Kevin Laoh Buka Rahasia ‘Cuan’ Konten Kreator Profesional

Kevin Laoh, pemenang Mr. Teen Kalimantan Timur 2022 ini menekankan bahwa menjadi kreator profesional di zaman sekarang membutuhkan lebih dari sekadar estetika, melainkan strategi yang matang. Foto: Media Kreatif

UM – Di era digital di mana semua orang bisa menjadi bintang di layarnya sendiri, impian menjadi content creator sukses bukan lagi sekadar angan-angan. Namun, di tengah lautan konten, bagaimana cara agar tidak hanya viral sesaat lalu tenggelam?

Kevin Laoh, seorang content creator dan pengusaha muda asal Balikpapan, membagikan resep jitunya di hadapan para mahasiswa dalam acara Digital Youth Summit 2025, 19 Mei 2025 yang lalu.

Dalam sesi akhir yang penuh energi itu, Kevin mengubah pola pikir mahasiswa dari sekadar “bikin konten” biasa menjadi “membangun pengaruh”.

Kevin, yang juga merupakan pemenang Mr. Teen Kalimantan Timur 2022, menekankan bahwa menjadi kreator profesional di zaman sekarang membutuhkan lebih dari sekadar estetika, melainkan strategi yang matang.

Stop Bikin Konten “Hi, Guys!”, Mulai dengan Strategi

Banyak kreator pemula terjebak dalam formula lama. “Dulu mungkin cukup dengan, ‘Hi, guys, aku suka banget makanannya, seayam itu!’,” ujar Kevin, menirukan gaya review yang kini dianggap usang.

Menurutnya, audiens sekarang jauh lebih cerdas dan mendambakan konten yang memiliki nilai.

“Sekarang itu lebih kompleks. Konten bukan cuma sekadar estetika, tapi strategi,” tegasnya.

Ini adalah pencerahan pertama bagi para mahasiswa: profesi kreator konten adalah sebuah pekerjaan serius yang membutuhkan riset, konsep, dan pemahaman mendalam tentang audiens.

Kevin mengatakan, ini bukan lagi soal narsis di depan kamera, tetapi tentang memberikan solusi dan cerita yang relevan.

Kenali Audiens dan Kuasai Kekuatan 3 Detik Pertama

Langkah paling fundamental, menurut Kevin, adalah mengenali “medan perang” atau audiens. Platform seperti Instagram dan TikTok menyediakan data demografis yang kaya: siapa penonton, berapa usianya, dan apa minat mereka.

“Kalau kalian buat konten, tapi enggak kenal sama market kalian, jatuhnya nanti viewers-nya enggak banyak,” jelasnya.

Setelah mengenali audiens, kuncinya terletak pada 3 detik pertama video. Lupakan pembukaan yang bertele-tele. Kevin menyarankan penggunaan hook atau pancingan yang kuat dan membuat penasaran.

“Gunakan kalimat seperti, ‘Yakin kamu belum tahu ini?’ atau ‘Ini dia enam rekomendasi yang bisa buat kamu jadi lebih pintar’,” contohnya.

Pancingan ini memaksa audiens untuk berhenti scrolling dan menyimak lebih lanjut, yang kemudian harus didukung dengan storytelling yang kuat dan mampu menyentuh emosi penonton.

Kegagalan Bukan Akhir, tapi Data untuk Berkembang

Salah satu momen paling memberdayakan dalam sesi tersebut adalah ketika seorang mahasiswa bernama Zaki mengaku pernah membuat video podcast di YouTube, namun hanya ditonton 60 orang dan memiliki satu subscriber. Alih-alih meremehkan, Kevin justru menjadikannya contoh pembelajaran.

“Menurut kamu kenapa video kamu enggak rame?” tanya Kevin. Zaki pun menjawab, “Mungkin dari cara pengeditan dan pembawaannya, Kak.”

Interaksi ini menggarisbawahi sebuah pesan penting: setiap konten yang “gagal” adalah data berharga.

“Perhatikan terus-menerus cara editannya, konsepnya. Dirubah terus mengikuti zaman,” pesan Kevin.

Kegagalan bukanlah vonis, melainkan umpan balik gratis untuk menjadi lebih baik di konten berikutnya. Ini adalah suntikan semangat bagi siapa pun yang takut untuk memulai karena khawatir tidak sempurna.

Dari Hobi Menjadi Profesi yang Menjanjikan

Pada akhirnya, apa buah dari semua kerja keras ini? Kevin tidak ragu untuk membagikan “harta karun” di ujung perjalanan seorang kreator yang konsisten: karier yang berkelanjutan dan penghasilan yang fantastis.

“Kalian liburan ke luar negeri terus dibayar, mau enggak? Kalian makan, dibayar, mau enggak?” tanyanya retoris, yang disambut antusias oleh para hadirin.

“Pernah mikir enggak sih sehari dapat 55 juta atau 100 juta? Itu mungkin!”

Pernyataan ini bukan sekadar bualan, melainkan pengayaan wawasan bagi mahasiswa bahwa hobi yang mereka tekuni dengan serius memiliki potensi ekonomi yang luar biasa.

Dari sponsorship, produk gratis, hingga menjadi brand ambassador, pintu peluang terbuka lebar bagi mereka yang mampu membangun pengaruh.

Kevin Laoh menutup sesinya dengan sebuah ajakan kuat untuk bertindak. “Kita tidak hanya membuat konten, kita membangun pengaruh (We don’t just create content, we build influence),” pungkasnya.

Bagi para mahasiswa, ini adalah panggilan untuk berhenti menjadi penonton dan mulai menjadi kreator cerita mereka sendiri, yakni dengan strategi, ketekunan, dan keberanian untuk memulai dari sekarang.

(SA/Kontributor)