FIKOM Menggelar FGD Bersama Stakeholder Pengguna Lulusan
Bahas Kebutuhan Kurikulum Baru Hadapi Era Digital
UM – Fakultas Ilmu Komputer (Fikom) menggelar Forum Group Discussion (FGD) atau diskusi terpumpun membahas evaluasi dan pengembangan kurikulum. Diskusi bersama stakeholder ini berlangsung di Ruang Eksekutif Universitas Mulia, Jalan Letjen Zaini Azhar Maulani, Rabu (9/10).
FGD dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P, M.Eng. Dalam sambutannya, Wisnu mengatakan bahwa bagaimana mengubah paradigma pembelajaran di kelas lebih diperhatikan agar mahasiswa mampu meraih capaian pembelajaran yang diharapkan.
“Agar dapat tercapai, perlu adanya pemetaan kurikulum. Apalagi kemampuan mahasiswa dalam tiap kelas itu berbeda-beda. Dengan adanya masukan penting dari para stakeholder, kami berharap ke depan mahasiswa kami lebih berdaya saing,” ujarnya.
Lewat FGD ini, Wisnu berharap kurikulum yang digunakan oleh seluruh program studi di bawah Fakultas Ilmu Komputer tidak ketinggalan empat tahun ke belakang. Tetapi, justru diharapkan mampu membaca kebutuhan pendidikan untuk empat sampai lima tahun ke depan.
Dekan Fikom Jamal, S.Kom., M.Kom mengatakan, diskusi terpumpun ini juga bertujuan untuk mengevaluasi kurikulum yang telah diterapkan pada Program Studi S1 Informatika, S1 Sistem Informasi, dan S1 Teknologi Informasi.
“Agar tetap relevan dengan perkembangan industri teknologi yang terus berkembang pesat. Dengan adanya kemajuan teknologi seperti Kecerdasan Artifisial, Big Data, Cloud Computing, dan Internet of Things (IoT),” ujar Jamal.
Jamal menambahkan, diskusi terpumpun ini juga dalam rangka menindaklanjuti Workshop Kurikulum berbasis Outcome-Based Education (OBE) di Samarinda, pada Agustus yang lalu.
“Jadi, kami merasa perlu untuk menyesuaikan kurikulum ini agar lulusan siap menghadapi tantangan di era digital,” tambahnya.
Hal ini lantaran terkait dengan visi jangka panjang Universitas Mulia, yakni menjadi pusat pengembangan teknologi berbasis Technopreneurship di tingkat global pada tahun 2045 yang akan datang.
Pada kesempatan ini, Jamal mengajak para pemangku kepentingan atau stakeholders untuk dilibatkan, baik dari kalangan dosen, perwakilan organisasi mahasiswa (ormawa), alumni serta mitra industri pengguna lulusan.
Melalui forum ini pula, para stakeholders berdiskusi dan berbagi pengalaman dan pandangan terkait relevansi kurikulum dengan kebutuhan industri berdasarkan kompetensi di masa mendatang.
Tampak beberapa dosen yang hadir dalam kegiatan ini antara lain Jamal, S.Kom., M.Kom, Djumhadi, S.T., M.Kom, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng, Muhammad Safi’i, S.Kom., M.Kom serta Isa Rosita, S.Kom., M.Cs dan dosen lainnya.
Isa Rosita, Ketua Program Studi S1 Sistem Informasi menambahkan, lewat FGD ini ia menerima beberapa masukan dari berbagai pihak, baik dari dosen maupun industri.
Untuk itu, ia mengungkapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas seluruh pihak yang telah memberikan kontribusinya, baik berupa pemikiran dan pengalaman praktis untuk kemajuan pendidikan di Universitas Mulia.
“Universitas Mulia berharap dapat menyempurnakan kurikulum sehingga lebih responsif terhadap perubahan zaman dan kebutuhan industri serta mampu mencetak lulusan yang kompeten dan inovatif di masa depan,” tuturnya.
Pada kesempatan ini, hadir sejumlah perwakilan dari industri pengguna lulusan, diantaranya Ir. Harry Hadi Syahputra, S.T., M.T dan Asep Irwansyah dari PT. Minergo Systems, Hariyanto dari PT. Comtelindo serta Heni Novia Rini, S.Kom dan Eka Prasetyawati, S.Kom dari SMK Negeri 6 Balikpapan.
Masukan Stakeholder
Seorang dosen muda, Rahmat Saudi Al Fathir As, S.Kom, M.Kom mengusulkan perlunya penyusunan kurikulum dengan menggunakan roadmap. Dengan memanfaatkan tools roadmap.sh, misalnya, kurikulum dapat disusun dengan melakukan pemetaan terlebih dahulu.
Hal ini, menurutnya, ke depan akan ada lebih banyak pekerjaan dengan bidang baru dan lebih spesifik yang dibutuhkan oleh industri, seiring perkembangan zaman dan teknologi di era digital.
Hariyanto, perwakilan dari PT Comtelindo mengatakan, kebutuhan sumber daya manusia di perusahaannya, di bidang pengembangan Sistem Informasi sejauh ini cukup baik. Hanya saja, ia menyarankan perlunya mahasiswa dibekali pemahaman tentang kebutuhan analisis bisnis.
“Untuk memahami arsitektur visi perlu memahami penerjemahan dari kebijakan perusahaan hingga ke bisnis proses. Padahal, memahami bisnis proses adalah salah satu keahlian yang sangat dibutuhkan,” ujar Hariyanto.
Menurutnya, memahami proses bisnis akan berbeda dengan pemahaman pada Flowchart. “Flowchart itu jelaskan hanya sektoral, sedangkan bisnis proses bisa mendapatkan hingga outcome,” ujarnya.
Ia juga mendorong agar mahasiswa mendapatkan pembekalan tentang bagaimana memahami tata kelola proyek sistem informasi yang implementatif. Mahasiswa terlibat dalam proyek-proyek pengembangan sistem informasi yang implementatif.
“Tidak lagi Waterfall, melainkan menggunakan Framework Agile hingga Scrum dalam sistem analis, jadi scrum master,” ujarnya.
Selain itu, Hariyanto mencermati kebutuhan perekrutan tenaga lokal yang masih minim keahlian, terutama pemahaman algoritma dan penerapan teknologi .Net dari Microsoft yang digunakan perusahaannya.
Ia mengungkapkan, kebutuhan teknologi yang digunakan di perusahaannya mengikuti perkembangan zaman. Misalnya, di bidang teknologi sistem basis data menggunakan Firebase dan teknologi yang mengarah pada pengelolaan Big Data seperti NoSQL dan MongoDB.
Beberapa teknologi seperti IoT digunakan perusahaannya untuk menjembatani komunikasi data. Salah satunya digunakan untuk memantau keberadaan kapal laut jika sewaktu-waktu memerlukan bantuan.
Terkait Cyber Security, ia mengungkapkan kebutuhan sumber daya manusia yang menguasai sertifikasi jaringan komputer, seperti MTCRE. Selain itu, juga kebutuhan pengembangan NOC, helpdesk, hingga Network Planning.
“Bahkan, seorang helpdesk di tempat kami bisa menyelesaikan troubleshoot tingkat basic. Setidaknya kami tidak perlu cari dari luar Balikpapan untuk mencari pegawai,” ujarnya.
Sementara itu, Asep Irwansyah dari PT. Minergo Systems mengatakan sepakat atas usulan Fathir, agar kampus menyiapkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan industri dan menghilangkan gap.
“Industri sangat dinamis. Jadi, terjadi gap, munculnya stigma lama perusahaan berharap tenaga kerja yang siap guna, bukan siap latih. Makanya, perlu pengalaman sekian tahun. Apakah dari sisi kampus bisa melihat itu?” tuturnya.
Ia mendorong mahasiswa memiliki kompetensi melalui sertifikasi keahlian. Hal ini ditunjang dengan bagaimana mahasiswa melakukan pengembangan diri lewat kompetensi yang dimilikinya.
Hal ini, menurutnya, akan sangat berguna ketika terjadi ketimpangan antara jumlah lulusan dan kebutuhan industri. Perusahaan akan mengutamakan kompetensi dibanding dengan asal lulusan.
Harry Hadi Syahputra menambahkan, pentingnya penguasaan teori maupun praktek tentang blockchain dan aplikasi di berbagai industri saat ini. Termasuk IoT, Quantum Computing, Metaverse dan VR/AR.
(SA/Kontributor)