Debat Presma Bukan Sekadar Tradisi, Tapi Laboratorium Demokrasi Substantif
Humas Universitas Mulia, 26 Juni 2025 — Debat calon Presiden Mahasiswa (Presma) yang digelar di Universitas Mulia tidak hanya menjadi ajang tahunan dalam rangkaian Pemilihan Raya (Pemira), tetapi telah menjelma menjadi ruang pembelajaran demokrasi substantif. Hal ini ditegaskan oleh Bapak Riski Zulkarnain, S.Pd., M.Pd., Kepala Bagian Kemahasiswaan dan Alumni , yang dimintai keterangan dalam rangka penguatan perspektif akademik terhadap kegiatan tersebut.

Suasana khidmat saat berlangsungnya seremonial pembukaan rangkaian kegiatan Pemilihan Raya Presiden Mahasiswa Universitas Mulia.
“Debat calon presiden mahasiswa merupakan laboratorium demokrasi yang sangat berharga di perguruan tinggi. Ini bukan sekadar ritual tahunan, melainkan proses pembelajaran yang mengajarkan kompetisi gagasan, transparansi, dan akuntabilitas publik,” ujarnya.
Menguji Gagasan, Melatih Kepemimpinan Intelektual
Menurut Riski, kualitas debat juga menjadi refleksi langsung dari proses pendidikan yang dijalankan universitas. Saat para kandidat mampu menyampaikan visi yang terstruktur, menawarkan solusi berbasis data, dan merespons pertanyaan dengan kedalaman analisis, saat itulah nalar kritis dan kepemimpinan intelektual mahasiswa benar-benar diuji.

Para mahasiswa menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dengan penuh semangat pada pembukaan resmi debat calon Presiden Mahasiswa.
“Kepemimpinan intelektual tercermin dari kemampuan mengintegrasikan teori dengan praktik serta menghadirkan inovasi yang kontekstual,” imbuhnya.
Nilai-Nilai Demokrasi dan Ukuran Debat Berkualitas
Riski menekankan bahwa Pemira seharusnya menjadi wahana penanaman nilai-nilai utama: integritas, transparansi, inklusivitas, kolaborasi, serta orientasi terhadap kepentingan bersama. Ia juga menambahkan bahwa indikator debat berkualitas tidak hanya ditentukan oleh kemampuan retorika, tetapi lebih pada kedalaman substansi, respons kritis, serta konsistensi antara visi dan program kerja.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terdapat peningkatan dalam hal penguasaan data dan pendekatan berbasis bukti (evidence-based). Meski begitu, peningkatan keberanian dalam mengambil posisi yang benar walau tidak populer tetap menjadi catatan penting.

Lagu Mars Universitas Mulia menggema di ruang acara, dinyanyikan secara serempak sebagai bentuk kebanggaan dan semangat sivitas akademika.
Menata Format, Menembus Isu Nasional
Riski juga mengusulkan penyegaran pada format debat. Selain tanya jawab antar kandidat, penting untuk melibatkan audiens dan menguji kandidat dalam simulasi kasus nyata. Ia juga mendorong agar isu-isu yang diangkat melampaui urusan internal kampus, termasuk keterlibatan BEM dalam isu nasional dan global yang relevan dengan mahasiswa.

Para pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa berpose bersama menjelang pemilihan, siap mengadu gagasan dan visi untuk kepemimpinan mahasiswa.
Presma sebagai Representasi dan Mitra Kritis
Menanggapi posisi strategis Presiden Mahasiswa, ia menyatakan bahwa pemimpin mahasiswa harus mampu memainkan dua peran sekaligus: menjadi representasi mahasiswa dan menjadi mitra kritis institusi.
“Presma adalah tangan kanan untuk kepentingan birokrasi dan tangan kiri untuk kepentingan mahasiswa. Komunikasi terbuka dan berbasis data menjadi kunci sinergi yang sehat,” jelasnya.

Sejumlah mahasiswa berfoto bersama menjelang pelaksanaan Pemira, menandai partisipasi aktif mereka dalam pesta demokrasi kampus.
Menjawab Tantangan Era Digital
Dalam menghadapi tantangan era digital, calon pemimpin mahasiswa dituntut memiliki literasi digital yang tinggi dan kemampuan membangun dialog konstruktif di ruang maya. Debat juga menjadi sarana untuk melatih sensitivitas terhadap isu disinformasi dan polarisasi opini.
BEM sebagai Katalis Akademik dan Sosial
Lebih lanjut, Riski juga menekankan bahwa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) harus menjadi katalis ekosistem akademik yang sehat. Ini mencakup mendorong budaya riset, menjembatani dunia industri, hingga melibatkan mahasiswa dalam kerja sosial yang bermakna.
“Demokrasi kampus jangan berhenti sebagai ritual administratif, tapi menjadi ruang pembelajaran sosial yang mengakar dan membangun,” katanya.
Menuju Pemira yang Substantif dan Rasional
Untuk menjauhkan Pemira dari jebakan politik identitas dan popularitas semu, pihak WR III menyiapkan mekanisme seleksi berbasis visi, rekam jejak akademik, serta kapasitas kepemimpinan nyata. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh melalui pendekatan 360 derajat.
Membentuk Pemimpin Masa Depan
Universitas Mulia tengah mengembangkan Leadership Development Pipeline, mencakup pelatihan, mentoring alumni, hingga pengiriman mahasiswa ke forum kepemimpinan nasional dan internasional. Tujuannya jelas: melahirkan pemimpin yang tidak hanya siap saat Pemira, tapi matang secara berkelanjutan.
Humas UM (YMN)