Humas Universitas Mulia, 29 Juli 2025Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Universitas Mulia menggelar uji coba Materi Uji Kompetensi (MUK) sebagai tahapan wajib dalam proses pengajuan penambahan skema sertifikasi ke Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Kegiatan ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan pengujian langsung atas validitas dan ketepatan materi uji yang dirancang untuk mengukur kemampuan nyata calon peserta sertifikasi.

Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Mulia, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng. (kanan), bersama Dekan Fakultas Ilmu Komputer, Djumhadi, S.T., M.Kom. (kiri), memantau langsung proses uji coba Materi Uji Kompetensi (MUK) di lingkungan kampus.

“Uji coba ini kami perlakukan sebagai pengujian kritis terhadap isi materi. Apakah instrumen ini memang layak digunakan untuk menilai kompetensi secara objektif dan akurat? Itu yang kami uji,” ujar Kepala UPT LSP Universitas Mulia, Dr. Mada Aditia Wardhana, S.Sos., M.M.

Seluruh materi uji dikembangkan dengan mengacu pada Skema Sertifikasi dan unit kompetensi yang sudah ditetapkan dalam standar nasional, yakni SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Tidak ada improvisasi di luar kerangka, sebab yang sedang dipertaruhkan bukan sekadar kelulusan, tetapi legitimasi profesional atas kemampuan teknis dan sikap kerja peserta.

Irfan Ananda Pratama, S.A., M.A., melakukan monitoring pelaksanaan uji coba Materi Uji Kompetensi (MUK) sebagai bagian dari proses validasi skema sertifikasi.

Menurut penanggung jawab kegiatan, proses uji coba ini menjadi semacam stress test terhadap sistem evaluasi kompetensi yang disusun. Jika MUK yang diuji tidak mampu secara presisi membedakan antara peserta yang kompeten dan tidak kompeten, maka materi tersebut harus direvisi. “Kami tidak ingin menghasilkan materi yang kabur secara penilaian atau tidak sesuai kebutuhan lapangan kerja,” tegasnya.

Lebih jauh, kegiatan ini juga mencerminkan arah kebijakan Universitas Mulia dalam memosisikan sertifikasi sebagai bagian integral dari proses pembelajaran. Sertifikasi bukan ditempelkan di akhir proses, tetapi dirancang sejak awal sebagai capaian yang terukur dan berbasis standar. Ini menjadi bukti bahwa universitas tidak hanya mendidik, tetapi juga mengkalibrasi capaian mahasiswa dengan tolok ukur yang diakui secara nasional.

Dr. Hety Devita, S.E., M.M., C.Med., C.P.Arb., tampak membagikan soal kepada peserta dalam pelaksanaan uji coba Materi Uji Kompetensi (MUK) di Universitas Mulia.

Dengan menggelar uji coba MUK secara terbuka dan ketat, Universitas Mulia mengirimkan pesan jelas: sertifikasi kompetensi bukan program pelengkap, melainkan sistem yang dibangun secara sistematis, diuji, dan dipertanggungjawabkan.

Humas UM (YMN)

“Materi Uji Kompetensi (MUK) bukan sekadar alat uji administratif, melainkan instrumen strategis yang memetakan relevansi kurikulum dengan kebutuhan riil dunia kerja. Ketika sertifikasi diintegrasikan ke dalam kurikulum, capaian kompetensi mahasiswa tidak hanya diakui secara internal, tetapi juga mendapat legitimasi formal di tingkat nasional. Inilah komitmen Universitas Mulia: mencetak lulusan yang bukan sekadar bergelar sarjana, melainkan sumber daya unggul yang siap mengisi ruang-ruang strategis pembangunan IKN dan industri masa depan.” — Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si. (Rektor Universitas Mulia)

Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si, saat menerima kunjungan Tim Humas UM dan menjawab sesi wawancara terkait pelaksanaan uji coba Materi Uji Kompetensi (MUK) di White Campus UM, Balikpapan

Humas Universitas Mulia, 29 Juli 2025 – Di tengah kebutuhan mendesak akan lulusan yang benar-benar kompeten dan relevan dengan kebutuhan industri, Universitas Mulia melaksanakan uji coba Materi Uji Kompetensi (MUK) di gedung white campus, Universitas Mulia Balikpapan, Senin (28/7). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Universitas Mulia sebagai bagian dari proses validasi skema baru yang akan diajukan ke Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Para asesor LSP Universitas Mulia — Dr. Mada Aditia Wardhana, S.Sos., M.M., Dr. Ivan Armawan, S.E., M.M., dan Nandha Narendra Muvano, S.E., M.M. — berdiskusi santai mengenai instrumen asesmen dalam uji coba MUK

Kepala UPT LSP UM, Dr. Mada Aditia Wardhana, S.Sos., M.M., menyampaikan bahwa uji coba ini bukan sebatas prosedur administratif, melainkan proses evaluatif terhadap ketepatan instrumen asesmen yang digunakan. “Kami menguji apakah instrumen yang dikembangkan betul-betul bisa mengukur kemampuan nyata asesi sesuai standar SKKNI. Ini bukan soal lulus atau tidak, tapi soal memastikan alat ukurnya tepat,” ungkapnya.

MUK, dalam konteks ini, berfungsi bukan hanya sebagai alat ukur teknis, tetapi sebagai instrumen akademik yang merefleksikan apakah kerangka pembelajaran yang disusun benar-benar sejalan dengan kompetensi kerja yang dibutuhkan pasar.

Para peserta (asesi) mengikuti uji coba Materi Uji Kompetensi (MUK) dengan fokus dan serius. Kegiatan ini bertujuan menguji ketepatan instrumen asesmen terhadap standar kompetensi berbasis SKKNI dan OBE.

Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si, menegaskan bahwa pelaksanaan uji coba ini memiliki nilai strategis dalam memperkuat pendekatan Outcome-Based Education (OBE) yang diterapkan kampus secara sistemik.

“MUK menjadi titik temu antara pendekatan berbasis capaian dan tuntutan riil dunia kerja. Ia bukan hanya mengukur hasil belajar, tetapi juga memvalidasi apakah kurikulum kita cukup relevan dan aplikatif,” tegasnya.

Lebih lanjut, Rektor menyatakan bahwa proses sertifikasi kompetensi semestinya tidak berdiri terpisah dari kurikulum. Integrasi ke dalam pembelajaran formal akan menghasilkan pengakuan eksternal yang kredibel terhadap capaian mahasiswa. Sertifikasi bukan sekadar pelengkap, melainkan bagian dari arsitektur pembelajaran.

“Ketika sertifikasi menjadi bagian dari penilaian mata kuliah, ia otomatis mendukung Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL), memperkuat keterpakaian lulusan, dan memberikan kontribusi langsung terhadap kualitas pendidikan,” tambahnya.

Selain memperkuat sistem mutu internal, integrasi ini juga memiliki implikasi langsung terhadap penguatan portofolio technopreneur mahasiswa, karena sertifikasi dapat menjadi bukti kompetensi dalam proyek inovasi, proposal bisnis, maupun kemitraan dengan industri.

Menjawab Ketimpangan Akses: Sertifikasi untuk Semua

Salah satu aspek krusial dalam implementasi sistem sertifikasi adalah menjamin pemerataan akses. Mahasiswa dari kampus PSDKU seringkali menghadapi keterbatasan teknis dan administratif. Universitas Mulia tidak menutup mata terhadap masalah ini.

Para Peserta (Asesi) Sedang Melakukan Uji Materi MUK

Rektor menjelaskan bahwa universitas menggunakan pendekatan integratif berbasis data, dengan memperkuat dukungan infrastruktur, skema pembiayaan yang inklusif, pelatihan pendampingan, serta pemantauan berbasis sistem digital yang memungkinkan kendali mutu secara menyeluruh.

“Distribusi akses bukan masalah teknis semata, tapi soal struktur sistem. Maka, solusi kami juga berbasis sistem, bukan sekadar kebijakan lokal,” ujarnya.

IKN dan Posisi Universitas Mulia dalam Peta Kompetensi Nasional

Konteks pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi latar penting dari transformasi ini. Universitas Mulia menyiapkan diri sebagai penyedia SDM kompeten yang tidak hanya siap kerja, tetapi memiliki legitimasi formal melalui sertifikasi yang diakui nasional.

“Kami ingin memastikan lulusan Universitas Mulia tidak hanya dicatat sebagai sarjana, tetapi sebagai tenaga kompeten yang diakui oleh industri dan dapat bersaing di sektor-sektor strategis IKN,” ungkap Rektor.

Para Peserta (Asesi) Sedang Melakukan Uji Materi MUK

Upaya ini diperkuat dengan pengembangan kemitraan bersama LSP, dunia usaha, dan mitra Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) untuk menciptakan ekosistem pembelajaran yang dinamis dan berbasis kebutuhan lapangan. Sertifikasi dijadikan sebagai pintu masuk, bukan sebagai tujuan akhir.

Humas UM (YMN)

 

“Melalui MKWK, Universitas Mulia berkesempatan merumuskan model pembelajaran dan pengabdian berbasis proyek yang menitikberatkan pada internalisasi nilai kebangsaan, penyelesaian konflik sosial, penguatan moderasi beragama, serta pengembangan inovasi sosial yang didukung teknologi. Langkah ini diharapkan menjadi kontribusi konkret dalam membangun ekosistem masyarakat Ibu Kota Nusantara yang inklusif, menjunjung toleransi, dan memiliki daya saing sosial,”—Prof. Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si. (Rektor Universitas Mulia)

Humas Universitas Mulia, 25 Juli 2025— Di tengah dominasi kampus-kampus besar di Jawa, Universitas Mulia menegaskan eksistensinya sebagai satu-satunya wakil Kalimantan yang lolos hibah Program Pengembangan Model Pembelajaran Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) 2025. Program di bawah Direktorat Pendidikan Tinggi ini menjadi pintu strategis untuk membumikan nilai kebangsaan, toleransi, dan keberagaman lewat pendekatan berbasis proyek.

“Ini bukan sekadar pengakuan, tetapi momentum penting untuk memperkuat reputasi UM sebagai kampus technopreneur yang tidak hanya unggul dalam inovasi dan teknologi, tetapi juga berkomitmen terhadap nilai-nilai kebangsaan, moderasi, dan keberagaman,” tegas Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si., Rektor Universitas Mulia.

Bagi Prof Ahsin, keterlibatan ini menjadi peluang membuka kolaborasi akademik lintas wilayah. Baginya, pengakuan ini harus terhubung dengan agenda jangka panjang: Indonesia Emas 2045. “Keterlibatan ini membuka peluang kolaborasi nasional, memperluas jejaring akademik lintas wilayah, serta menjadi pijakan penting dalam arah pengembangan UM menuju perguruan tinggi unggul yang relevan dengan agenda Indonesia Emas 2045,” ujarnya.

Program MKWK, yang kerap dipandang sekadar kewajiban administrasi, menurutnya harus menembus sekat formalitas. Integrasi ke dokumen resmi seperti RPS dan kalender akademik, pembentukan komunitas dosen pengampu, evaluasi berkelanjutan, hingga pameran hasil proyek menjadi cara Universitas Mulia memastikan MKWK benar-benar hidup di kelas dan lapangan.

“Universitas Mulia perlu mengintegrasikannya ke dalam dokumen akademik resmi, melibatkan seluruh elemen kampus, membentuk komunitas dosen pengampu, serta menerapkan evaluasi berkelanjutan berbasis siklus Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan (PPEPP),” terangnya. Diseminasi proyek melalui pameran atau festival, sambungnya, adalah cara menjaga semangat mahasiswa agar tetap kritis pada persoalan sekitar.

Untuk memastikan napas program tidak padam di tahun berjalan, Prof Ahsin menegaskan pentingnya kebijakan insentif. Dosen mendapat pengakuan beban kerja dan poin jabatan. Mahasiswa berhak konversi SKS atau sertifikat. Baginya, tanpa dukungan regulasi konkret, program semacam ini hanya akan singgah sebentar lalu hilang arah.

Sebagai kampus technopreneur, Universitas Mulia memilih jalur berbeda. Inovasi teknologi ditautkan dengan tantangan sosial. “Inovasi teknologi harus membawa manfaat sosial dan menjawab tantangan bangsa. Mahasiswa didorong untuk menciptakan solusi yang berdampak bagi masyarakat lokal, menjunjung etika, keadaban digital, dan nilai Pancasila,” jelasnya.

Konsep ini akan dituangkan ke proyek-proyek berbasis masalah sosial, etika digital di kurikulum, hingga technopreneurship yang berpihak pada kepentingan publik, bukan sekadar bisnis.

Sebagai kampus di Balikpapan, penyangga utama Ibu Kota Nusantara, Universitas Mulia memanfaatkan posisi geografis dan kultural ini untuk ikut merawat keberagaman IKN yang multikultural. Baginya, MKWK bisa menjadi jalur awal Universitas Mulia terlibat aktif di ranah pendidikan nilai, resolusi konflik, moderasi beragama, hingga inovasi sosial di kawasan penyangga IKN.

“Melalui MKWK, UM dapat mengembangkan model pembelajaran dan pengabdian berbasis proyek yang fokus pada pendidikan nilai, resolusi konflik, moderasi beragama, serta inovasi sosial berbasis teknologi. Ini bisa menjadi kontribusi nyata dalam membangun ekosistem masyarakat IKN yang inklusif, toleran, dan berdaya,” pungkas Ahsin.

Bagi Universitas Mulia, jalur technopreneurship hanya akan lengkap bila memegang erat akar kebangsaan. Dan di tangan mahasiswa, gagasan itu dirancang untuk tidak sekadar selesai di meja kelas — tetapi menjejak nyata di Balikpapan dan Ibu Kota Nusantara.

Humas UM (YMN)

Oleh: Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng.
Wakil Rektor Bidang Akademik & Sistem Informasi
Universitas Mulia

Universitas Mulia tercatat sebagai satu-satunya perguruan tinggi dari Kalimantan yang lolos dalam Program Bantuan Pengembangan Model Pembelajaran Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) Berbasis Proyek Tahun 2025. Dari 40 kampus se-Indonesia yang terpilih, sebagian besar memang berasal dari Pulau Jawa. Keikutsertaan Universitas Mulia menjadi penanda bahwa semangat penguatan nilai kebangsaan dapat tumbuh merata di semua wilayah, termasuk di Kalimantan.

Program ini digagas Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, sebagai salah satu upaya menanamkan nilai-nilai kebangsaan dengan pendekatan yang lebih hidup. MKWK—yang memuat Pendidikan Agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia—diarahkan untuk tidak sekadar menjadi ruang hafalan atau ceramah, melainkan menjadi ruang dialektik yang kontekstual, aktif, dan kolaboratif.

Dalam konteks Universitas Mulia, gagasan ini diterjemahkan melalui pendekatan Project-Based Learning yang terintegrasi dengan Outcome-Based Education (OBE) dan kerangka Design Thinking. Mahasiswa lintas program studi dirangsang untuk menelaah isu sosial dan kebangsaan di sekitar kampus, merumuskan masalah, lalu merancang solusi nyata melalui proyek bersama. Ruang lingkupnya pun dekat: Balikpapan dan kawasan penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN).

Pengalaman belajar seperti ini bukan hanya menghubungkan teori dengan praktik, tetapi juga menajamkan kepekaan mahasiswa. Toleransi, keberagaman, etika digital, hingga literasi publik tidak lagi berhenti di ruang kuliah. Mahasiswa dilibatkan langsung ke lapangan, mengamati, berdialog, menguji gagasan, hingga mengimplementasikan langkah kecil di tengah masyarakat.

Seyogianya, Mata Kuliah Wajib kurikulum (MKWK) ini menjadi ruang untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan secara kontekstual, bukan sekadar wacana. Penanaman nilai melalui tindakan nyata diharapkan dapat membekas lebih dalam dibanding hanya lewat ceramah. Semangat ini selaras dengan visi Universitas Mulia sebagai kampus technopreneur yang menekankan penguasaan teknologi sekaligus kebermanfaatan sosial.

Sebagai penanggung jawab program, saya memandang bahwa kepercayaan ini sekaligus menjadi tantangan. Kampus tidak boleh hanya berpuas diri sebagai “satu-satunya wakil Kalimantan” di antara 40 kampus. Justru di sinilah letak tanggung jawab kami untuk membuktikan bahwa pembelajaran karakter dan kebangsaan bisa tumbuh kuat di luar Jawa, tumbuh dari konteks lokal, dan menjawab persoalan riil masyarakat.

Mata kuliah kebangsaan harus menjadi ruang hidup. Mahasiswa perlu mengalami nilai, bukan hanya mendengar dan mencatat. Nilai-nilai kebangsaan tidak berhenti di buku, tetapi menjejak di tindakan.

Editor: Humas UM (YMN)

 

“Indikator terkuat keberhasilan KKN itu bukan laporan di atas kertas, tapi ketika program diadopsi warga, masuk ke rencana pembangunan kelurahan, dan direplikasi secara berkelanjutan. Kalau hanya seremonial, itu gagal.”— Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si.

Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si., memberikan pengarahan tentang pentingnya KKN Berdampak kepada mahasiswa Angkatan 5 sebelum diterjunkan ke 21 kelurahan mitra.

Humas Universitas Mulia, 21 Juli 2025 — Bagi Universitas Mulia, Kuliah Kerja Nyata (KKN) bukan sekadar syarat kelulusan. KKN harus menjadi jembatan antara teori akademik dengan kebutuhan nyata masyarakat, sekaligus melahirkan perubahan terukur di lapangan. Penegasan ini disampaikan Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si., dalam wawancara usai pelepasan 420 mahasiswa KKN Angkatan ke-5 Tahun 2025 di Ballroom Cheng Hoo Universitas Mulia.

Dampak Harus Terukur di Empat Ranah

Prof. Ahsin menegaskan bahwa tolok ukur keberhasilan KKN tidak boleh berhenti pada laporan seremonial semata. Ia merumuskan empat indikator dampak yang harus dihasilkan: sosial, ekonomi, lingkungan, dan kelembagaan.

“Indikatornya bukan sekadar kegiatan berjalan, tapi betul-betul tampak perubahan konkret,” ujarnya. Pada aspek sosial, keberhasilan tercermin dari meningkatnya partisipasi warga, bertambahnya pengetahuan, hingga perubahan perilaku positif. Sementara di sektor ekonomi, munculnya UMKM, naiknya pendapatan warga, serta penerapan teknologi tepat guna menjadi penanda penting.

Prosesi pelepasan KKN Angkatan 5 Tahun 2025 Universitas Mulia ditandai dengan penyerahan berita acara resmi dari Rektor kepada 21 lurah mitra sebagai simbol sinergi pengabdian.

Di bidang lingkungan, Prof. Ahsin menyoroti pentingnya program pengelolaan sampah, penghijauan kawasan, dan tumbuhnya kesadaran ekologis. Sedangkan dari sisi kelembagaan, tolok ukurnya adalah penguatan organisasi lokal, perbaikan sistem administrasi, dan keberlanjutan program setelah mahasiswa pulang.

“Indikator terkuat justru ketika program KKN diadopsi masyarakat, masuk ke rencana pembangunan kelurahan, dan direplikasi,” tegasnya.

Menjamin Keberlanjutan Setelah KKN Usai

Ia menyadari tantangan terbesar KKN seringkali muncul setelah mahasiswa kembali ke kampus. Agar program tidak berhenti di tengah jalan, Prof. Ahsin menekankan lima strategi utama: pendampingan lanjutan melalui dosen atau alumni, kemitraan formal dengan kelurahan, integrasi hasil KKN ke program riset dan pengabdian dosen, penyusunan dokumentasi lengkap, serta kaderisasi lokal sejak awal pelaksanaan.

Foto bersama pimpinan Universitas Mulia bersama para lurah dan camat se-Kota Balikpapan usai penyerahan dokumen berita acara KKN Angkatan V 2025.

“Kalau ada kader lokal yang diberdayakan sejak awal, maka ketika mahasiswa pulang, program tetap berjalan. Itu yang harus kita dorong,” ujarnya.

Anggaran Bukan Sekadar Formalitas

Komitmen pendanaan juga diatur secara strategis. Rektor menjelaskan bahwa Universitas Mulia menyiapkan tiga jalur pendanaan: anggaran khusus di RKAT untuk KKN tematik yang mendukung prioritas pembangunan daerah, insentif berbasis capaian bagi dosen dan mahasiswa, serta dukungan logistik dan dana pendamping untuk program eksternal seperti Saintek Berdampak dan Kosabangsa.

“Dengan pola ini, KKN bukan cuma kegiatan rutin, tetapi instrumen aktif mendukung pembangunan daerah,” kata Prof. Ahsin.

Peran Dosen Tak Boleh Pasif

Ia juga menyoroti peran Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) yang kerap hanya memeriksa laporan. Bagi Prof. Ahsin, DPL idealnya menjadi penghubung langsung antara teori akademik dan praktik pengabdian.

“DPL harus mendampingi sejak perencanaan, membantu mahasiswa memetakan masalah, merancang program inovatif, memberi pembinaan, hingga mendorong keluaran berupa publikasi atau HKI,” jelasnya.

Sinergi Konkret dengan Aparat Wilayah

Agar kehadiran mahasiswa tidak menjadi beban administratif, kampus menyiapkan pola kerja sama dengan lurah dan camat. Sejumlah langkah dijalankan: melibatkan aparat sejak perencanaan, menyusun MoU atau PKS, membentuk forum koordinasi, menyiapkan tim pendukung teknis, serta memastikan program memberi manfaat riil, seperti digitalisasi layanan atau pelatihan warga.

“Kalau ini dijalankan, KKN menjadi kolaborasi pembangunan, bukan beban birokrasi,” tegasnya.

Laboratorium Nilai Karakter

Selain output program, Prof. Ahsin memandang KKN sebagai ruang penggemblengan karakter. Mahasiswa diharapkan menginternalisasi nilai empati, kepedulian sosial, gotong royong, kemandirian, tanggung jawab, kreativitas, disiplin, integritas, hingga cinta tanah air.

“Semua itu lahir dari pengalaman langsung di masyarakat, bukan di ruang kelas,” ujarnya.

Kesalahan yang Harus Dihindari

Ia menegaskan, KKN harus lepas dari pola lama yang hanya berorientasi formalitas. Prof. Ahsin memetakan bentuk kegagalan yang wajib dihindari: perencanaan dangkal tanpa pemetaan masalah, minimnya peran dosen pembimbing, program seremonial tanpa inovasi, pelaksanaan tanpa monitoring yang rapi, dan absennya tindak lanjut pasca-KKN.

“Kalau program berhenti begitu mahasiswa pulang, itu artinya gagal. KKN tidak boleh jadi rutinitas kosong,” pungkasnya.

Humas UM (YMN)

Humas Universitas Mulia, 18 Juli 2025— Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Balikpapan (STIEPAN) dan Universitas Mulia resmi mengikat kesepakatan kerjasama melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) di gedung White Campus Universitas Mulia, Jumat, 18 Juli 2025. Kedua perguruan tinggi berkomitmen memperkuat implementasi Tridarma melalui program pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

Rektor Universitas Mulia Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si. dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Balikpapan (STIEPAN) Prof. Dr. Suhartono, S.E., M.M. saat menandatangani dokumen Nota Kesepahaman (MoU) di Gedung White Campus Universitas Mulia, Jumat (18/7).

Ketua STIEPAN, Prof. Dr. Suhartono, S.E., M.M., menegaskan bahwa kemitraan ini tidak hanya berhenti di level formalitas, melainkan akan diwujudkan melalui kolaborasi nyata di ketiga ranah Tridarma.

“Kami menargetkan kerjasama ini menjangkau aspek pendidikan dan pengajaran, pengabdian kepada masyarakat, hingga penelitian. Dalam pelaksanaannya, kami akan menjajaki peluang pertukaran informasi, potensi, dan program yang memungkinkan untuk dikerjasamakan. Kami menaruh harapan besar pada Universitas Mulia, sebagai institusi yang memiliki pengembangan keilmuan lebih luas, agar dapat menjadi mitra strategis dalam memperluas kapasitas civitas akademika kami, khususnya dalam mendukung implementasi Tridarma secara optimal,” jelas Prof. Suhartono.

Ia menekankan bahwa program prioritas akan dirumuskan secara teknis bersama agar kesepakatan ini segera berlanjut ke tahap implementasi.

Rektor UM Prof. Ahsin dan Ketua STIEPAN Prof. Suhartono bertukar dokumen MoU. Tampak mendampingi, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Universitas Mulia Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I. (kiri) dan Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama STIEPAN Fitrahnanda Ayubadiah, S.S., M.A. (kanan).

“Terkait program mana yang akan diprioritaskan, tentu akan dibahas lebih mendalam melalui diskusi bersama. Prinsipnya, kami ingin memastikan bahwa kerjasama ini tidak semata simbolis, melainkan harus terwujud dalam langkah nyata. Esensi kerjasama harus saling menguntungkan dan bersifat mutualistik. Karena itu, kami berharap STIEPAN dapat memperoleh pendampingan dan penguatan keilmuan di berbagai bidang yang telah dikembangkan oleh Universitas Mulia,” imbuhnya.

Rektor Universitas Mulia Prof. Ahsin menyambut hangat kedatangan rombongan pimpinan STIEPAN di Ruang Rapat Rektorat Universitas Mulia.

Dirancang Sejak Lama

Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si., menyebut kesepakatan ini telah melalui proses persiapan panjang sebelum akhirnya terealisasi.

“Inisiasi MoU ini sebenarnya telah lama direncanakan. Namun, baru sekarang dapat difinalisasi. Kami sadar, perguruan tinggi swasta, apalagi di daerah, perlu membangun sinergi untuk memperkuat posisi bersama. Apalagi dengan masuknya kampus-kampus besar dari luar Kalimantan Timur,  kita dituntut untuk berbagi keunggulan agar dapat dikolaborasikan secara nyata,” terang Prof. Ahsin.

Ketua STIEPAN Prof. Suhartono (tengah) bersama Wakil Ketua II Bidang Keuangan Rudy Padjut Harianto, S.S., M.Si. (kiri) dan Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fitrahnanda Ayubadiah, S.S., M.A. (kanan) di sela rangkaian penandatanganan MoU.

Pertukaran Dosen dan Kurikulum Terintegrasi Sertifikasi

Salah satu bentuk tindak lanjut yang dinilai paling realistis ialah program pertukaran dosen. Dosen-dosen yang berpengalaman di bidang pengajaran dan riset akan dilibatkan untuk berbagi wawasan praktis kepada mahasiswa kedua kampus.

“Pada ranah pendidikan, hal paling memungkinkan dilakukan segera adalah pertukaran tenaga pengajar yang memiliki rekam jejak baik dalam kolaborasi maupun riset. Pengalaman praktis ini diharapkan dapat dipetik langsung oleh mahasiswa. Selain itu, kami juga mendiskusikan pengembangan kurikulum yang lebih responsif. Salah satu opsi ialah mengintegrasikan materi sertifikasi kompetensi dari BNSP ke dalam kurikulum agar tidak hanya berhenti pada pola ajar konvensional,” paparnya.

Prof. Ahsin menambahkan, jika STIEPAN telah lebih dahulu merancang kerangka kurikulum serupa, Universitas Mulia juga siap untuk belajar bersama dan mengadopsi pengalaman tersebut.

Sinergi Penelitian dan Dukungan SDM

Di ranah penelitian, kedua kampus bersepakat untuk saling menopang kebutuhan sumber daya manusia. Proyek riset bersama juga dapat melibatkan kerjasama dengan pemerintah daerah maupun mitra industri.

“Kami optimis dapat saling melengkapi. Jika di STIEPAN terdapat proyek riset atau kerjasama dengan pemerintah daerah dan mitra industri, namun terkendala SDM karena keterbatasan program studi, maka kami siap mendukung. Sebaliknya, Universitas Mulia saat ini juga tengah mengembangkan kemitraan strategis dengan pemerintah daerah maupun sektor industri, dan pada titik tertentu kami juga bisa membutuhkan dukungan tenaga ahli atau dosen dari STIEPAN,” jelas Rektor UM.

Implementasi Program Mahasiswa

Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama STIEPAN, Fitrahnanda Ayubadiah, S.S., M.A., menjelaskan bahwa realisasi kerjasama di ranah kegiatan kemahasiswaan sebenarnya telah berlangsung dalam berbagai kegiatan bersama, terutama pada penyelenggaraan seminar lintas kampus.

“Beberapa kegiatan bersama dengan Universitas Mulia sebenarnya sudah sering kami laksanakan, terutama yang terkait organisasi kemahasiswaan. Salah satunya berupa seminar yang mendatangkan narasumber dari kedua belah pihak. Selama ini kami banyak menggandeng dosen-dosen UM di bidang teknologi digital, sedangkan kami bergerak di bidang ekonomi. Dengan adanya MoU, pola kerjasama semacam ini akan semakin terarah dan terstruktur,” jelas Fitrahnanda.

Kolaborasi Multidisiplin

Menutup pernyataannya, Prof. Suhartono menekankan bahwa kolaborasi lintas disiplin menjadi salah satu instrumen penting untuk meningkatkan mutu pengajaran dan penelitian di era kebijakan Kampus Merdeka.

“Dalam upaya mendorong kolaborasi, banyak hal dapat dikerjakan bersama. Apalagi Universitas Mulia memiliki spektrum keilmuan multidisiplin. Saat ini, penelitian kolaboratif lintas bidang justru memiliki bobot tinggi untuk mendukung akreditasi perguruan tinggi. Begitu pula di ranah pengajaran, pertukaran dosen menjadi salah satu strategi yang relevan dengan kebijakan Kampus Merdeka. Fleksibilitas mendesain konten dan kurikulum membuka peluang besar untuk mewujudkan link and match. Ketersediaan dosen multidisiplin di UM menjadi peluang yang dapat kami sinergikan,” pungkasnya.

Humas UM (YMN)

“Ini kondisi istimewa karena para Kaprodi akan memimpin prodi baru yang harus dibangun dari awal. Sebagai dosen dengan jabatan struktural, mereka memikul tanggung jawab ganda untuk memimpin prodi sekaligus menjalankan tridarma. Dalam hal ini, Kaprodi saya anggap sebagai product manager: mengawal keilmuan tetap relevan, pembelajaran bermutu, dan prodi diminati masyarakat.”
Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I. Wakil Rektor II Bidang Sumber Daya Universitas Mulia

Para Kaprodi baru Universitas Mulia berdiri menyanyikan lagu kebangsaan pada seremonial pembukaan pembekalan perdana.

Humas Universitas Mulia, 18 Juli 2025 — Universitas Mulia resmi menyambut kehadiran empat Ketua Program Studi (Kaprodi) baru untuk program studi Teknik Sipil, Teknik Industri, Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian (TPHP), serta Desain Komunikasi Visual (DKV). Kehadiran Kaprodi baru ini menjadi fase penting bagi Universitas Mulia yang tengah memperluas portofolio keilmuan di bidang teknik dan kreatif.

“Selamat datang untuk para Ketua Program Studi Baru di Universitas Mulia: KaProdi Teknik Sipil, Teknik Industri, TPHP, dan DKV. Ini adalah sebuah kondisi yang istimewa. Karena para KaProdi akan memimpin sebuah program studi yang baru berdiri,” ujar Wakil Rektor II Bidang Sumber Daya, Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I.

Wibisono menekankan, tanggung jawab memimpin prodi baru memiliki tantangan tersendiri. Tidak sekadar melanjutkan program kerja yang sudah mapan, tetapi memulai berbagai strategi dasar dari titik awal. Namun demikian, sejumlah praktik baik dari prodi lain di Universitas Mulia tetap dapat dijadikan acuan penyesuaian.

Suasana pembukaan pembekalan empat Kaprodi baru Universitas Mulia bersama jajaran pimpinan universitas dan Direktur Eksekutif BPH Yayasan Airlangga.

“Tentu ada banyak tantangan yang harus dihadapi, sebab ini tidak sekedar melanjutkan strategi atau program kerja yang sudah ada, tetapi harus memulai dari awal. Namun tentu saja beberapa hal dapat dilihat atau disesuaikan dari program studi lain yang ada di Universitas Mulia,” jelasnya.

Dalam struktur organisasi akademik, seorang Kaprodi tidak hanya bertanggung jawab secara administratif, tetapi juga tetap memegang peran sebagai dosen dengan kewajiban menjalankan tridarma perguruan tinggi.

“Menjadi dosen yang memegang jabatan struktural berarti akan mengemban dua tanggung jawab. Pertama, tanggung jawab sebagai pimpinan program studi. Kedua sebagai dosen, juga terikat tanggung jawab untuk melaksanakan tridarma yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,” tegas Wibisono.

Keselarasan antara dua peran ini menjadi fokus. Kaprodi diharapkan mampu menjaga keseimbangan fungsi kepemimpinan dengan kewajiban akademik, sekaligus mendorong seluruh dosen di prodi masing-masing menjalankan tridarma dengan kualitas optimal. “Tantangan utama adalah bagaimana bisa menyelaraskan dua hal tersebut agar dapat berjalan secara selaras. Sebagai Kaprodi juga harus mendorong agar semua dosen di prodi tersebut dapat melaksanakan tanggung tridarma dengan baik,” ujarnya.

Wibisono memandang Kaprodi layaknya seorang product manager. Produk yang dikelola adalah program studi itu sendiri. Dalam posisi ini, Kaprodi memikul tiga tanggung jawab utama. Pertama, memastikan keilmuan yang dikembangkan melalui kurikulum selalu mengikuti perkembangan metodologi dan teknologi terkini, khususnya karena keempat prodi baru berkarakter teknik yang dinamis.

“Memastikan bahwa keilmuan yang dikembangkan di Prodi, yang dituangkan ke dalam kurikulum, selalu up to date dengan perkembangan metodologi dan teknologi di Prodi tersebut. Aspek metodologi dan teknologi ini penting, mengingat 4 prodi baru ini adalah prodi yang berbasis teknik yang erat kaitannya dengan perkembangan metodologi dan teknologi,” papar Wibisono.

Direktur Eksekutif BPH Yayasan Airlangga, Dr. Agung Sakti Pribadi, S.H., M.H. menyerahkan Surat Keputusan Kaprodi Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian.

Tanggung jawab kedua terletak pada mutu pelaksanaan pembelajaran, yang harus selaras dengan kebutuhan industri agar lulusan benar-benar relevan dengan medan kerja. Ketiga, prodi harus diterima dan diminati masyarakat. Popularitas dan minat pendaftar mencerminkan bagaimana prodi bersaing dengan program serupa di perguruan tinggi lain. “Memastikan bahwa Prodi tersebut diterima dan disukai oleh masyarakat. Ini tentu tercermin dari antusias mahasiswa yang mendaftar. Ketika Prodi tersebut juga ada di perguruan tinggi lain, maka sebagai wujud tanggung jawab product manager, harus mampu membuatnya lebih menarik dibanding prodi sejenis di tempat lain,” pungkasnya.

Dengan penekanan pada fungsi Kaprodi sebagai product manager, Universitas Mulia menegaskan tanggung jawab kepemimpinan prodi baru tidak berhenti pada urusan administrasi. Tugas Kaprodi terletak pada bagaimana program studi dikelola secara relevan, adaptif, dan memiliki daya tarik tersendiri di mata publik.

Humas UM (YMN)

“Pembekalan ini bukan hanya soal administrasi. Para Kaprodi harus memahami peran strategis mereka sebagai penggerak peningkatan mutu tridarma secara berkelanjutan. Karena itu, kami menyiapkan strategi pendampingan empat pilar: adaptasi budaya akademik, literasi regulasi, manajemen mutu, dan koordinasi lintas unit serta mitra industri.”
Wisnu Hera Pamungkas, Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Mulia

 

Humas Universitas Mulia, 18 Juli 2025 — Universitas Mulia menggelar pembekalan bagi para Ketua Program Studi (Kaprodi) baru dari empat prodi yang resmi dibuka tahun ini, yaitu Teknik Sipil, Teknik Industri, Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian (TPHP), serta Desain Komunikasi Visual (DKV). Agenda ini diarahkan untuk mempersiapkan para Kaprodi memahami peran strategis mereka dalam menggerakkan tridarma perguruan tinggi sejak masa perintisan.

Wakil Rektor I Bidang Akademik, Wisnu Hera Pamungkas, , S.T.P., M.Eng. menyerahkan Surat Keputusan (SK) Kaprodi Desain Komunikasi Visual sebagai simbol dimulainya tanggung jawab akademik prodi baru.

“Pembekalan hari ini difokuskan untuk membekali para Kaprodi baru dengan pemahaman menyeluruh terkait peran strategis mereka sebagai pemimpin program studi, khususnya dalam konteks pelaksanaan tridarma perguruan tinggi,” jelas Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Mulia, Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng.

Materi disusun secara berlapis, meliputi aspek akademik, tata kelola kelembagaan, kemahasiswaan, hingga penguasaan sistem informasi yang mendukung manajemen prodi dan aktivitas pengajaran dosen. Wisnu menekankan, peran Kaprodi tidak berhenti pada tugas administratif. “Harapannya, para Kaprodi tidak hanya memahami tugas administratif, tetapi juga mampu menjadi penggerak utama dalam meningkatkan kualitas tridarma secara berkelanjutan,” ujarnya.

Empat Kaprodi baru Universitas Mulia menyimak materi pembekalan yang difokuskan pada penguatan peran strategis dalam pelaksanaan tridarma perguruan tinggi.

Untuk mendampingi para Kaprodi baru dalam merancang kurikulum berbasis Outcome-Based Education (OBE) maupun Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), bidang akademik merumuskan strategi empat pilar. Pilar pertama adalah pembiasaan pada budaya akademik kampus agar visi prodi selaras dengan arah universitas. Pilar kedua mencakup penguatan literasi kebijakan akademik pada level nasional dan internal. Pilar ketiga menekankan pembekalan manajemen administrasi dan penjaminan mutu. Sementara pilar keempat mendorong koordinasi lintas unit, termasuk dengan Lembaga Penjaminan Mutu (LPM), Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK), hingga mitra industri.

“Kami telah menyiapkan strategi pendampingan berbasis empat pilar utama,” terang Wisnu. “Pertama, penanaman pemahaman dan adaptasi terhadap budaya akademik kampus, agar kaprodi dapat menyelaraskan visi prodi dengan arah institusi. Kedua, penguatan literasi terhadap kebijakan dan regulasi akademik, baik yang bersifat nasional maupun internal kampus. Ketiga, pembekalan manajemen administrasi dan penjaminan mutu akademik sebagai fondasi utama tata kelola. Dan keempat, fasilitasi koordinasi dengan para pemangku kepentingan seperti LPM, BAAK, hingga mitra industri, guna memastikan kurikulum OBE dan MBKM dapat diimplementasikan dengan efektif dan kontekstual sesuai kebutuhan zaman.”

Dari sisi akreditasi, Wisnu menjelaskan penjaminan mutu dilakukan sejak tahap awal. Saat ini, dua prodi baru — Teknik Sipil dan Teknik Industri — telah mengantongi akreditasi dari LAM Teknik, sedangkan TPHP dan DKV masih dalam tahap pengajuan ke BAN-PT. “Penjaminan mutu sejak awal menjadi prioritas penting, karena berkaitan langsung dengan arah capaian akreditasi,” ungkapnya. Ia menambahkan, dokumen akademik dan pelaksanaan tridarma pada tiap prodi disusun menyesuaikan standar akreditasi sejak pendirian.

Indikator keberhasilan prodi baru, menurut Wisnu, terletak pada seberapa jauh kepercayaan publik berhasil dibangun di tiga tahun pertama. “Indikator utama keberhasilan program studi baru dalam jangka pendek adalah sejauh mana prodi mampu membangun kepercayaan publik,” tegasnya. Ia menyadari keterbatasan rekam jejak kerap memengaruhi jumlah mahasiswa pada tahun pertama. Namun demikian, eksistensi prodi harus diupayakan melalui forum-forum eksternal, lomba, seminar, maupun kemitraan.

Dari ruang monitoring, pola evaluasi tidak hanya bergantung pada mekanisme formal audit mutu. “Secara umum, monitoring dan evaluasi dilaksanakan melalui Lembaga Penjaminan Mutu dan Pengembangan Pendidikan (LPMPP), dengan instrumen utama berupa Audit Mutu Internal (AMI) setiap semester dan penelaahan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) program kerja tahunan,” terang Wisnu. Untuk keempat prodi baru ini, pola monev dibuat lebih intensif. Diskusi rutin, koordinasi informal, dan pendampingan teknis menjadi saluran untuk membaca hambatan sejak dini, terutama pada aspek inovasi pembelajaran dan adaptasi teknologi digital.

Di tengah dinamika ini, para Kaprodi baru dituntut tidak hanya membaca dokumen rencana, tetapi aktif memastikan bahwa tridarma, penjaminan mutu, kurikulum OBE-MBKM, serta pembaruan digital berjalan pada jalur yang kontekstual dengan kebutuhan pendidikan tinggi hari ini.

Humas UM (YMN)

Humas Universitas Mulia, 18 Juli 2025 Sejak pagi, ratusan mahasiswa baru Universitas Mulia (UM) memenuhi Ballroom Cheng Hoo, Jumat (18/7). Di antara wajah-wajah baru itu, ada harapan dan gugup yang berbaur dengan keingintahuan. Mereka datang bukan sekadar untuk mendengar sosialisasi, tetapi juga untuk memastikan satu langkah penting: mengamankan subsidi biaya kuliah melalui skema Gratis Pol.

Sebanyak 200 mahasiswa resmi tercatat sebagai peserta batch kedua pendampingan pengisian formulir Gratis Pol. Mereka mengikuti jejak batch pertama yang telah rampung beberapa waktu lalu dengan jumlah peserta serupa. Gelombang ketiga pun telah dijadwalkan, juga menargetkan 200 orang.

“Acara hari ini pada dasarnya mencakup dua hal. Pertama, sosialisasi mengenai program Gratis Pol, dan kedua, pendampingan pengisian formulir bagi mahasiswa yang sudah resmi diterima di Universitas Mulia,” ujar Rektor UM, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si., di sela kegiatan.

Skema Gratis Pol menjadi salah satu penopang penting bagi mahasiswa UM. Berbeda dengan beasiswa full, Gratis Pol berfokus pada subsidi Uang Kuliah Tunggal (UKT) selama delapan semester. Di luar farmasi dan kedokteran, setiap mahasiswa berhak memperoleh subsidi hingga Rp5 juta per semester.

“Istilah Gratis Pol memang berbeda dengan Gratis Full. Kalau Gratis Full berarti seluruh komponen biaya kuliah — mulai SPP, biaya hidup (living cost), buku, hingga penelitian — semuanya ditanggung. Sedangkan Pol berarti semaksimal mungkin, dengan fokus pada subsidi UKT,” jelas Prof. Ahsin.

Namun subsidi ini tidak serta-merta turun tanpa prosedur administratif. Formulir daring yang harus diisi menjadi dokumen dasar bagi tim verifikator Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Syarat mutlaknya: mahasiswa harus berstatus resmi dengan Nomor Induk Mahasiswa (NIM).

“Tim Gratis Pol di Kalimantan Timur mewajibkan mahasiswa untuk mengisi formulir dengan syarat sudah memiliki NIM. Alhamdulillah, bagian akademik telah melakukan seleksi sehingga mereka dinyatakan lulus dan memiliki NIM. Karena itu, hari ini mereka dibimbing untuk mengisi formulir secara daring,” sambung Prof. Ahsin.

Di antara deretan bangku, beberapa mahasiswa tampak berkutat di gawai masing-masing, dibantu tim pendamping. Suara tanya-jawab terdengar pelan. Bagi sebagian dari mereka, inilah kali pertama benar-benar memahami syarat administratif yang menentukan kelancaran studi delapan semester ke depan.

Sembari pengisian berlangsung, Prof. Ahsin pun menegaskan peran baru mereka. Meskipun Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) resmi baru digelar Agustus mendatang, mahasiswa penerima subsidi ini sudah menyandang status mahasiswa baru UM.

Karena sudah memiliki NIM, status mereka kini resmi sebagai mahasiswa. Jadi meskipun penerimaan formal melalui PKKMB baru dilaksanakan nanti, hari ini mereka tetap kita sambut. Mereka ini akan menjadi duta-duta Universitas Mulia, yang tugasnya bukan hanya belajar, tetapi juga membawa nama baik kampus agar semakin dikenal di masyarakat,” ujar Rektor.

Tak sedikit mahasiswa yang datang bersama orang tua. Beberapa orang tua memilih menunggu di lorong ballroom, memegang map berisi dokumen. Bagi keluarga, skema Gratis Pol menjadi peluang konkret meringankan beban biaya kuliah — namun sekaligus pengingat bahwa tanggung jawab administratif tetap harus dituntaskan dengan teliti.

“Mereka harus segera menyelesaikan pengisian formulir agar prosesnya bisa dirampungkan. Dari situ, tim verifikator provinsi akan memastikan mereka benar-benar disahkan sebagai penerima beasiswa,” tutup Prof. Ahsin.

Gelombang ketiga sudah menanti. Dengan skema Gratis Pol, Universitas Mulia berharap mahasiswa baru bukan sekadar penerima beasiswa, tetapi juga generasi yang sanggup memperluas jangkauan reputasi kampus di mata publik.

Humas UM (YMN)

“Menghadapi disrupsi teknologi dan percepatan digitalisasi, Universitas Mulia menyiapkan prodi-prodi barunya agar tampil kompetitif di tingkat nasional melalui technopreneurship, kurikulum OBE-KKNI yang adaptif, serta literasi digital yang terintegrasi di setiap mata kuliah. Kami ingin lulusan tidak hanya menguasai aspek teknis, tetapi juga terlatih berinovasi, berwirausaha digital, dan berkolaborasi lintas sektor. Karena itu, jejaring dengan industri 4.0, inkubator bisnis, dan komunitas kreatif harus terus diperluas, membuka ruang magang, proyek nyata, hingga peluang startup mahasiswa. Ekosistem kampus digital, dosen yang melek teknologi, dan penguatan nilai lokal berbasis digital akan memastikan prodi-prodi baru Universitas Mulia relevan dan unggul di masa depan.”Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si. (Rektor Universitas Mulia)

 

Humas Universitas Mulia, 17 Juli 2025 — Tahun akademik ini, Universitas Mulia menapaki fase baru dengan membuka empat program studi yang langsung diarahkan menanamkan fondasi mutu dan visi technopreneur. Teknik Sipil, Teknik Industri, Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian (TPHP), serta Desain Komunikasi Visual (DKV) resmi dibuka sebagai jawaban kebutuhan kompetensi kontemporer.

Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si., menyebut pembukaan prodi baru ini bukan sekadar perluasan administratif, melainkan langkah terukur yang menempatkan kualitas akademik sebagai pijakan utama.

“Strategi Universitas Mulia untuk menjaga kualitas akademik pada masa awal pembukaan program studi baru yang belum memiliki jejak alumni adalah memastikan rekrutmen dosen yang kompeten, menyusun kurikulum berbasis KKNI dan OBE yang relevan dengan kebutuhan industri, serta menerapkan sistem penjaminan mutu internal (SPMI) secara konsisten,” ujarnya, Kamis (17/7).

Di lantai kerja akademik kampus, pembekalan bagi para Kaprodi baru mulai dirancang sebagai ruang pembinaan yang terhubung langsung dengan kebutuhan industri. Sementara, diskusi tentang kurikulum dilakukan lintas unit agar tidak hanya berhenti pada tataran formal, tetapi menyentuh aspek implementasi pembelajaran.

“Selain itu, kerja sama dengan mitra eksternal seperti industri dan perguruan tinggi lain dapat memperkuat pelaksanaan Tridharma,” jelasnya.

Menurutnya, jejaring eksternal menjadi bagian penting untuk mengimbangi fase awal prodi yang belum memiliki lulusan sebagai indikator kualitas.

Pada tahap awal, penyiapan dosen, materi ajar, sarana pembelajaran, serta promosi penerimaan mahasiswa menjadi fokus praktis. Namun universitas tidak berhenti di tataran target jangka pendek.

“Target jangka panjang mencakup pencapaian akreditasi Baik Sekali atau Unggul, pelacakan jejak lulusan yang terserap di dunia kerja, penguatan riset dan inovasi berbasis technopreneur, serta perluasan kerja sama dengan industri dan institusi internasional untuk meningkatkan rekognisi dan daya saing prodi,” terang Ahsin Rifai.

Dinamika kurikulum juga menuntut para Kaprodi baru agar tidak hanya memegang mandat administratif, tetapi terlibat aktif merumuskan strategi belajar yang adaptif. “UM perlu melakukan pembinaan terpadu melalui pelatihan intensif tentang kurikulum berbasis Outcome-Based Education (OBE), Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), dan integrasi Kampus Berdampak,” katanya.

Pendekatan praktis berupa benchmarking ke perguruan tinggi mapan, forum asosiasi prodi, hingga diskusi bersama pengguna lulusan akan dilakukan agar pembaruan kurikulum tidak berhenti pada dokumen cetak.

Dalam lanskap disrupsi teknologi, Universitas Mulia mendorong setiap prodi baru berdiri dengan ekosistem technopreneur. “Universitas Mulia dapat memposisikan program studi barunya secara kompetitif di tingkat nasional dengan mengedepankan pendekatan technopreneurship, kurikulum adaptif berbasis OBE dan KKNI, serta integrasi literasi digital pada seluruh mata kuliah,” paparnya.

Kolaborasi lintas prodi juga menjadi salah satu instrumen yang diharapkan bisa mengokohkan ekosistem belajar. Rektor mencontohkan potensi integrasi di level pembelajaran praktis. “Peran sivitas akademika lintas prodi di Universitas Mulia sangat penting dalam membangun sinergi multidisipliner antara prodi baru dan prodi lama,” tegasnya.

Di ruang diskusi kampus, integrasi pengetahuan bukan lagi slogan. Dosen DKV dapat terlibat mendukung visualisasi rancangan proyek Teknik Sipil. Pengembangan efisiensi sistem produksi pada TPHP dapat dikonsolidasikan bersama Teknik Industri.

Melalui pembukaan empat prodi baru ini, Universitas Mulia merumuskan ulang strategi Tridharma Perguruan Tinggi agar lebih responsif, adaptif, dan kontekstual di tengah akselerasi teknologi. Di balik setiap lembar kurikulum, universitas menanamkan satu pondasi: technopreneur bukan hanya muatan materi, tetapi etos kerja dan pola pikir generasi yang disiapkan untuk menjemput peluang masa depan.

Humas UM (YMN)