa yang akan kita lakukan nanti ada pada nomor empat, yaitu hak belajar tiga semester di luar program studi,” tuturnya.

Situasi sebelumnya dan arahan penerapan Kampus Merdeka yang dipaparkan Wakil Rektor I Yusuf Wibisono SE MTI pada PKKMB daring, Kamis (3/9). Foto: YouTube

Situasi sebelumnya dan arahan penerapan Kampus Merdeka yang dipaparkan Wakil Rektor I Yusuf Wibisono SE MTI pada PKKMB daring, Kamis (3/9). Foto: YouTube

Delapan kegiatan belajar di luar kampus yang dipaparkan Wakil Rektor I Yusuf Wibisono SE MTI pada PKKMB daring, Kamis (3/9). Foto: YouTube

Delapan kegiatan belajar di luar kampus yang dipaparkan Wakil Rektor I Yusuf Wibisono SE MTI pada PKKMB daring, Kamis (3/9). Foto: YouTube

Dasar hukum untuk melaksanakan hak belajar tiga semester di luar program studi adalah Permendikbud No 3 Tahun 2020. Dengan penerapan hak belajar diharapkan akan terbuka kesempatan luas bagi mahasiswa, untuk memperkaya dan meningkatkan wawasan, serta kompetensi-nya di dunia nyata sesuai dengan passion dan cita-cita mahasiswa.

“Jadi, adik-adik mahasiswa baru yang benar-benar baru kuliah tahun ini menurut saya tidak terlalu bermasalah dengan program tiga semester di luar program studi, karena masih hal baru,” ungkap Pak Wibi.

Menurutnya, program keempat Kampus Merdeka ini akan ditanggapi berbeda jika untuk mahasiswa yang sudah pernah belajar di diploma kemudian mengambil S1 lagi. “Maka, nomor empat ini akan terasa sekali banyak perubahan,” ungkapnya.

Pada situasi sebelumnya, satu SKS itu sama atau setara dengan 50-60 menit tatap muka di kelas. Tetapi jika belajarnya di laboratorium, satu SKS itu setara 2-3 jam belajar di kelas. Sedangkan di lapangan, satu SKS itu bisa setara dengan 5-6 jam belajar. “Itu sangat terasa sekali tidak adil. Inilah salah satu alasan munculnya konsep Kampus Merdeka Merdeka Belajar,” kata Pak Wibi.

Pada situasi lain, hal ini juga terjadi pada mahasiswa yang sedang mengikuti program pertukaran mahasiswa. “Mahasiswa yang mengikuti program ini umumnya lambat lulus. Karena apa yang dipelajari di tempat yang dituju itu umumnya berbeda kurikulum, dan dia harus menempuh kurikulum di perguruan tinggi asalnya,” ungkapnya.

Meski disebutkan mahasiswa yang mengikuti program pertukaran belajar akan mendapatkan nilai tambah, yakni pengalaman pendidikan, pengalaman pengajaran, wawasan, dan juga pengalaman bahasa.

Oleh karena itu, saat ini Kemdikbud mengarahkan perguruan tinggi untuk memberikan hak secara sukarela kepada mahasiswa. Sukarela dalam arti dapat diambil atau tidak oleh mahasiswa yang bersangkutan, yaitu mengambil SKS di luar perguruan tinggi sebanyak dua semester atau setara dengan 40 SKS.

Hak sukarela lainnya, mahasiswa dapat mengambil SKS di program studi yang berbeda di perguruan tinggi yang sama sebanyak satu semester atau setara dengan 20 SKS. “Bagi kami, perguruan tinggi wajib memberikan hak, tapi hak itu boleh adik-adik ambil atau tidak,” tutur Pak Wibi.

“Jadi nanti dengan konsep Kampus Merdeka yang sedang kita adopsi saat ini sedang kita, saya, Wakil Rektor Bidang Akademik dan para Dekan sedang menggodok bagaimana ini penerapan yang terbaik untuk institusi kita,” tuturnya.

Ini lantaran, menurutnya, atmosfer perguruan tinggi di Pulau Jawa dengan di Kalimantan berbeda. “Kalau di Jawa banyak sekali perguruan tinggi sehingga mudah saling bekerja sama,” ungkapnya.

Saat ini, kreativitas dan inovasi menjadi kata kunci penting untuk memastikan pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. Para mahasiswa yang saat ini belajar di perguruan tinggi harus disiapkan menjadi pembelajar sejati yang terampil, lentur, dan ulet (agile learner). (SA/PSI)