BWF Menggelar FGD Cari Solusi Banjir di Kota Balikpapan
UM – BWF atau Balikpapan Water Forum kembali menggelar Forum Group Discussion (FGD) mencari solusi mengatasi Permasalahan Banjir di Kota Balikpapan, di Ruang Eksekutif Universitas Mulia, Rabu (21/8). Hadir tokoh masyarakat Ir. Sudjatmiko dan kandidat bakal calon Wali Kota drg. Syukri Wahid.
Ketua BWF Dr. Agung Sakti Pribadi mengatakan, FGD digelar dalam rangka mengatasi permasalahan banjir yang cukup tinggi di sejumlah wilayah di Kota Balikpapan, Jumat (9/8) yang lalu.
“Banjir cukup tinggi di Jalan MT Haryono dan sekitarnya. Mengapa masih terjadi banjir? Padahal, proyek drainase DAS (Daerah Aliran Sungai) Ampal telah menelan anggaran 136 Miliar untuk mencegah banjir?” tanya Dr Agung mengawali diskusi.
Jika FGD sebelumnya membahas tentang kelangkaan air, lanjutnya, tetapi ketika hujan, Kota Balikpapan mengalami banjir. Meski demikian, hal ini juga dialami beberapa kota lainnya di Indonesia.
“Jadi, kami mencoba untuk mengundang beberapa ahli yang terkenal. Kemudian juga jangan lupa mengundang pak RT dan warga sekitar. Ini penting bagi kami untuk memahami permasalahan yang ada,” tuturnya.
Sekira 50 orang mengikuti diskusi. Tampak hadir para ketua RT di wilayah yang terkena banjir, warga setempat, perwakilan lurah hingga camat Balikpapan Selatan. Tampak juga para dosen dari beberapa perguruan tinggi dan mahasiswa.
“Bapak-Ibu, jangan dilupakan, semua permasalahan itu jangan hanya dilimpahkan kepada satu orang saja, Wali Kota, tidak. Kita sama-sama membantu, secara langsung bekerja sama,” tuturnya.
Dalam kesempatan ini, Dr Agung mengungkapkan BWF mendapatkan dukungan dari Universitas Mulia yang merupakan bagian dari Pengabdian kepada Masyarakat, APTISI Komsel Balikpapan, dan Forum Silaturahmi Doktor Indonesia (Forsiladi) Kota Balikpapan.
Memasuki sesi diskusi, beberapa ketua RT turut menyuarakan permasalahan banjir di wilayahnya ketika datang hujan lebat.
Bahkan, permasalahan banjir disebutnya sebagai masalah klasik yang sudah terjadi sejak lama. Salah seorang ketua RT mengaku telah mencari solusi permasalahan banjir sejak tahun 1983.
“Sampai sekarang ini RT-RT Kelurahan Damai Bahagia tahu saya paling vokal, Pak, untuk menyampaikan kepada pemerintah, tapi realisasinya tidak ada sama sekali,” keluhnya.
Ia menambahkan fungsi sungai dan pompa air yang kurang maksimal bekerja. Desain drainase yang dinilai kurang baik dan sampah yang tiba-tiba muncul menyumbat saluran menyebabkan terjadinya genangan banjir, meski mereka mengaku rutin membersihkan sampah.
Pembangunan perbaikan DAS Sungai Ampal yang menggunakan saluran tertutup, juga menjadi perhatian warga lantaran diduga menjadi penyebab terjadinya penyumbatan, sedimentasi, dan banjir.
Sumardi, salah seorang dosen Universitas Mulia, mengaku sebagai pengguna yang sering melewati Jalan MT Haryono setiap kali berangkat kerja.
Menurutnya, sejak awal mulai perbaikan jalan yang dikerjakan oleh kontraktor, ia menilai kurang memperhatikan masalah drainase.
Ketua Forsiladi Balikpapan Dr. Sudarmo mengatakan, dirinya sejak 1976 sudah tinggal di Kota Balikpapan dan tidak pernah mengalami banjir sebelumnya.
“Saya di Balikpapan tahun 1976. Jadi, saya tahu sekali, mungkin belum ada yang lahir, kan. Jadi, bagus sekali, itu dulu tak pernah ada banjir. Tapi sekarang, luar biasa, hujan sebentar saja sudah banjir,” ujar Dr Sudarmo.
Menurutnya, untuk mengatasi banjir di MT Haryono, ia mengusulkan agar sepanjang jalan dinaikkan setinggi setengah meter dengan memperbaiki saluran drainase di sekitarnya.
“Kalau jalannya sudah tinggi, otomatis warga akan meninggikan rumahnya, otomatis,” usul salah seorang dosen Universitas Mulia ini.
Beberapa keluhan maupun usulan perbaikan juga mengemuka pada diskusi kali ini, baik dari perwakilan RT sekitar Jalan MT Haryono maupun warga.
Dari diskusi ini terungkap, dalam jangka pendek permasalahan banjir di suatu tempat dapat diatasi, namun di tempat lain muncul banjir dan menjadi permasalahan baru. Untuk itulah, dibutuhkan rencana jangka panjang yang tepat.
“Kita berharap, permasalahan banjir ini Insya Allah kita kawal. Kampus juga akan mengawal, karena itu bagian dari pengabdian kepada masyarakat,” tutur Dr Agung.
Dari diskusi ini, Ir Sudjatmiko mengatakan merangkum beberapa solusi yang bisa ditawarkan kepada pemerintah Kota Balikpapan.
“Pertama adalah perlunya memperbanyak bozem, karena itu memang untuk menampung air pada saat kritis banjir. Jadi, setelah itu nanti harusnya dibuat. Tetapi tipe bozem yang mudah di maintenance,” ujar Sudjatmiko.
“Lalu memperlebar saluran, itu jelas. Lalu, mempercepat pembebasan lahan yang memang diperuntukkan untuk drainase kota,” lanjutnya.
Ia juga memperhatikan pentingnya penghijauan di daerah yang gundul yang telah dibuka oleh pengembang dan dibiarkan kosong.
Terkait dengan perbaikan saluran, Sudjatmiko setuju usulan perbaikan saluran lebih mendahulukan di daerah hilir, baru menyusul kemudian di daerah hulu.
Sudjatmiko juga menambahkan agar masyarakat ikut terlibat menjalankan budaya bersih dengan tidak membuang sampah di saluran atau sungai. Masyarakat juga didorong untuk membuat sumur resapan, kecuali di daerah bukit untuk menghindari tanah longsor.
Sementara itu, drg Syukri Wahid mengatakan, angka pertumbuhan penduduk Kota Balikpapan mengalami peningkatan, baik yang lahir maupun yang datang.
“Artinya, pas setahun itu kita sudah melaporkan di angka 3-5% pertumbuhan. Artinya apa? Kalau ada 40.000 orang baru, berarti 40.000 itu butuh space, butuh ruangan, butuh tanah,” ujar Syukri.
“Konsekuensinya apa? Lahan-lahan akan dikupas, dibuka untuk budidaya. Walaupun RT-RW kita sudah mematuhi bahwa yang boleh dibuka itu cuma 48%. Ya, 52% kawasan hijau. Tapi, IKN tidak bisa dicegah, RDMP ini dampaknya luar biasa,” tambahnya.
Oleh karenanya, Syukri mengingatkan apabila pemerintah tidak sungguh-sungguh mengatasi persoalan banjir dan macet, maka akan menambah beban yang dirasakan masyarakat.
Senada dengan Sudjatmiko, Syukri setuju masyarakat memiliki peran masing-masing dan segera mengambil bagian dari kelompok masyarakat.
“Nah, mudah-mudahan, kepemimpinan ke depan menempatkan banjir sebagai darurat program kerja utamanya. Jadi, menjadikan banjir sebagai program darurat. Nggak bisa lagi tawar menawar, supaya anggarannya itu ikut ke sana,” ujarnya.
“Bukan lagi proyek DAS Ampal yang kita lihat, tapi proyek normalisasi hulu sampai hilir DAS Ampal. Supaya warga di MT Haryono, khususnya Jalan Beller dan sekitarnya, juga akan menjadi warga yang tidak cemas setiap hujan turun,” pungkasnya.
(SA/Kontributor)