Jadi Media Belajar, Mahasiswa Hukum Universitas Mulia Praktik Peradilan Semu
UM – Sebagai upaya mengimplementasikan teori yang telah didapatkan dari bangku perkuliahan, mahasiswa Program Studi (Prodi) S1 Ilmu Hukum Fakultas Humaniora dan Kesehatan ( FHK) Universitas Mulia mengikuti Praktik Peradilan Semu sejak 3 April hingga 17 April lalu di kampus Universitas Mulia.
Mengenakan pakaian dan atribut selayaknya peserta di ruang peradilan sesungguhnya, sebanyak 8 mahasiswa semester empat ini berakting sesuai dengan perannya masing-masing. Ada yang berperan sebagai hakim, jaksa, panitera, pengacara, saksi hingga terdakwa. Semua diperankan oleh para mahasiswa.
Kepala Ruang Peradilan Semu Kana Kurnia, S.H., M.H. mengatakan, Praktik Peradilan Semu ini dilakukan dalam tiga sesi, sesi pertama dilakukan pada 3 April, kemudian dilanjutkan pada 10 April dan ditutup pada 17 April lalu. “Jadi ini merupakan praktek yang pertama kali dilaksanakan dan diikuti oleh angkatan pertama Prodi Ilmu Hukum,” katanya.
Dilaksanakannya praktik ini kata Kana, setelah mahasiswa mendapatkan teori dan sebelumnya telah mengikuti praktik lapangan di pengadilan negeri dan pengedilan agama.
“Jadi karena mereka sebelumnya sudah melihat secara langsung prosesi persidangan yang sesungguhnya harapannya mereka sudah dapat mengamati apa yang ada di teori dan di lapangan. Kemudian karena mereka belum bisa melaksanakan langsung proses persidangan itu di kantor pengadilan negeri atau pengadilan agama, maka kami membuatlah praktik peradilan semu ini agar mereka dapat menerapkan dengan apa yang sudah didapatkan sebelumnya,” terang Kana.
Praktik Peradilan, katanya wajib ditempuh oleh mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Mulia. Peradilan semu memberikan tambahan belajar bagi mahasiswa dalam mencernakan pelajaran yang ia dapat selama kuliah, menganalisis kasus dan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan oleh penegak hukum dalam upaya menangani kasus-kasus. Setidaknya mereka dapat berperan menjadi hakim, penggugat, jaksa, penasehat hukum dalam suatu acara pengadilan.
“Pada prinsipnya dari praktik ini mahasiswa dapat memahami bagaimana praktik acara itu menarik untuk digali dan dicerna sisi-sisi ilmiahnya” terangnya
Lebih lanjut, sebut Kana, pada peradilan semu juga berisi mengenai perdebatan-perdebatan kejadian perkara mengenai kasus-kasus yang dilihat berdasarkan analisis dalam kerangka yuridis normatif berdasarkan teori-teori hukum yang mahasiswa dapatkan selama proses perkuliahan. Perlahan tapi pasti mahasiswa diperhadapkan pada tataran ideal kekuatan peradilan yang dapat memutus perkara mengenai berbagai kasus yang terjadi.
Kemampuan untuk membuat atau praktik membuat berkas-berkas, tambah Kana, diperlukan untuk beracara di pengadilan dipertaruhkan bagi mahasiswa Ilmu Hukum di dalam peradilan semu. Surat gugatan, surat jawaban, dakwaan, surat tuntutan, putusan hakim, pembelaan, adalah beberapa di antara berbagai berkas yang mutlak diperlukan untuk melaksanakan acara peradilan.
“Jadi sebelum melaksanakan praktik peradilan, mahasiswa diharuskan mempersiapkan berkas-berkas yang diperukan, mulai dari surat gugatan, surat bantahan, jawaban dan bukti-bukti lainnya yang memang harus dihadirkan dalam proses peradilan seperti layaknya persidangan pada umumnya,” tambahnya.
Ia menjelaskan, karena proses praktik peradilan semu dilakukan selayaknya peradilan sesungguhnya, maka harus dilakukan secara mendetail untuk itu prosesnya dijadwalkan secara bertahap. “Dimana agenda diawali dengan pembacaan gugatan, sekaligus pembacaan jawaban dari pihak lawan. Setelah proses jawab-menjawab selesai, maka persidangan di skor atau ditunda dan di lanjut pada waktu selanjutnya. Kemudian setelah agenda pertama selesai maka dilanjut dengan proses pembuktian baik dalam bentuk saksi maupun surat, dan persidangan terakhir membahas terkait pembacaan kesimpulan dan putusan hakim yang dilakukan pada 17 April lalu,” jelasnya.
Ia pun berharap dengan adanya praktik ini dapat membangun dan mengasah keterampilan hukum acara atau hukum formil di kelas dan di ruang peradilan semu, sehingga mahasiswa mampu mempraktikkan peradilan sesuai dengan norma, asas, maupun prosedur (KUHAP). Diharapkan pula ke depan mahasiswa mampu mengimplementasikan pengetahuan hukum acara tersebut dalam praktik nyata sebagai penegak hukum maupun penegak keadilan.
“Ini juga sekaligus dapat membuat mahasiswa mencari skill mereka sesungguhnya cocok menjadi apa, apalah menjadi pengacara, atau hakim dan lainnya,” pungkasnya. (mra)