Penyusunan Kurikulum MBKM, Universitas Mulia Libatkan Pakar
UM – Universitas Mulia menggelar Diskusi Penyusunan Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau MBKM bersama dengan Prof. Dr. Lindrianasari, S.E., Akt., M.Si. dari Universitas Lampung dan Dr. Engkos Achmad Kuncoro, S.E, M.M. dari Universitas Binus. Diskusi digelar daring Zoom Meeting dan diikuti Wakil Rektor Bidang Akademik, Dekan, dan Kaprodi, Sabtu (6/3).
Rektor Dr. Agung Sakti Pribadi, S.H., M.H. menyambut baik masukan dari pakar dan meminta seluruh sivitas akademika mempersiapkan diri dalam menyambut MBKM yang akan diterapkan di Universitas Mulia.
“Saya menyambut baik kehadiran Pak Engkos dan Ibu Profesor Sari yang akan membimbing kami menyusun Kurikulum MBKM. Beliau-beliau ini merupakan asesor akreditasi perguruan tinggi yang cukup berpengalaman. Silakan Bapak Ibu Ketua Program Studi dan Dekan memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di Universitas Mulia,” tutur Pak Agung saat memberikan sambutan pada acara senam pagi, Sabtu (6/3).
Pada diskusi yang berlangsung selama tiga jam ini, Pak Engkos, demikian Dr. Engkos Achmad Kuncoro disapa di forum ini, mengajak forum untuk berdiskusi terkait integrasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan Research Based Education atau Pembelajaran Berbasis Riset untuk diskusi berikutnya.
“Bagaimana caranya (mengintegrasikan) itu. Nanti mungkin minggu depan topik kita adalah itu. Kita tunggu penyusunan kurikulum ini beres semua, karena kebutuhan tersebut pada akreditasi yang baru akan dituntut,” tutur Pak Engkos.
Menurutnya, integrasi Tri Dharma dengan Pembelajaran Berbasis Riset menjadi penting mengingat bagaimana keduanya menyatu tetapi dengan memperhatikan cara, teknik, aturan, strategi operasional, hingga apa yang harus dilakukan dosen sehingga memenuhi persyaratan dan penilaian akreditasi.
“Dengan dana yang tentu saja terbatas, tapi bagaimana bisa optimal. Tidak banyak tapi bisa memiliki value added dan impact. Buat Universitas Mulia itu bagus,” tutur Pak Engkos.
Menurut pengamatannya, beberapa PTN besar yang ada di Indonesia masih kesulitan menyatukan tri dharma tersebut. “Kita ingin Universitas Mulia menjadi motor integrasi Tri Dharma, topiknya rumit, tapi bisa,” ujarnya.
Sementara itu, Prof. Sari memperkenalkan diri terkait pengalamannya menyusun kurikulum MBKM di Universitas Lampung, terutama sebagai Ketua Jurusan Akuntansi. “Terima kasih saya dilibatkan dalam pertumbuhan Universitas Mulia ini. Terima kasih untuk Dr Kuncoro yang sudah meminta hadir pada pagi ini,” ungkapnya.
Ia mengatakan bahwa telah menyelesaikan menyusun kurikulum di Universitas Lampung di tahun 2020 yang lalu sebelum panduan kurikulum MBKM dari Dikti turun. “Kami waktu itu masih meraba-raba. Bulan Agustus (2020) itu Universitas Lampung mewajibkan seluruh program studi menyelesaikan kurikulum MBKM. Alhamdulillah, jurusan saya konform dengan panduan dari Dikti,” tutur Prof. Sari.
Ia bersyukur, di awal tahun 2021 ini telah melaksanakan monitoring dan evaluasi atau monev kurikulum MBKM. Prof. Sari menjadi salah satu asesor di Universitas Lampung. Oleh karena itulah, pada kesempatan ini Prof. Sari membagikan pengalamannya menyusun kurikulum MBKM.
Menanggapi hasil diskusi, Wakil Rektor Bidang Akademik Yusuf Wibisono mengatakan bahwa akan menggelar lokakarya. “Kita dalam waktu dekat memang akan melakukan lokakarya kurikulum yang akan mengundang industri juga. Mungkin sebagai masukan awal, masukan Prof. Sari dan Pak Engkos untuk persiapan itu. Jadi memang momentumnya pas,” tutur Pak Wibi.
Menurut Pak Engkos, industri perlu dilibatkan dalam penyusunan kurikulum agar membekali mahasiswa dengan mata kuliah yang dibutuhkan dalam industri. Hal ini diungkapkan ketika ia berdiskusi dengan pihak industri. Ia mengaku sempat berdiskusi dengan salah satu manajer di industri terkait kebutuhan Sumber Daya Manusia SDM.
“Orang industri mengatakan, itu semua lulusan komputer sains yang hebat-hebat itu rata-rata tidak bisa berkomunikasi, kaku, sama orang tidak pernah diskusi, kalau ada masalah langsung hajar,” tutur Pak Engkos mengisahkan.
Oleh karena itu, lanjutnya, ia berharap dalam kurikulum perlu disisipkan mata kuliah lain terkait dengan bisnis. “Tidak terlalu matematis, tapi terhadap dunia real itu lulusan bisa paham,” ungkapnya.
Terkait dengan penamaan mata kuliah yang harus relevan dengan kebutuhan dan kondisi saat ini, Pak Engkos memberikan saran agar mata kuliah tersebut menjadi indah untuk mahasiswa.
“Mahasiswa itu begitu melihat judulnya langsung loyo. Karena mereka mengikuti pelajaran dari mulai SD sampai SMA,” ujarnya. Oleh karena itu, lanjutnya, tantangan perguruan tinggi adalah bagaimana menyiapkan konten.
Ia memberi contoh mata kuliah Pendidikan Pancasila. “Di tempat saya itu mahasiswa membuat video tentang bagaimana menghilangkan korupsi. Dia bikin video tiga menit-tiga menit,” ungkapnya.
Mahasiswa mampu menceritakan korupsi menurut pemahaman mahasiswa dengan disertai video yang menggugah kesadaran. “Terus juga bagaimana Pancasila mereaktualisasi sesuai zamannya, membuat Pancasila itu menjadi enak diikuti oleh mahasiswa. Bagaimana mata kuliah Bahasa Indonesia diarahkan agar mahasiswa menulis dengan baik dan benar,” ujarnya.
Tidak lagi memberikan pengajaran dengan materi lama. Saat ini zaman telah berubah. “Bayangkan, Gojek itu bisa menguasai satu juta lebih tukang ojek, tidak pernah mikirin asuransinya, tidak mikirin apa tapi bisa menguasai. Masa depan yang penting adalah hak aksesnya, gak perlu kita harus punya,” tuturnya panjang lebar memberikan contoh.
Ia menekankan agar dosen juga membekali mahasiswa dengan praktek-praktek di lapangan. “Kalau materinya ada di buku-buku lama semua itu ya, apa yang diomongkan dosen dengan yang ada di lapangan beda jauh,” tuturnya.
Untuk itu, ia berharap khusus pada mata kuliah dasar umum atau MKDU seperti Pancasila, Kewarganegaraan, Agama, dan Bahasa Indonesia perlu diubah caranya. “Nanti kita perlu sesi khusus untuk ini bagaimana mereaktualisasi Pancasila supaya lebih keren, nyaman, lebih enak diterima. Nah, di tempat saya namanya ditambah Character Building,” tuturnya.
Dengan penambahan nama Character Building pada nama mata kuliah Pancasila, misalnya, ia berharap setelah selesai mengikuti mata kuliah tersebut mahasiswa memiliki karakter yang lebih baik berdasarkan Pancasila. “Buat apa belajar agama kalau karakternya tidak dibangun baik? Jadi, arahnya ke situ,” pungkasnya. (SA/PSI).