Universitas Mulia Menggelar Sosialisasi Regulasi Perlindungan Perempuan, Anak, dan Keluarga Berkerjasama dengan DP3KB Kota Balikpapan.

HUMAS UM– Universitas Mulia kembali menunjukkan komitmennya dalam mendukung upaya perlindungan terhadap perempuan, anak, dan keluarga melalui kegiatan sosialisasi yang digelar hari ini. Acara yang bertempat di Ball Room Gedung Cheng Hoo kampus balikpapan (22/10/2024) ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman mahasiswa serta masyarakat mengenai regulasi terkait perlindungan perempuan, anak, dan keluarga.

Sosialisasi ini dihadiri oleh Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.SI  narasumber kegiatan Iptu Renny  Witasari,S.Kom ( Subdit 4 Ditreskrimum Polda Kaltim), Plt. Sekretaris DP3KB ( Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan anak dan keluarga berencana) Kota Balikpapan bapak Umar Adi. serta Kepala bidang DP3KB ibu Rinda setyawati bersama Tim dari PUSPAGA ( Pusat pembelajaran Keluarga) Mereka memaparkan berbagai regulasi yang telah ditetapkan pemerintah untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak, serta bagaimana masyarakat dapat berperan aktif dalam mencegah kekerasan domestik.

Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si

Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si., dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari kontribusi nyata universitas dalam membangun kesadaran kolektif mengenai pentingnya perlindungan terhadap kelompok rentan. “Atas nama Rektor Universitas Mulia, saya menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga, Ibu Heria Prisni, penyelenggara, dan seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan ini. Pemberdayaan perempuan, anak, dan keluarga adalah isu yang sangat krusial, terutama di tengah semakin maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), suami menganiaya istri, bahkan sampai pembunuhan. Beberapa kasus pelecehan seksual tragis juga menimpa anak-anak pada masa golden age atau usia emas mereka, seperti anak usia dini. Mirisnya, ada ayah yang tega melecehkan anak kandung atau anak tiri, serta guru terhadap siswanya. Semoga Universitas Mulia terhindar dari semua ini. Amiin ya Rabbal ‘Alamin.”

“Di dunia pendidikan, Menteri Pendidikan dengan tegas menyatakan adanya tiga dosa besar, yang membuat kami membentuk Satgas PPKS (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual). Ketiga dosa besar tersebut adalah pelecehan seksual, bullying/perundungan, dan intoleransi. Ini menjadi tantangan di dunia pendidikan kita,” lanjutnya.

Dalam konteks sosial saat ini, kesetaraan gender, penghormatan terhadap hak-hak perempuan, serta perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi harus menjadi prioritas bersama. Oleh karena itu, pelaksanaan acara ini sangatlah tepat.

“Kampus berkomitmen untuk menjadi bagian dari solusi. Kami sepenuhnya mendukung kegiatan seperti ini karena kami percaya bahwa perubahan sosial dimulai dari kesadaran individu dan kolektif. Mahasiswa kami adalah agen perubahan yang harus memahami pentingnya kesetaraan gender dan menjadi pelindung bagi hak-hak perempuan, baik di dalam kampus maupun di masyarakat luas. Sebagai kelanjutan dari kegiatan ini, kami berharap Universitas Mulia dan Dinas P3AK dapat membentuk MOU maupun SPK. Melalui sosialisasi ini, kami berharap seluruh peserta dapat memperluas pengetahuan tentang isu-isu perlindungan perempuan, memahami upaya yang telah dilakukan pemerintah, serta lebih siap mendukung perlindungan terhadap perempuan, anak, dan keluarga dalam kehidupan sehari-hari. Saya juga mengajak seluruh civitas akademika Universitas Mulia untuk terus mendukung gerakan perlindungan perempuan, anak, dan keluarga, memperkuat advokasi, serta menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan inklusif bagi semua,” tutupnya.

Plt. Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3KB) Kota Balikpapan, Umar Adi, menyampaikan sambutan sekaligus membuka acara sosialisasi mengenai perlindungan perempuan, anak, dan keluarga. Dalam sambutannya, Umar Adi mengungkapkan bahwa DP3KB menghadapi banyak tantangan dan pekerjaan rumah terkait perlindungan perempuan dan anak di Kota Balikpapan.

“Bapak dan Ibu sekalian, ketika berbicara mengenai perlindungan perempuan di Kota Balikpapan, kami memohon kebijaksanaan Bapak Ibu yang hadir di ruangan ini. Sebab, di DP3KB, kami memiliki banyak tugas dan masalah yang perlu ditangani. Jika semua hal tersebut kami ungkapkan, mungkin bisa menimbulkan kekhawatiran, namun jika kami sembunyikan, rasanya tidak bijak. Mengapa demikian? Saat kami menjabat di DP3KB, data dari tahun 2022 mencatat, melalui aplikasi KPPA terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak, terdapat 88 kasus, di mana 80 persen di antaranya melibatkan anak-anak. Pada tahun 2023, jumlah kasus meningkat menjadi 156, dengan 70 persen di antaranya juga melibatkan anak-anak. Hingga September 2024, sudah tercatat 173 laporan kasus. Data ini yang tercatat di kami, dan belum termasuk data dari UPPA Polres yang nantinya akan disampaikan oleh Bu Reni.”

Umar Adi juga menjelaskan mengapa kasus kekerasan terhadap anak lebih mendominasi. “Kasus kekerasan terhadap anak lebih banyak karena dalam kasus kekerasan terhadap perempuan, korban dewasa memiliki tingkat kedewasaan yang memungkinkan mereka mencabut laporan. Walaupun demikian, nanti Bu Reni, sebagai narasumber, akan menjelaskan mengenai undang-undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan sanksi yang tegas.”

Lebih lanjut, Umar Adi juga menyoroti penyebab utama kasus kekerasan terhadap perempuan di Kota Balikpapan. “Beberapa kasus kekerasan yang terjadi terhadap perempuan biasanya dipicu oleh faktor ekonomi dan gaya hidup. Kasus penganiayaan yang sering terjadi adalah kekerasan berkelanjutan. Kami sering menemui situasi di mana ketika proses hukum dilanjutkan, korban justru rujuk dengan pelaku. Misalnya, hari ini bertengkar hingga tetangga ramai membuat status di media sosial, tapi besoknya mereka sudah baikan. Dalam kasus seperti ini, orang yang menyebarkan informasi bisa terkena sanksi berdasarkan Undang-Undang ITE.

Narasumber kegiatan Iptu Renny  Witasari,S.Kom ( Subdit 4 Ditreskrimum Polda Kaltim)

Pada kegiatan ini menghadirkan Iptu Renny  Witasari,S.Kom ( Subdit 4 Ditreskrimum Polda Kaltim) yang menjadi narasumber pada kegiatan hari ini , beliau menyampaikan undang-undang perlindungan terhadap korban kekerasan seksual antara lain Kekerasan seksual yang mencakup berbagai bentuk perilaku atau tindakan yang bersifat memaksa, melecehkan, atau memanipulasi secara seksual, yang dilakukan tanpa persetujuan dari korban. Berikut ini adalah beberapa jenis kekerasan seksual yang umum terjadi:

1. Pemerkosaan

Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban, termasuk penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan. Pemerkosaan bisa terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk dalam pernikahan.

2. Pelecehan seksual

Tindakan seksual yang tidak diinginkan, baik secara verbal maupun fisik, yang menciptakan lingkungan yang tidak nyaman bagi korban. Pelecehan seksual dapat terjadi di tempat kerja, sekolah, atau lingkungan publik.

3. Eksploitasi seksual

Penyalahgunaan posisi kekuasaan atau kepercayaan untuk tujuan seksual. Hal ini sering melibatkan orang yang berada dalam posisi otoritas seperti guru, majikan, atau orang tua.

4. Pelecehan seksual Verbal

Komentar, lelucon, atau ungkapan yang bersifat seksual dan tidak diinginkan oleh orang yang menjadi target. Ini bisa mencakup ejekan, rayuan tidak pantas, atau permintaan seksual yang tidak diinginkan.

5. Perdagangan Orang

Perdagangan manusia untuk tujuan eksploitasi seksual, di mana korban dipaksa untuk bekerja di industri seks, seperti prostitusi paksa atau produksi pornografi.

6. Perundungan seksual online ( cyber Harassment)

Kekerasan seksual yang dilakukan melalui platform digital, seperti penyebaran gambar atau video tanpa persetujuan korban, mengancam untuk menyebarkan konten eksplisit, atau pelecehan berbasis gender secara daring.

7. Pornografi Anak

Pembuatan, distribusi, atau konsumsi materi pornografi yang melibatkan anak-anak. Ini termasuk tindakan eksploitasi anak secara seksual.

8. Voyeurisme

Tindakan memata-matai atau melihat seseorang dalam keadaan intim atau pribadi tanpa sepengetahuan atau persetujuannya. Ini sering kali terjadi tanpa persetujuan korban dan bisa melibatkan perekaman secara diam-diam.

9. Catcalling

Bentuk pelecehan seksual di tempat umum, di mana seseorang mengganggu atau menggoda orang lain secara seksual, seperti dengan bersiul, berteriak, atau membuat komentar seksual yang tidak diinginkan.

10. Inses

Kekerasan atau pelecehan seksual yang terjadi antara anggota keluarga dekat. Ini adalah salah satu bentuk kekerasan seksual yang sangat kompleks dan sering kali terjadi dalam situasi di mana korban sulit untuk melaporkan pelakunya.

“Semua bentuk kekerasan seksual ini sangat merugikan dan memiliki dampak yang luas terhadap korban, baik secara fisik, emosional, maupun psikologis. Penting bagi masyarakat untuk memahami, mencegah, dan membantu korban kekerasan seksual mendapatkan keadilan dan pemulihan yang layak.” terang Iptu Renny.

Peserta Sosialisasi Regulasi Perlindungan Perempuan, Anak, dan Keluarga

Kegiatan ini diharapkan mampu membangun jaringan kolaboratif antara pihak kampus, pemerintah, dan masyarakat dalam mewujudkan lingkungan yang aman dan ramah bagi perempuan dan anak. Sosialisasi ini juga menjadi momentum penting bagi Universitas Mulia dalam melanjutkan upaya peningkatan kesadaran terhadap isu-isu perlindungan keluarga yang sering kali masih kurang dipahami.

Team HUMAS UM