Fakultas Hukum Universitas Mulia Tanamkan Semangat Sumpah Pemuda Melalui Kesadaran Hukum dan Nilai Kebangsaan
Balikpapan, 28 Oktober 2025 – Peringatan Hari Sumpah Pemuda menjadi ajang bagi Universitas Mulia, khususnya Fakultas Hukum, untuk meninjau kembali arah pendidikan hukum yang mereka kembangkan. Fakultas ini menempatkan diri bukan sekadar pengajar teori hukum, tetapi sebagai laboratorium nilai — tempat mahasiswa ditempa menjadi pribadi yang adil, jujur, dan memiliki kesadaran kebangsaan.
Kaprodi Hukum Universitas Mulia, M. Asyharuddin, S.H., M.H., menilai bahwa hukum memiliki posisi strategis dalam menumbuhkan karakter pemuda Indonesia yang menjunjung tinggi nilai moral, kejujuran, dan tanggung jawab sosial. Menurutnya, semangat Sumpah Pemuda harus dibaca sebagai panggilan untuk membangun kesadaran hukum yang berpihak pada persatuan nasional.
“Hukum tidak berhenti sebagai norma tertulis, tetapi menjadi nilai hidup bersama. Pemuda perlu memaknainya sebagai panduan moral agar tumbuh sebagai agen perubahan yang berintegritas dan menjunjung semangat kebangsaan,” ujar Asyharuddin.
Fakultas Hukum Universitas Mulia memandang bahwa tantangan pembentukan karakter pemuda di era digital kini semakin kompleks. Meleknya generasi muda terhadap hukum di dunia maya, kata Asyharuddin, belum diiringi dengan kedewasaan etika digital.
“Pendidikan hukum perlu beradaptasi. Mahasiswa harus memahami hukum tidak hanya dari sisi aturan, tetapi juga dari kesadaran moral dalam menggunakan kebebasan berekspresi. Literasi hukum harus menyentuh ethos, bukan sekadar logos,” tegasnya.
Komitmen itu diwujudkan Fakultas Hukum Universitas Mulia melalui integrasi nilai kebangsaan dan hukum berkeadilan di seluruh kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Nilai nasionalisme dan etika profesi hukum disisipkan dalam kurikulum, kegiatan kemahasiswaan, riset dosen-mahasiswa, hingga pengabdian masyarakat berbasis nilai Pancasila dan kearifan lokal.
“Melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian yang berakar pada nilai kebangsaan, kami ingin melahirkan lulusan yang cerdas hukum sekaligus berjiwa nasionalis,” jelasnya.
Dalam konteks kehidupan berbangsa yang dinamis, Asyharuddin menekankan bahwa hukum seharusnya berfungsi sebagai alat pemersatu sosial. Prinsip equality before the law, menurutnya, adalah fondasi utama yang harus dijaga untuk membangun kepercayaan publik terhadap institusi hukum.
“Ketika hukum ditegakkan tanpa diskriminasi, rasa memiliki terhadap negara akan tumbuh. Itulah yang memperkuat persatuan,” ungkapnya.
Menilik makna Sumpah Pemuda, ia menilai bahwa nilai kesatuan dan tanggung jawab kolektif yang terkandung di dalamnya relevan untuk membangun legal consciousness atau kesadaran hukum generasi muda. Hukum, katanya, bukan sekadar urusan negara, tetapi juga tanggung jawab moral setiap warga negara dalam menjaga ketertiban dan keadilan.
“Kesadaran hukum tidak boleh lahir karena takut hukuman, tetapi karena cinta terhadap bangsa dan nilai keadilan,” ucapnya menegaskan.
Menutup wawancara, Asyharuddin berpesan agar mahasiswa hukum Universitas Mulia senantiasa menempatkan kemanusiaan sebagai inti dari penegakan hukum.
“Menjadi mahasiswa hukum bukan sekadar menghafal pasal, tapi menumbuhkan empati sosial dan semangat kebangsaan. Hukum tanpa nilai kemanusiaan hanyalah teks kosong. Hukum yang dijalankan dengan hati akan menjadi kekuatan untuk membangun Indonesia yang adil dan bermartabat,” tuturnya.
Melalui refleksi Sumpah Pemuda tahun ini, Fakultas Hukum Universitas Mulia menegaskan komitmennya untuk terus mencetak generasi hukum yang berjiwa persatuan, berintegritas, dan berorientasi pada kemanusiaan. Langkah ini menjadi bagian dari kontribusi nyata Universitas Mulia dalam membangun ekosistem pendidikan hukum yang adaptif, beretika, dan berpijak pada nilai-nilai kebangsaan. (YMN)











