Diskusi Terbatas Sharing Kebijakan dan Implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka
UM – Dalam rangka implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Universitas Mulia menggelar diskusi terbatas bersama para pakar pendidikan, perguruan tinggi yang sedang melaksanakan MBKM, hingga Lembaga Layanan Dikti Wilayah XI Kalimantan. Diskusi dilaksanakan daring Zoom Meeting selama tiga hari, 9 – 11 Februari 2021.
“Selama tiga hari pekan lalu, kita telah melaksanakan diskusi terbatas bersama dua orang Doktor dan empat orang Profesor. Hasil diskusi Insyaallah menjadi masukan bagi kami untuk perencanaan pelaksanaan MBKM di Universitas Mulia pada semester yang akan datang,” tutur Wakil Rektor Bidang Akademik Yusuf Wibisono, M.T.I. dalam apel pagi Senin (15/2).
Tercatat, di hari pertama dua orang narasumber berbicara, antara lain Dr. Muhammad Rusli, M.T. pakar di bidang Teknologi Pendidikan dari Institut Teknologi dan Bisnis STIKOM Bali. Kemudian Prof. Dr. Christina Widya Utami, M.M., CLC, CPM Dekan Fakultas Manajemen dan Bisnis Universitas Ciputra Surabaya. Keduanya membagikan pengalamannya dalam pelaksanaan MBKM di perguruan tinggi masing-masing.
Di hari kedua, Prof. Dr. Ir. H. Udiansyah, M.S. selaku Kepala LLDIKTI XI Wilayah Kalimantan turut memberikan paparan. Kemudian sesi berikutnya diikuti paparan Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifai’i, M.Si. selaku ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Kalimantan Selatan.
Dalam paparannya, Prof. Udi menyampaikan materi terkait Implementasi Kebijakan MBKM dari Mendikbud RI Nadiem Anwar Makarim tentang prioritas utama di perguruan tinggi dalam 5 tahun ke depan, yakni penciptaan Sumber Daya Manusia unggul pemimpin masa depan.
Adapun prosesnya, lanjut Prof. Udi, adalah melalui pembinaan, pembelajaran, dan pencetakan karakter mahasiswa perguruan tinggi. “Pembelajaran relevan dengan dunia industri dunia usaha yang ideal adalah tiga semester di luar prodi melalui magang, pertukaran pelajar, proyek di desa, wirausaha, riset, studi independen, dan kegiatan mengajar di daerah terpencil yang dibimbing seorang dosen,” tutur Prof. Udi.
Menurut Prof. Udi, saat ini Capaian Pembelajaran Lulusan atau CPL perguruan tinggi berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Tinggi nomor 3 tahun 2020 dan nomor 50 tahun 2018, yang menyebutkan bahwa selain lulusan berhak mendapat ijazah, juga mendapatkan sertifikat kompetensi bagi lulusan program pendidikan sesuai dengan keahlian dalam cabang ilmunya dan/atau memiliki prestasi di luar Program Studinya.
Bagi mahasiswa, tentu untuk meraih CPL ini semua tidak mudah. Lulusan diharapkan memiliki pemahaman literasi baru terkait literasi big data, literasi teknologi dan literasi manusia yang harus dipelajari di dalam sistem pembelajaran hybrid atau Blended Learning.
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan adaptasi, flexible, memiliki kemampuan Leadership, Reading Skills, Writing Skills, kemampuan berbahasa Inggris hingga IT Skills. Perguruan tinggi diharapkan dapat menyediakan fasilitas dan dukungan dalam berbagai aspek untuk memenuhi CPL perguruan tinggi.
Sedangkan Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifai’i, M.Si. memaparkan Penyamaan Persepsi dan Langkah Implementasi MBKM di Perguruan Tinggi. Dalam paparannya, Prof. Ahsin menerangkan landasan MBKM berdasarkan Permendikbud nomor 3 tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Di hari ketiga, Dr. Engkos Achmad Kuncoro, S.E., M.M. dari Universitas Bina Nusantara Jakarta dan Prof. Dr. Lambang Subagiyo, M.Si Ketua LP3M Universitas Mulawarman Samarinda Kalimantan Timur juga turut berbagi pengalaman. Dr. Engkos menekankan pada peran perguruan tinggi swasta untuk bersiap dalam MBKM. Perguruan tinggi harus betul-betul engagements atau terlibat dalam menyiapkan lulusan agar selaras dengan dunia usaha dan dunia industri atau DUDI.
Perguruan tinggi bukan sekadar bekerja sama dengan DUDI lewat perjanjian hitam di atas putih, tetapi juga memberikan perhatian dan kerjasama secara nyata. Civitas academica diharap secara totalitas memberikan perhatian kepada peserta didik.
Sedangkan Prof. Lambang menekankan azas kemanfaatan dalam kemerdekaan melengkapi kompetensi keahlian. Untuk itu, menurut pandangan Prof. Lambang, apabila mahasiswa lebih banyak teori di kampus, maka mahasiswa perlu pengalaman menerapkan teori tersebut pada dunia usaha dunia industri.
Menurutnya, apabila dijumpai mahasiswa yang sudah bekerja sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni saat ini, maka mahasiswa tersebut perlu recognisi cognitive atau teori yang kuat di perguruan tinggi.
Sementara itu, Wakil Rektor I Universitas Mulia Yusuf Wibisono usai kegiatan diskusi mengatakan bahwa secara umum seluruh pakar sepakat ada perbedaan antara kegiatan di luar kampus yang dulu pernah dilakukan dibanding dengan kebijakan Kampus Merdeka saat ini. “Jadi, misalnya, dulu ada kuliah kerja praktek atau KP, ada PKL, ada KKN, sebelum dilakukan Kampus Merdeka itu sudah dilakukan. Tapi ketika Kampus Merdeka, maka itu berbeda,” tuturnya.
Menurutnya, sebelum Kampus Merdeka, esensi pelaksanaan KP maupun PKL sebagai kewajiban kerja praktek. “Kalau sekarang dituntut untuk mendapatkan kompetensinya, mau praktek itu dimana, apa syarat yang harus dipenuhi sehingga nanti dilakukan rekognisi mata kuliah itu jelas,” terangnya.
“Kegiatannya sama-sama di perusahaan, tetapi dalam konteks Kampus Merdeka menjadi berbeda. Kalau dulu, setelah KP membuat laporan, selesai. Kalau sekarang, kompetensi apa yang diharapkan, yang akan dikejar, ini disepakati antara pembimbing di kampus dengan pembimbing di tempat kerja,” pungkasnya. (SA/PSI)
Trackbacks & Pingbacks
[…] satu penerapan teknologi yang baru saja dimanfaatkan oleh Universitas Mulia adalah Diskusi Terbatas Sharing Kebijakan dan Implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka dengan mengundang narasumber dua orang Doktor dan empat orang Profesor beberapa waktu yang […]
Comments are closed.