Balikpapan, 12 September 2025– Kepala Lembaga Pengembangan, Pembelajaran, dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMPP) Universitas Mulia, Jamal, S.Kom., M.Kom., menegaskan bahwa sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) bukan sekadar agenda administratif, melainkan fondasi untuk memperkuat budaya mutu yang terintegrasi dengan pengembangan pembelajaran.

Menurut Jamal, posisi LPMPP di Universitas Mulia memiliki peran strategis yang melampaui fungsi lembaga penjaminan mutu pada umumnya. Jika LPM hanya berfokus pada konsistensi standar mutu, LPMPP mengemban tanggung jawab ganda: menjaga mutu sekaligus memastikan pembelajaran, kurikulum, dan kompetensi dosen terus berkembang mengikuti kebutuhan industri, teknologi, serta akreditasi. “LPMPP itu LPM ditambah pusat pengembangan pembelajaran,” tegasnya.

Integrasi antara hasil audit mutu dan peningkatan pembelajaran menjadi prioritas. Temuan audit diolah menjadi rekomendasi pedagogis yang kemudian dibahas bersama program studi dan dosen. Proses ini terhubung langsung ke sistem SPMI berbasis siklus PPEPP, disertai pelatihan dosen dan monitoring implementasi di kelas. Bahkan, umpan balik mahasiswa turut dijadikan indikator nyata dalam menilai efektivitas pembelajaran.

Salah satu langkah penting yang ditempuh LPMPP adalah mengubah paradigma dosen mengenai AMI. Audit tidak lagi diposisikan sebagai kewajiban administratif, melainkan refleksi akademik yang memberi umpan balik personal dan relevan. LPMPP mendorong keterlibatan dosen dalam penyusunan standar mutu, memberikan pelatihan tindak lanjut, serta menampilkan manfaat nyata bagi pengembangan karier akademik, termasuk integrasi ke kenaikan jabatan fungsional.

Jamal juga mengakui masih terdapat kelemahan umum dalam budaya mutu perguruan tinggi, mulai dari persepsi mutu sebagai beban administratif, siklus PPEPP yang belum berjalan penuh, partisipasi rendah, hingga minimnya keterhubungan feedback dengan pembelajaran nyata. “Pelatihan ini hadir untuk menggeser mindset, menguatkan siklus PPEPP, dan membangun budaya apresiasi,” ujarnya.

Lebih jauh, hasil audit mutu internal juga diarahkan untuk mendukung pengembangan kurikulum dan inovasi pembelajaran. Setiap temuan dipetakan ke capaian pembelajaran lulusan (CPL) dan dijadikan bahan refleksi dalam pengembangan kurikulum. Inovasi pembelajaran—termasuk metode berbasis proyek atau kolaborasi dengan industri—lahir dari tindak lanjut AMI.

Terkait akreditasi, sertifikasi auditor mutu internal dinilai akan meningkatkan kredibilitas SPMI, menjamin konsistensi data, serta mempercepat kesiapan menuju akreditasi internasional. Auditor yang tersertifikasi memungkinkan universitas menghasilkan laporan evaluasi diri yang lebih kuat dan budaya mutu yang terukur.

Pasca pelatihan ini, LPMPP telah menyiapkan serangkaian tindak lanjut: monitoring implementasi, workshop, pendampingan program studi, hingga penyusunan roadmap pengembangan auditor dari tingkat pemula hingga asesor universitas. “Target kami bukan hanya sertifikat, tetapi keberlanjutan. Auditor internal harus tumbuh menjadi garda terdepan kampus dalam menjaga standar mutu, termasuk menyiapkan Universitas Mulia menuju akreditasi global,” jelas Jamal.

Indikator keberhasilan kegiatan ini disusun secara berlapis: mulai dari input berupa keterlibatan dosen lintas prodi, proses pelatihan sesuai standar kompetensi auditor, hingga outcome berupa auditor aktif yang terlibat dalam AMI rutin. Pada akhirnya, dampak jangka panjang yang diharapkan adalah peningkatan nyata dalam budaya mutu di setiap unit kerja dan data mutu yang siap mendukung akreditasi nasional maupun internasional.

Tidak hanya dosen, mahasiswa juga ditempatkan sebagai mitra dalam membangun budaya mutu. Mereka dipandang bukan sekadar penerima layanan, tetapi juga evaluator melalui survei, forum diskusi, maupun keterlibatan dalam inovasi pembelajaran. “Mahasiswa bisa menjadi agen perubahan sekaligus duta mutu. Mereka berperan penting menjaga etika akademik, memberi masukan, dan mengawal kualitas layanan kampus,” tambahnya.

Menutup keterangannya, Jamal menyampaikan pesan tegas kepada seluruh civitas akademika: mutu bukanlah dokumen untuk akreditasi semata, melainkan komitmen kolektif untuk menghadirkan pendidikan berkualitas. “Setiap ide, tindakan, dan inovasi di kelas maupun laboratorium adalah investasi masa depan. Universitas Mulia tidak hanya menjaga standar, tetapi menetapkan standar baru untuk melahirkan lulusan unggul dan berdaya saing.” (YMN)

Balikpapan, 11 September 2025 – Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Mulia, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng., menegaskan bahwa menumbuhkan budaya mutu di lingkungan perguruan tinggi bukanlah perkara sederhana. Menurutnya, budaya mutu menuntut keterlibatan seluruh unsur kampus—dosen, tenaga kependidikan, hingga mahasiswa—untuk terbiasa menjalankan siklus perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan perbaikan berkelanjutan.

“Tantangan sering kali muncul dari kebiasaan lama, seperti rasa enggan terhadap perubahan, keterbatasan waktu di tengah beban tridarma, hingga persepsi bahwa mutu hanya urusan unit penjaminan mutu. Padahal, budaya mutu sejatinya adalah kesadaran kolektif yang perlu hadir dalam setiap kegiatan akademik dan layanan mahasiswa,” ungkap Wisnu.

Peserta Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal di Universitas Mulia terlibat dalam diskusi mendalam untuk memperkuat budaya mutu perguruan tinggi.

Ia menambahkan, kesadaran akan pentingnya mutu semakin menguat karena didukung regulasi nasional yang jelas. Standar Nasional Pendidikan Tinggi secara tegas mewajibkan adanya sistem penjaminan mutu internal yang terukur dan berkesinambungan. Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya kepatuhan pada Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 serta kebijakan terbaru Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025.

“Dengan memegang teguh regulasi ini, Universitas Mulia tidak hanya memastikan kesesuaian dengan standar nasional, tetapi juga menunjukkan komitmen nyata untuk menghadirkan pembelajaran dan layanan yang unggul,” jelasnya.

Dalam kerangka itulah, kata Wisnu, pelatihan auditor mutu internal diselenggarakan dengan sasaran utama para dosen, khususnya pimpinan universitas. Strategi tersebut dipilih agar pimpinan yang memahami filosofi sekaligus teknis audit mampu menularkan semangat mutu hingga ke level program studi dan unit kerja.

“Keterlibatan langsung para pemimpin akademik penting, supaya semangat menjaga standar dan melakukan perbaikan tidak berhenti di ruang pelatihan, tetapi mengalir ke setiap prodi dan unit kerja,” terangnya.

Lebih jauh, Wisnu menilai bahwa kemampuan sebagai auditor mutu internal bukan hanya keterampilan teknis, melainkan bagian dari kompetensi strategis sumber daya manusia. Auditor yang terlatih dapat membaca proses akademik secara kritis, mengidentifikasi potensi masalah, dan menawarkan solusi berbasis data.

“Keahlian ini sangat relevan bagi Universitas Mulia yang ingin menempatkan budaya mutu sebagai identitas institusi dan mengedepankan perbaikan berkelanjutan dalam setiap aspek tridarma,” tambahnya.

Suasana pelatihan sertifikasi Auditor Mutu Internal di Universitas Mulia, para peserta aktif bertukar pandangan demi penguatan standar mutu akademik

Menurutnya, jika budaya mutu benar-benar mengakar, dampaknya akan terasa di seluruh lini kegiatan akademik. Pembelajaran akan lebih konsisten, layanan mahasiswa semakin tertata dan responsif, serta program studi siap menghadapi tantangan akreditasi.

“Lebih jauh, mahasiswa akan merasakan pengalaman belajar yang terjamin kualitasnya. Harapan kami, pelatihan ini tidak hanya menghasilkan sertifikat, tetapi memicu gerakan bersama untuk menjadikan mutu sebagai kebiasaan sehari-hari di Universitas Mulia,” pungkas Wisnu. (YMN)

Balikpapan, 11 September 2025 – Dekan Fakultas Ilmu Komputer (FIKOM) Universitas Mulia, Djumhadi, S.T., M.Kom., menegaskan bahwa pelatihan sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) yang tengah berlangsung di kampus merupakan langkah strategis untuk memperkuat sistem penjaminan mutu di seluruh program studi di bawah naungan fakultas.

Menurutnya, sertifikasi AMI bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah investasi jangka panjang. “Dengan asesor yang tersertifikasi, proses audit mutu internal menjadi lebih profesional, sistematis, dan obyektif. Hasil audit bisa memberikan masukan nyata untuk memperbaiki kurikulum, pembelajaran, maupun layanan akademik di setiap prodi. Jadi, sertifikasi ini membantu fakultas menjaga standar mutu yang konsisten,” ujarnya.

Tantangan utama dalam menjaga mutu akademik, lanjut Djumhadi, terletak pada konsistensi penerapan standar mutu. Ia menilai bahwa sering kali standar hanya dipenuhi menjelang akreditasi, padahal semestinya menjadi praktik sehari-hari. “Pelatihan AMI membantu dengan memberi pemahaman metodologi audit yang tepat, sehingga asesor bisa mengidentifikasi celah mutu sejak dini dan memberikan rekomendasi yang realistis,” jelasnya.

Peserta mengikuti pemaparan materi Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) di Universitas Mulia dengan penuh perhatian.

Hasil audit mutu internal di tingkat fakultas, kata Djumhadi, ditindaklanjuti melalui rapat evaluasi yang melibatkan dekanat, kaprodi, dan unit terkait. Dari temuan auditor, fakultas menyusun corrective action plan yang kemudian dimonitor pelaksanaannya secara rutin agar tidak berhenti pada dokumen semata.

Lebih lanjut, sertifikasi AMI dipandang mendukung secara langsung pencapaian akreditasi unggul di program studi. “Akreditasi unggul menuntut bukti penerapan sistem penjaminan mutu yang konsisten. Dengan asesor tersertifikasi, audit mutu internal menjadi lebih kredibel dan berkualitas. Hasil audit bisa menjadi data dukung yang kuat saat prodi mengajukan akreditasi, sekaligus menunjukkan bahwa budaya mutu benar-benar berjalan,” tegasnya.

Djumhadi juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan LPMPP Universitas Mulia. Bentuk kerja sama itu meliputi koordinasi jadwal audit, penyusunan instrumen, hingga pendampingan tindak lanjut. Menurutnya, LPMPP berperan dalam supervisi dan fasilitasi, sementara fakultas memastikan implementasi hasil audit di tingkat prodi.

Dari sisi penguatan budaya mutu, pelatihan ini dinilai memberi dampak langsung bagi dosen dan mahasiswa. “Pelatihan ini menumbuhkan kesadaran bahwa mutu bukan hanya tanggung jawab lembaga penjaminan mutu, tetapi juga semua dosen dan mahasiswa. Dosen lebih disiplin menyusun dokumen pembelajaran sesuai standar, dan mahasiswa terbiasa mendapatkan layanan akademik yang terukur. Lama-kelamaan, hal ini membentuk budaya mutu yang melekat dalam keseharian akademik,” ungkapnya.

Lebih jauh, ia memandang auditor mutu internal memiliki kontribusi nyata dengan berfungsi sebagai “cermin” bagi fakultas. “Dengan audit yang jujur dan obyektif, fakultas punya dasar yang jelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, penelitian, dan layanan. Ini lebih dari sekadar administrasi; auditor membantu fakultas tetap berada di jalur menuju visi unggul,” tutur Djumhadi.

Menutup wawancara, ia menyampaikan pesan khusus bagi seluruh civitas akademika FIKOM. “Budaya mutu adalah tanggung jawab bersama. Dosen diharapkan konsisten memberikan pembelajaran terbaik sesuai standar, dan mahasiswa diharapkan disiplin serta aktif berpartisipasi. Dengan semangat bersama menjaga mutu, fakultas kita bisa menghasilkan lulusan yang tidak hanya kompeten, tetapi juga siap bersaing secara nasional maupun internasional,” pungkasnya. (YMN)

Balikpapan, 11 September 2025 – Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) yang diselenggarakan Universitas Mulia sejak Rabu (10/9) hingga Kamis (11/9/2025) di ruang Executive White Campus, menjadi ruang refleksi penting bagi fakultas-fakultas dalam memperkuat tata kelola akademik. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Dr. Ivan Armawan, S.E., M.M., menekankan bahwa keberadaan auditor bersertifikat merupakan kunci agar hasil audit memiliki legitimasi akademik dan dapat diakui sebagai instrumen penjaminan mutu.

Menurut Dr. Ivan, pelaksanaan AMI berfungsi memastikan standar yang dijalankan oleh program studi benar-benar sesuai dengan sistem penjaminan mutu. Auditor yang tersertifikasi dinilai esensial karena mampu menjamin proses audit tidak sekadar administratif, melainkan selaras dengan standar yang ditetapkan universitas.

Suasana Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal Hari ke-2 di ruang Executive White Campus Universitas Mulia

Tantangan utama yang dihadapi fakultas, lanjutnya, terletak pada ketiadaan standar audit yang jelas di tingkat program studi. Kondisi ini membuat pelaksanaan audit kerap mengalami kesenjangan. Kehadiran pelatihan AMI menjadi solusi strategis, sebab auditor akan membantu menetapkan serta menyosialisasikan instrumen standar kepada prodi. Dengan demikian, prodi dapat menyiapkan dokumen yang relevan dan lebih siap menghadapi proses audit.

Dekan FEB UM, Dr. Ivan Armawan, S.E., M.M., saat memberikan pandangan tentang pentingnya Sertifikasi AMI.

Lebih jauh, Dr. Ivan menjelaskan mekanisme tindak lanjut hasil AMI di fakultas. Setiap temuan akan dikategorikan, misalnya Observation (OB), yaitu kondisi yang sesuai namun belum sepenuhnya terpenuhi, atau Ketidaksesuaian (KTS), yaitu kondisi yang menyimpang dari standar. Untuk setiap KTS, auditor memberikan rekomendasi perbaikan dengan jangka waktu tertentu. Apabila tidak ditindaklanjuti, maka hasil tersebut akan masuk dalam catatan temuan yang dibawa ke forum Rapat Tinjauan Manajemen (RTM).

Dalam konteks akreditasi, Dr. Ivan menegaskan bahwa AMI mendukung capaian akreditasi unggul sepanjang standar mutu universitas telah diturunkan ke fakultas dan dijalankan di prodi. Dengan siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan), ditambah instrumen LAM dan BAN-PT, maka pencapaian akreditasi unggul dalam rentang tiga hingga empat tahun dapat diraih tanpa harus menyusun dokumen tambahan di luar yang ada.

Kolaborasi dengan Lembaga Penjaminan Mutu, Pengembangan, dan Pengawasan (LPMPP) disebut Dr. Ivan sebagai aspek penting dalam memperkuat efektivitas AMI. LPMPP, menurutnya, memiliki peran memantau ketersediaan standar acuan seperti SN Dikti, kebijakan pemerintah, dan standar internal universitas, kemudian menyusunnya menjadi instrumen audit. Proses ini dinilai mempermudah fakultas dan prodi dalam melaksanakan PPEPP secara konsisten.

Dr. Ivan juga menyoroti pentingnya budaya mutu sebagai komitmen bersama. Dengan pendekatan manajerial top-down, standar mutu yang sesuai regulasi dapat diterapkan secara menyeluruh, baik di kalangan dosen maupun mahasiswa. Hal ini tidak hanya mendukung pencapaian kompetensi akademik mahasiswa, tetapi juga meningkatkan kualitas dosen dalam menjalankan pembelajaran.

Ia menegaskan kontribusi terbesar auditor mutu internal adalah mendorong continuous improvement. Melalui rekomendasi yang diberikan, prodi selalu terdorong untuk memenuhi standar yang berlaku berdasarkan bukti nyata, sehingga kualitas akademik terus meningkat.

Menutup wawancara, Dr. Ivan menyampaikan pesannya kepada sivitas akademika FEB. Ia mengingatkan bahwa budaya mutu bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah upaya perbaikan berkelanjutan. “Dengan membangun budaya mutu yang kuat, kualitas lulusan akan semakin baik, dan pada akhirnya meningkatkan daya tarik fakultas bagi calon mahasiswa baru,” pungkasnya. (YMN)

“Auditor mutu internal yang bersertifikat bukan sekadar penjamin kepatuhan, tetapi menjadi early warning system Universitas Mulia dalam menjaga integritas akademik, memperkuat akuntabilitas, dan memastikan setiap langkah tata kelola pendidikan selaras dengan standar nasional maupun global.”Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si., Rektor Universitas Mulia

Balikpapan, 11 September 2025 – Universitas Mulia menggelar Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) selama dua hari, Rabu–Kamis (10–11/9/2025) di ruang Executive White Campus. Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si., menegaskan bahwa program ini memiliki urgensi strategis dalam memperkuat Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) yang selaras dengan siklus PPEPP sebagaimana diamanatkan Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025.

Menurut Prof. Ahsin, auditor bersertifikat tidak hanya berperan sebagai pengawal kepatuhan terhadap standar nasional maupun internal, tetapi juga menjadi early warning system untuk mendeteksi potensi penyimpangan dalam pengelolaan akademik, kurikulum, dan pelaporan PDDIKTI. Lebih jauh, ia menekankan bahwa hasil audit menjadi rujukan penting dalam penyusunan Laporan Evaluasi Diri (LED) dan Laporan Kinerja Program Studi (LKPS), sehingga memiliki kontribusi langsung terhadap peningkatan mutu dan peringkat akreditasi Universitas Mulia.

Rektor Universitas Mulia Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si. (tengah) menyampaikan urgensi Sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI), didampingi Kepala LPMPP Universitas Mulia, Jamal, S.Kom., M.Kom. (kiri), bersama pemateri pelatihan dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Heri Susanto, S.Pd., M.Pd.

Ia menambahkan, pelatihan sertifikasi AMI juga sejalan dengan visi Universitas Mulia sebagai kampus unggul dan inovatif. Peningkatan kompetensi sumber daya manusia di bidang penjaminan mutu diyakini akan memperkuat akuntabilitas, memperkokoh tata kelola universitas, serta mendorong tumbuhnya budaya mutu yang berkesinambungan. Selain itu, integrasi inovasi teknologi dalam proses audit disebut sebagai langkah penting untuk memperkuat identitas Universitas Mulia sebagai perguruan tinggi berbasis technopreneurship yang berorientasi pada pencapaian Indonesia Emas 2045.

Lebih lanjut, Prof. Ahsin menegaskan bahwa Sertifikasi AMI harus dipahami sebagai bagian dari roadmap jangka panjang universitas dalam tata kelola mutu pendidikan tinggi. Kehadiran auditor yang tersertifikasi tidak semata memenuhi kewajiban regulatif, tetapi menjadi instrumen kunci untuk memperkuat budaya mutu, meningkatkan akuntabilitas, dan mendorong inovasi dalam pengelolaan akademik.

Peserta pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) memanjatkan doa bersama yang dipimpin oleh Drs. H. Achmad Prijanto sebelum acara dimulai.

“Setelah mengikuti sertifikasi ini, peserta tidak hanya sekadar memperoleh pengakuan kompetensi, tetapi juga memikul peran sebagai garda depan Universitas Mulia dalam menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan,” ujarnya.

Dalam konteks akreditasi, Prof. Ahsin menegaskan bahwa Sertifikasi AMI secara langsung meningkatkan kesiapan Universitas Mulia menghadapi akreditasi nasional maupun internasional. Hal ini dimungkinkan karena auditor bersertifikat mampu memastikan penerapan SPMI secara menyeluruh, menyajikan data dan dokumentasi mutu yang akurat, sekaligus menumbuhkan budaya evaluasi dan perbaikan berkelanjutan. Auditor yang kompeten juga diyakini dapat menghadirkan bukti sahih bagi LED dan LKPS, memperkuat proses visitasi BAN-PT maupun LAM, serta menyiapkan kampus untuk memenuhi standar mutu global.

Dengan demikian, pelatihan sertifikasi AMI yang digelar Universitas Mulia diposisikan sebagai upaya sistematis untuk memperkuat tata kelola mutu, mempercepat pencapaian akreditasi unggul, sekaligus mewujudkan visi universitas sebagai perguruan tinggi unggul dan inovatif. (YMN)

Balikpapan, 11 September 2025 – Universitas Mulia menyelenggarakan Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) selama dua hari, 10–11 September 2025, di Ruang Executive, White Campus. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya sistematis kampus dalam memperkuat tata kelola mutu akademik dan meningkatkan daya saing institusi.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Mulia, Budiarsih, SH., M.Hum., Ph.D., menekankan bahwa keberadaan AMI tidak dapat dipandang sebagai sekadar formalitas administrasi, melainkan instrumen strategis untuk memastikan akuntabilitas serta kepuasan seluruh pemangku kepentingan. “Audit Mutu Internal memiliki fungsi penting dalam menjaga kualitas pendidikan, khususnya di Fakultas Hukum. AMI menjadi jembatan antara kebutuhan stakeholders dan proses akademik yang berlangsung di fakultas,” ungkapnya.

Peserta mengikuti sesi pelatihan Sertifikasi AMI di Ruang Executive Gedung White Campus Universitas Mulia.

Menurutnya, tantangan utama dalam menjaga mutu akademik tidaklah sederhana. Keterbatasan sumber daya, perubahan kurikulum yang cepat, hingga variasi kualitas dosen masih menjadi pekerjaan rumah yang harus ditangani serius. “Jika tidak diimbangi dengan mekanisme evaluasi yang tepat, tantangan ini dapat menghambat peningkatan kualitas pembelajaran,” tambahnya.

Dalam kerangka tersebut, AMI berperan untuk menutup celah kelemahan melalui evaluasi menyeluruh terhadap proses pembelajaran, pengelolaan kurikulum, hingga peningkatan kompetensi dosen. Budiarsih menegaskan bahwa audit yang dilakukan secara konsisten dapat membantu fakultas mengidentifikasi kekurangan, memperbaiki tata kelola, sekaligus meningkatkan akuntabilitas.

Lebih jauh, ia menjabarkan strategi agar AMI dapat diterapkan secara efektif di fakultas. Di antaranya adalah komitmen pimpinan, pembentukan tim AMI yang kompeten, pelatihan berkelanjutan bagi dosen dan tenaga kependidikan, serta keterlibatan aktif mahasiswa. “AMI harus hadir bukan hanya di ruang dokumen, tetapi juga terintegrasi dalam denyut keseharian civitas akademika,” tegasnya.

Pelaksanaan AMI, lanjut Dr. Budiarsih, tidak terlepas dari tujuan jangka panjang peningkatan akreditasi fakultas. Dokumen hasil audit dapat menjadi bukti otentik bahwa proses evaluasi dan perbaikan mutu berjalan nyata. “Lebih dari sekadar dokumen, AMI adalah refleksi kesungguhan fakultas dalam mengembangkan sistem mutu, meningkatkan kepercayaan stakeholder, sekaligus memperkuat posisi kita menuju akreditasi unggul,” jelasnya.

Fakultas Hukum sendiri telah merancang bentuk kerja Lembaga Penjaminan Mutu Fakultas (LPMF) yang meliputi pengembangan sistem mutu terintegrasi, evaluasi berkala, serta pertukaran pengalaman dalam praktik penjaminan mutu. Upaya tersebut dimaksudkan agar budaya mutu tidak berhenti di level wacana, melainkan melekat dalam perilaku akademik sehari-hari.

Dr. Budiarsih menekankan pentingnya keterlibatan mahasiswa dalam membangun budaya mutu. Partisipasi mahasiswa dalam proses audit, kesediaan mengikuti pelatihan, hingga pengawasan bersama terhadap kualitas pembelajaran merupakan langkah strategis agar budaya mutu tumbuh dari bawah. “Mahasiswa tidak hanya penerima manfaat mutu, tetapi juga agen yang memastikan mutu itu terus berkembang,” ujarnya.

Kegiatan sertifikasi ini menghadirkan narasumber dari Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, dengan agenda pelatihan materi di hari pertama dan ujian sertifikasi pada hari kedua. Universitas Mulia menaruh harapan besar bahwa para peserta dapat menjadi auditor internal bersertifikat yang mampu membawa semangat budaya mutu ke seluruh fakultas dan unit kerja.

Dengan demikian, pelatihan AMI tahun ini tidak hanya menjadi rutinitas akademik, tetapi juga momentum penting untuk meneguhkan komitmen Universitas Mulia dalam membangun tata kelola pendidikan yang kredibel, akuntabel, dan berorientasi pada keberlanjutan mutu. (YMN)

Universitas Mulia, 10 September 2025 – Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal (AMI) yang tengah berlangsung di Universitas Mulia menyoroti urgensi kompetensi auditor sebagai “pengawal mutu” perguruan tinggi. Hal ini ditegaskan oleh salah satu narasumber, Muzdalifah, SP., M.Sc., yang menilai auditor internal berperan strategis memastikan seluruh proses akademik dan non-akademik berjalan sesuai standar Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti), dan regulasi terkini, termasuk Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023.

Muzdalifah, SP., M.Sc., salah seorang pemateri Pelatihan Sertifikasi Auditor Mutu Internal di Universitas Mulia dari Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

“Kompetensi auditor menentukan kredibilitas AMI sekaligus kualitas tata kelola perguruan tinggi. Auditor yang kompeten mampu mengidentifikasi kesenjangan antara standar dan praktik, memberikan rekomendasi perbaikan yang berorientasi pada peningkatan berkelanjutan, dan menjadi mitra strategis pimpinan dalam mempersiapkan akreditasi baik nasional maupun internasional,” jelas Muzdalifah.

Ia menekankan perbedaan signifikan antara auditor tersertifikasi dan yang belum. Auditor tersertifikasi memiliki pengakuan formal atas pengetahuan dan keterampilan sesuai standar pelatihan, memahami metodologi audit berbasis standar, serta memiliki kredibilitas yang lebih tinggi. “Sementara auditor yang belum tersertifikasi sering kali bekerja tanpa kerangka acuan baku, rawan bias dalam interpretasi, dan hasil auditnya kurang kuat untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan strategis,” ujarnya.

Di tengah arus globalisasi dan digitalisasi pendidikan, AMI menurutnya harus bersifat adaptif. Perguruan tinggi dituntut mengintegrasikan teknologi melalui e-audit, dashboard mutu, dan big data monitoring. Selain itu, benchmarking terhadap standar internasional seperti ISO 21001:2018, AUN-QA, hingga European Standards and Guidelines (ESG) menjadi penting agar mutu internal sejalan dengan praktik global.

“Kompetensi digital auditor menjadi kebutuhan mendesak. Mereka harus mampu menilai implementasi e-learning, hybrid learning, digital governance, serta sistem informasi akademik. Tanpa itu, sulit bagi kampus untuk memetakan gap internasionalisasi seperti publikasi, kurikulum global, dan kolaborasi riset,” terang Muzdalifah.

Meski demikian, ia tidak menutup mata terhadap kelemahan yang masih jamak terjadi di banyak perguruan tinggi, termasuk Universitas Mulia. Jumlah auditor bersertifikat masih terbatas, budaya mutu belum mengakar, dokumentasi belum sistematis, hingga tindak lanjut rekomendasi audit yang kerap lemah. “Lebih parah lagi, keberlangsungan AMI sering kali bergantung pada segelintir individu, bukan pada sistem yang mapan,” kritiknya.

Sebagai solusi, ia mendorong universitas mengacu pada standar internasional seperti ISO 9001:2015, ISO 21001:2018, AUN-QA, hingga Baldrige Excellence Framework untuk memperkuat kredibilitas audit mutu internal. Standar-standar tersebut tidak hanya menjadi rujukan teknis, tetapi juga kerangka kerja untuk memastikan perguruan tinggi memiliki sistem mutu yang diakui secara global.

Pelatihan Sertifikasi AMI ini diharapkan tidak sekadar formalitas, melainkan pijakan nyata membangun budaya mutu di Universitas Mulia. “Mutu itu bukan sekadar dokumen akreditasi. Ia harus hidup dalam praktik sehari-hari, dari ruang kuliah, layanan administrasi, hingga strategi internasionalisasi,” pungkas Muzdalifah. (YMN)

Balikpapan, 27 Agustus 2025 – Fakultas Ilmu Komputer (FIKOM) Universitas Mulia menjadikan program Vocational School Graduate Academy (VSGA) sebagai bagian penting dari strategi akademik dalam memperkuat kompetensi mahasiswa di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Dekan FIKOM, Djumhadi, S.T., M.Kom., menegaskan bahwa VSGA bukan sekadar pelatihan tambahan, tetapi diintegrasikan langsung dengan kurikulum agar manfaatnya lebih nyata bagi mahasiswa.

“Capaian pembelajaran di program studi kami dipetakan dengan unit-unit kompetensi VSGA yang berbasis SKKNI. Dengan begitu, mata kuliah seperti Jaringan Komputer, Pemrograman, Basis Data, Analisis Sistem, maupun Keamanan Informasi bisa langsung terhubung dengan standar sertifikasi,” jelas Djumhadi.

Melalui pemetaan ini, mahasiswa tidak hanya menyelesaikan perkuliahan dengan teori dan praktikum, tetapi juga diarahkan untuk mendapatkan bukti kompetensi yang berlaku nasional. Sebagai contoh, mahasiswa yang menuntaskan mata kuliah Administrasi Jaringan dapat langsung mengikuti pelatihan dan uji sertifikasi Junior Network Administrator.

Menurut Djumhadi, strategi integrasi ini membawa beberapa keuntungan. Sertifikat resmi yang diperoleh mahasiswa memperkuat daya saing saat memasuki dunia kerja. Kurikulum juga menjadi lebih link and match dengan industri karena modul VSGA memang disusun berdasarkan kebutuhan sektor TIK. “Portofolio mahasiswa otomatis lebih kuat. Mereka tidak hanya membawa ijazah, tetapi juga bukti keterampilan yang diakui industri,” ujarnya.

Selain hard skill, VSGA juga menumbuhkan soft skill penting seperti komunikasi, problem solving, dan teamwork. Ujian sertifikasi menuntut kedisiplinan dan konsistensi, yang akhirnya memacu mahasiswa untuk memiliki standar kompetensi yang jelas. “Kegiatan ini mendorong spirit kompetitif mahasiswa. Mereka belajar menetapkan target, mengukur kemampuan, dan berjuang melewati standar nasional. Itu pengalaman berharga yang tidak mereka dapatkan hanya dari ujian kampus,” tambahnya.

Lebih jauh, kegiatan VSGA membuka kesempatan mahasiswa untuk berinteraksi dengan instruktur dari industri, asosiasi profesi, maupun lembaga sertifikasi. Menurut Djumhadi, jejaring profesional yang terbentuk dari proses ini menjadi modal penting bagi mahasiswa ketika mereka memasuki dunia kerja. “Relasi yang dibangun sejak masa kuliah bisa berlanjut menjadi peluang magang, kerja sama riset, hingga akses rekrutmen,” terangnya.

Dalam implementasinya, FIKOM juga menerapkan model praktikum berbasis modul VSGA, tugas proyek yang menghasilkan portofolio sesuai standar, serta rekognisi SKS bagi mahasiswa yang lulus sertifikasi. Dengan cara ini, sertifikat tidak sekadar menjadi dokumen tambahan, tetapi diakui secara akademik.

Relevansi VSGA semakin terasa di tengah tuntutan revolusi industri 4.0 dan society 5.0. Skema-skema seperti Junior Mobile Programmer, Data Management Staff, Junior Web Developer, hingga Digital Marketing dianggap selaras dengan kompetensi inti era digital. “VSGA tidak hanya membekali keterampilan teknis, tetapi juga memperkuat literasi digital mahasiswa. Mereka paham infrastruktur, mampu mengembangkan solusi digital, dan mengerti bagaimana teknologi digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup,” papar Djumhadi.

Meski demikian, ia mengakui ada tantangan yang harus dihadapi mahasiswa. Kesiapan teknis perlu ditempa lewat praktikum intensif, kesiapan mental ditumbuhkan melalui kepercayaan diri dan disiplin, sementara dukungan institusi diwujudkan melalui fasilitas laboratorium, instruktur pendamping, dan pengakuan hasil sertifikasi dalam kurikulum. “Keberhasilan sertifikasi bukan hanya tanggung jawab mahasiswa, tetapi hasil dari sinergi antara usaha mereka dan dukungan kampus,” tegasnya.

Ke depan, FIKOM Universitas Mulia merancang langkah yang lebih sistematis. Rencana jangka panjang mencakup pemetaan jalur sertifikasi sejak awal kuliah, pembangunan Test Center di kampus yang terakreditasi, perluasan kerja sama dengan Kominfo, industri TIK, serta lembaga sertifikasi. Sertifikat yang diperoleh mahasiswa juga akan dikonversi ke dalam SKS agar benar-benar menjadi bagian dari capaian akademik.

“Budaya belajar berkelanjutan yang kami dorong akan membuat mahasiswa terbiasa meningkatkan kompetensinya seiring perkembangan teknologi. Dengan begitu, lulusan FIKOM tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga memiliki sertifikat kompetensi yang diakui nasional dan global,” pungkas Djumhadi.(YMN)

Wakil Rektor Wisnu Hera Pamungkas dan Kepala BPSDMP Kominfo Banjarmasin Syarifuddin foto bersama dengan sejumlah perwakilan perguruan tinggi Kalimantan Timur. Foto: Media Kreatif

UM – Universitas Mulia (UM) menorehkan prestasi gemilang dengan meraih tingkat kompetensi 100% dalam program Vocational School Graduate Academy (VSGA) yang merupakan bagian dari Digital Talent Scholarship (DTS) Tahun 2025, yang diselenggarakan pada Kamis (17/7) dan Jumat (18/7) yang lalu.

Hasil ini diumumkan oleh Kepala BPSDMP Kominfo Banjarmasin Syarifuddin, dalam kegiatan Monitoring dan Evaluasi Kegiatan VSGA Regional Kalimantan Timur, yang diselenggarakan oleh Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penelitian Komunikasi dan Informatika (BPSDMP KOMINFO) Banjarmasin, bertempat di Kampus Universitas Mulia, Selasa (26/8).

Berdasarkan data yang dipaparkan, seluruh 26 peserta dari Universitas Mulia yang mengikuti ujian sertifikasi dinyatakan kompeten. Capaian sempurna ini menempatkan Universitas Mulia sebagai salah satu mitra kampus dengan kinerja terbaik, melampaui rata-rata tingkat kompetensi regional Kalimantan Timur yang berada di angka 88%.

Adapun rincian capaian tersebut berasal dari dua skema sertifikasi, yaitu:

  1. Junior Cyber Security (Program Studi Teknologi Informasi): 21 dari 21 peserta dinyatakan kompeten.
  2. Associate Data Scientist (Program Studi Sistem Informasi): 5 dari 5 peserta dinyatakan kompeten.

Menanggapi hasil membanggakan ini, Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Mulia, Djumhadi, S.T., M.Kom., menyambut positif hasil monitoring dan evaluasi dari BPSDMP KOMINFO Banjarmasin. Ia menegaskan komitmen universitas untuk terus berbenah demi hasil yang lebih baik di masa depan.

Monitoring dan Evaluasi Kegiatan VSGA Regional Kalimantan Timur yang diselenggarakan oleh Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penelitian Komunikasi dan Informatika (BPSDMP KOMINFO) Banjarmasin di Kampus Universitas Mulia, Selasa (26/8). Foto: Media Kreatif

Monitoring dan Evaluasi Kegiatan VSGA Regional Kalimantan Timur yang diselenggarakan oleh Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penelitian Komunikasi dan Informatika (BPSDMP KOMINFO) Banjarmasin di Kampus Universitas Mulia, Selasa (26/8). Foto: Media Kreatif

Kepala BPSDMP Kominfo Banjarmasin Syarifuddin dan tim foto bersama Dekan Djumhadi, S.T., M.Kom dan Kaprodi SI Nasruddin S.Kom., M.Kom. dan Kaprodi TI Agus Wijayanto, S.Kom., M.Kom. Foto: Media Kreatif

Kepala BPSDMP Kominfo Banjarmasin Syarifuddin dan tim foto bersama Dekan Djumhadi, S.T., M.Kom dan Kaprodi S1 Sistem Informasi Nasruddin S.Kom., M.Kom. dan Kaprodi S1 Teknologi Informasi Agus Wijayanto, S.Kom., M.Kom. Foto: Media Kreatif

“Kami sangat bersyukur dan bangga atas pencapaian 100% ini. Ini adalah bukti keseriusan mahasiswa dan dosen dalam menyelaraskan kurikulum dengan kebutuhan industri digital,” ujar Djumhadi.

“Ke depan, dekan akan melakukan sejumlah persiapan dan perbaikan kinerja agar program sertifikasi VSGA dan evaluasi pelaksanaan kegiatan Digital Talent Scholarship (DTS) mendatang semakin meningkat lebih baik lagi,” imbuhnya.

Keberhasilan ini tidak lepas dari strategi Fakultas Ilmu Komputer dalam mengintegrasikan materi perkuliahan dengan standar kompetensi nasional.

Ketua Program Studi Teknologi Informasi, Agus Wijayanto, S.Kom., M.Kom. mengatakan, partisipasi mahasiswa dalam program sertifikasi ini merupakan hasil dari keselarasan kurikulum.

“Untuk bisa ikut sertifikasi tersebut, yaitu mata kuliah dari prodi Teknologi Informasi yang kemudian diselaraskan dengan Unit Kompetensi Junior Cyber Security yang ditentukan Komdigi. Dengan demikian, mahasiswa tidak hanya belajar teori di kelas, tetapi juga siap untuk diuji kompetensinya secara langsung,” jelas Agus.

Kegiatan monitoring dan evaluasi ini dihadiri oleh perwakilan dari enam perguruan tinggi mitra di Kalimantan Timur. Universitas Mulia tidak hanya menjadi peserta, tetapi juga mendapat kehormatan sebagai tuan rumah penyelenggaraan acara.

Prestasi ini menegaskan komitmen Universitas Mulia dalam mencetak talenta digital yang kompeten dan siap bersaing di era industri 4.0, sejalan dengan program pemerintah untuk mengakselerasi transformasi digital nasional.

(SA/Kontributor)

Humas Universitas Mulia, 2 Agustus 2025 Rabu, 30 Juli 2025, bukan sekadar tanggal dalam kalender akademik Universitas Mulia. Di ruang Townhall Hotel Midtown Express, berlangsung diskusi yang mengguncang cara berpikir lama tentang pembelajaran di perguruan tinggi. Prof. Dr. Lambang Subagiyo hadir bukan hanya sebagai narasumber, tapi sebagai pembuka jalan: membawa pendekatan design thinking yang selama ini akrab di dunia startup, ke dalam ranah mata kuliah wajib kurikulum (MKWK) seperti Pancasila, Kewarganegaraan, Agama, dan Bahasa Indonesia.

Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I., bersama Pramudya Prima Insan Prayitno, S.Kom., M.Kom—keduanya dosen MKU—tengah menyusun ulang RPS dengan pendekatan integratif berbasis OBE, PBL, PjBL, dan Design Thinking sebagai bagian dari upaya transformasi pembelajaran di Universitas Mulia.

Alih-alih mengulang narasi lama tentang pentingnya pendidikan karakter, Prof. Lambang memulai dengan sebuah pertanyaan mengusik: “Mengapa mahasiswa bisa cerdas secara teknologi, tapi gamang secara moral dan kebangsaan?” Pertanyaan itu menghantar para dosen MKWK dan MKU pada satu kesadaran bersama—bahwa metode ceramah dan hafalan tidak lagi memadai untuk menjawab tantangan era super smart society.

Yeyen Dwi Atma, S.Kom., M.Kom., tampak terlibat dalam diskusi intens bersama Prof. Dr. Lambang Subagiyo, membahas strategi integrasi pendekatan OBE, PBL, PjBL, dan Design Thinking ke dalam dokumen RPS.

Dalam paparannya, Prof. Lambang tidak banyak menggunakan jargon. Ia bicara tentang mahasiswa yang kehilangan jati diri karena terlalu lama diajak duduk mendengarkan, tanpa pernah diminta menyelesaikan masalah nyata. Ia menyodorkan design thinking sebagai metode yang menuntut empati, mendorong kreasi, dan memancing keberanian untuk menawarkan solusi.

Kepala Inkubator Bisnis Universitas Mulia, Dr. Linda Fauziyah Ariyani, S.Pd., M.Pd., terlihat tengah merefleksikan ulang pendekatan pembelajaran bisnis berbasis proyek dan solusi, dengan mengadopsi kerangka OBE, PBL, PjBL, dan Design Thinking.

“Kalau kita ingin mahasiswa punya nilai, maka mereka harus belajar dari persoalan yang bernilai,” tegasnya. “Bukan dari soal pilihan ganda, tapi dari isu di sekitar mereka: intoleransi, ujaran kebencian, etika digital, dan krisis moral publik.”

Lisda Agustia, S.Ag., M.Pd., mempresentasikan RPS Mata Kuliah Agama Islam yang telah diperbarui untuk mencerminkan pendekatan OBE, PBL, PjBL, dan Design Thinking sebagai respons terhadap kebutuhan pembelajaran abad ke-21.

Materi beliau membuka cara pandang baru tentang bagaimana MKWK bisa menjadi ruang transformasi, bukan sekadar ruang transmisi pengetahuan. Dengan menekankan proses berpikir kreatif dan kolaboratif, mahasiswa diajak untuk tidak hanya memahami Pancasila sebagai teks, tapi menerjemahkannya dalam aksi nyata—seperti merancang kampanye toleransi digital, membuat video edukasi tentang etika media sosial, atau menyusun solusi atas konflik sosial berbasis nilai-nilai kebangsaan.

Prof. Dr. Lambang Subagiyo terlihat bersemangat menyampaikan materi pada sesi pelatihan, sementara peserta tampak menyimak dengan antusias, mencerminkan suasana intelektual yang hidup dan penuh keterlibatan.

Design Thinking bukan satu-satunya alat yang ia tawarkan. Dalam sesi tersebut, Prof. Lambang juga menegaskan bahwa Outcome Based Education (OBE) adalah fondasi yang tak bisa diabaikan. OBE menuntut bukti nyata dari capaian pembelajaran, bukan sekadar nilai di akhir semester. Karena itu, pendekatan seperti PBL (problem-based learning) dan PjBL (project-based learning) harus diintegrasikan ke dalam MKWK agar mahasiswa tidak hanya “tahu”, tetapi juga “mampu” dan “mau”.

Workshop ini bukan hanya sesi pelatihan teknis. Ia menjadi forum reflektif bagi para dosen yang selama ini berkutat di ruang-ruang kelas dengan bahan ajar klasik. Di akhir sesi, bukan hanya catatan yang dibawa pulang, tapi juga kegelisahan produktif: bagaimana mengajar dengan cara yang membentuk manusia, bukan hanya mengisi kepala.

Humas UM (YMN)