Di KKN UM Angkatan 5 Tahun 2025, Rektor Wajibkan Peserta Tinggalkan Pola Lama dan Buktikan Dampak Konkret

,

“Indikator terkuat keberhasilan KKN itu bukan laporan di atas kertas, tapi ketika program diadopsi warga, masuk ke rencana pembangunan kelurahan, dan direplikasi secara berkelanjutan. Kalau hanya seremonial, itu gagal.”— Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si.

Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si., memberikan pengarahan tentang pentingnya KKN Berdampak kepada mahasiswa Angkatan 5 sebelum diterjunkan ke 21 kelurahan mitra.

Humas Universitas Mulia, 21 Juli 2025 — Bagi Universitas Mulia, Kuliah Kerja Nyata (KKN) bukan sekadar syarat kelulusan. KKN harus menjadi jembatan antara teori akademik dengan kebutuhan nyata masyarakat, sekaligus melahirkan perubahan terukur di lapangan. Penegasan ini disampaikan Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si., dalam wawancara usai pelepasan 420 mahasiswa KKN Angkatan ke-5 Tahun 2025 di Ballroom Cheng Hoo Universitas Mulia.

Dampak Harus Terukur di Empat Ranah

Prof. Ahsin menegaskan bahwa tolok ukur keberhasilan KKN tidak boleh berhenti pada laporan seremonial semata. Ia merumuskan empat indikator dampak yang harus dihasilkan: sosial, ekonomi, lingkungan, dan kelembagaan.

“Indikatornya bukan sekadar kegiatan berjalan, tapi betul-betul tampak perubahan konkret,” ujarnya. Pada aspek sosial, keberhasilan tercermin dari meningkatnya partisipasi warga, bertambahnya pengetahuan, hingga perubahan perilaku positif. Sementara di sektor ekonomi, munculnya UMKM, naiknya pendapatan warga, serta penerapan teknologi tepat guna menjadi penanda penting.

Prosesi pelepasan KKN Angkatan 5 Tahun 2025 Universitas Mulia ditandai dengan penyerahan berita acara resmi dari Rektor kepada 21 lurah mitra sebagai simbol sinergi pengabdian.

Di bidang lingkungan, Prof. Ahsin menyoroti pentingnya program pengelolaan sampah, penghijauan kawasan, dan tumbuhnya kesadaran ekologis. Sedangkan dari sisi kelembagaan, tolok ukurnya adalah penguatan organisasi lokal, perbaikan sistem administrasi, dan keberlanjutan program setelah mahasiswa pulang.

“Indikator terkuat justru ketika program KKN diadopsi masyarakat, masuk ke rencana pembangunan kelurahan, dan direplikasi,” tegasnya.

Menjamin Keberlanjutan Setelah KKN Usai

Ia menyadari tantangan terbesar KKN seringkali muncul setelah mahasiswa kembali ke kampus. Agar program tidak berhenti di tengah jalan, Prof. Ahsin menekankan lima strategi utama: pendampingan lanjutan melalui dosen atau alumni, kemitraan formal dengan kelurahan, integrasi hasil KKN ke program riset dan pengabdian dosen, penyusunan dokumentasi lengkap, serta kaderisasi lokal sejak awal pelaksanaan.

Foto bersama pimpinan Universitas Mulia bersama para lurah dan camat se-Kota Balikpapan usai penyerahan dokumen berita acara KKN Angkatan V 2025.

“Kalau ada kader lokal yang diberdayakan sejak awal, maka ketika mahasiswa pulang, program tetap berjalan. Itu yang harus kita dorong,” ujarnya.

Anggaran Bukan Sekadar Formalitas

Komitmen pendanaan juga diatur secara strategis. Rektor menjelaskan bahwa Universitas Mulia menyiapkan tiga jalur pendanaan: anggaran khusus di RKAT untuk KKN tematik yang mendukung prioritas pembangunan daerah, insentif berbasis capaian bagi dosen dan mahasiswa, serta dukungan logistik dan dana pendamping untuk program eksternal seperti Saintek Berdampak dan Kosabangsa.

“Dengan pola ini, KKN bukan cuma kegiatan rutin, tetapi instrumen aktif mendukung pembangunan daerah,” kata Prof. Ahsin.

Peran Dosen Tak Boleh Pasif

Ia juga menyoroti peran Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) yang kerap hanya memeriksa laporan. Bagi Prof. Ahsin, DPL idealnya menjadi penghubung langsung antara teori akademik dan praktik pengabdian.

“DPL harus mendampingi sejak perencanaan, membantu mahasiswa memetakan masalah, merancang program inovatif, memberi pembinaan, hingga mendorong keluaran berupa publikasi atau HKI,” jelasnya.

Sinergi Konkret dengan Aparat Wilayah

Agar kehadiran mahasiswa tidak menjadi beban administratif, kampus menyiapkan pola kerja sama dengan lurah dan camat. Sejumlah langkah dijalankan: melibatkan aparat sejak perencanaan, menyusun MoU atau PKS, membentuk forum koordinasi, menyiapkan tim pendukung teknis, serta memastikan program memberi manfaat riil, seperti digitalisasi layanan atau pelatihan warga.

“Kalau ini dijalankan, KKN menjadi kolaborasi pembangunan, bukan beban birokrasi,” tegasnya.

Laboratorium Nilai Karakter

Selain output program, Prof. Ahsin memandang KKN sebagai ruang penggemblengan karakter. Mahasiswa diharapkan menginternalisasi nilai empati, kepedulian sosial, gotong royong, kemandirian, tanggung jawab, kreativitas, disiplin, integritas, hingga cinta tanah air.

“Semua itu lahir dari pengalaman langsung di masyarakat, bukan di ruang kelas,” ujarnya.

Kesalahan yang Harus Dihindari

Ia menegaskan, KKN harus lepas dari pola lama yang hanya berorientasi formalitas. Prof. Ahsin memetakan bentuk kegagalan yang wajib dihindari: perencanaan dangkal tanpa pemetaan masalah, minimnya peran dosen pembimbing, program seremonial tanpa inovasi, pelaksanaan tanpa monitoring yang rapi, dan absennya tindak lanjut pasca-KKN.

“Kalau program berhenti begitu mahasiswa pulang, itu artinya gagal. KKN tidak boleh jadi rutinitas kosong,” pungkasnya.

Humas UM (YMN)