Rifandi Tama Bagikan Tips Sukses Public Speaking untuk Mahasiswa

Rifandi Adi Yudha Tama, seorang praktisi Corporate Communication dari Telkomsel, membagikan ilmunya tentang seni public speaking pada Digital Youth Summit 2025 di Aula Cheng Ho, Senin (19/5/2025). Foto: Media Kreatif

UM – Suasana Aula Cheng Ho Universitas Mulia bergemuruh dengan semangat saat para mahasiswa dalam acara Digital Youth Summit 2025, Senin (19/5) yang lalu. Mahasiswa diajak untuk tidak hanya mendengar, tetapi juga mempraktikkan langsung tips sukses berbicara di depan umum.

Dalam sebuah sesi yang dinamis dan interaktif, Rifandi Adi Yudha Tama, seorang praktisi Corporate Communication dari Telkomsel, membagikan ilmunya tentang seni public speaking yang ternyata lebih dari sekadar berkata-kata.

Tama tidak hanya menjadi ajang transfer ilmu, tetapi juga membuka wawasan baru, memperkaya kemampuan diri mahasiswa, dan memberikan dorongan kekuatan bagi mahasiswa untuk berani bersuara di depan publik.

Komunikasi Bukan Sekadar Bicara, Tapi Saling Memahami

Tama, yang juga merupakan lulusan London School of Public Relations (LSPR), membuka sesi dengan sebuah pencerahan fundamental.

“Komunikasi bukan hanya interaksi antara pembicara dan pendengar. Komunikasi yang sesungguhnya terjadi ketika ada pemahaman yang sama di antara kedua belah pihak,” katanya.

Ia mengilustrasikan, bahkan ketika dua orang menggunakan bahasa yang berbeda, komunikasi tetap bisa terjadi jika keduanya saling memahami. Kegagalan memahami inilah yang menjadi akar dari banyak masalah.

Sebaliknya, komunikasi yang efektif adalah kunci dari solusi masalah (problem solving). Ini menjadi titik awal yang mengubah cara pandang mahasiswa terhadap esensi komunikasi itu sendiri.

Menguasai Teknik Vokal dan Mental di Atas Panggung

Memasuki inti materi, Tama membekali para peserta dengan serangkaian “senjata” teknis yang wajib dimiliki seorang pembicara. Pengetahuan ini menjadi fondasi edukasi yang praktis dan mudah diterapkan. Beberapa poin utama yang dibedah antara lain:

  1. Volume Suara: Kemampuan mengontrol keras dan pelannya suara agar nyaman didengar dan mampu menjangkau seluruh audiens.
  2. Intonasi: Naik turunnya nada suara yang memberikan energi, emosi, dan keyakinan pada pesan yang disampaikan. “Filmnya bagus banget!” dengan intonasi datar tidak akan meyakinkan audiens.
  3. Tempo: Kecepatan berbicara yang harus disesuaikan dengan audiens. “Untuk audiens anak muda, tempo yang lebih cepat membuat mereka tetap fokus. Namun, pada bagian inti, berikan penekanan dengan tempo yang lebih lambat,” sarannya.
  4. Pernapasan Diafragma: Teknik pernapasan perut yang menjadi kunci untuk tetap tenang, mengatasi gugup, dan menghasilkan suara yang stabil. Para mahasiswa bahkan diajak berdiri untuk mempraktikkan langsung teknik ini.
  5. Artikulasi: Kejelasan pengucapan vokal A, I, U, E, O yang membuat setiap kata dapat diterima dengan baik oleh pendengar.

Menaklukkan ‘Monster’ Demam Panggung

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi banyak orang adalah demam panggung atau stage fright.

Tama secara langsung memberdayakan mahasiswa untuk melawan rasa takut ini. Kuncinya, menurut Tama, terletak pada dua hal: Self-Confidence (Percaya Diri) dan Self-Esteem (Harga Diri).

Self-esteem adalah bagaimana cara kita melihat diri kita sendiri. Untuk bisa percaya diri, kita harus mencintai diri kita terlebih dahulu, love yourself,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa rasa percaya diri dibangun melalui latihan, jam terbang, dan penguasaan materi yang mendalam.

Dengan memiliki fondasi mental yang kuat, demam panggung yang merupakan hal wajar dapat dikelola dan diubah menjadi energi positif. Ini adalah pesan pemberdayaan yang kuat, bahwa setiap mahasiswa memiliki kendali penuh untuk mengatasi ketakutan internal mereka.

Dari Informasi Menjadi Inspirasi yang Mengubah

Di akhir sesi, Tama mengingatkan bahwa tujuan akhir dari public speaking bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi juga memengaruhi, menghibur, dan mengedukasi.

Ia mengutip sebuah kalimat kuat, “Jika kamu bisa berbicara, kamu bisa memengaruhi. Jika kamu bisa memengaruhi, kamu bisa mengubah kehidupan.”

Para mahasiswa Universitas Mulia tidak hanya pulang membawa catatan dan hadiah, tetapi juga bekal kepercayaan diri dan pemahaman mendalam bahwa suara mereka memiliki kekuatan.

Tampaknya, Tama berhasil memperkaya para peserta dengan keterampilan praktis yang akan sangat berguna di dunia akademik maupun profesional, mengubah mahasiswa dari pendengar pasif menjadi calon-calon pembicara yang siap menginspirasi.

(SA/Kontributor)