Ngabuburit Bareng Rektor, Profesional, dan Praktisi Bahas Buku Leadership

Komunitas Bedah Buku Bisnis yang diikuti profesional, praktisi, akademisi yang dikoordinasi oleh Gatot Widayanto dan Budi Rahardjo, saat membahas buku Unboss, Rabu (13/4) menjelang berbuka puasa Ramadan. Foto: Zoom.

UM – Rektor Dr. Muhammad Rusli menjadi Guest dalam forum diskusi daring bedah buku bisnis tentang Leadership berjudul Unboss. Diskusi diikuti 26 orang profesional, pimpinan perusahaan, hingga praktisi yang tergabung dalam komunitas Bedah Buku Bisnis, Rabu (13/4) menjelang buka puasa Ramadan.

Pada kesempatan tersebut, Dr. Rusli untuk pertama kalinya mengikuti diskusi setelah menerima undangan Subur Anugerah, dosen Informatika Universitas Mulia. Subur tampil sebagai pengulas buku Unboss. Sebagai moderator Addy Kurnia Komara, seorang Profesional Engineer yang bekerja di Telin, perusahaan telekomunikasi besar di Hong Kong.

“Buku yang saya ulas ini bercerita tentang kepemimpinan di era industri 4.0 saat ini. Saya diminta mengundang seorang pimpinan yang berkenan menjadi Guest untuk berbagi pengalaman. Alhamdulillah, ternyata Bapak Rektor berkenan,” tutur Subur Anugerah.

Ia mengaku merasakan canggung saat mengundang Rektor mengingat kegiatan tersebut bersifat non-formal dan bukan kegiatan akademik. “Mengingat kegiatan Bapak Rektor yang cukup padat, maka saya juga mengundang Pak Yusuf Wibisono Wakil Rektor. Alhamdulillah beliau juga berkenan menggantikan Bapak Rektor apabila berhalangan,” tuturnya.

Unboss ditulis oleh Jacob Botter (36), seorang Blogger dari Denmark. Jacob merupakan pendiri perusahaan konsultan media sosial Wemind (2005), dan menciptakan konsep NQ (kecerdasan berjejaring) dengan bukunya NQ: Involvement with Social Media. Wemind was a digital agency, started up in 2007 with social media as their focal point.

“Sebenarnya bukan Jacob sendiri yang menulisnya, mungkin lebih tepatnya meramu masukan dari seluruh koleganya, termasuk dari Lars Kolind (71), mantan Ketua World Scout Foundation dan anggota World Scout Committee,” tutur Subur mengawali cerita.

Dari hasil kolaborasi ratusan kolega tersebut, Jacob berhasil menyusun Unboss hingga 20 lebih kasus yang berbeda. “Nama-nama mereka tersusun di belakang buku. Menariknya, buku Unboss ini merupakan implementasi konsep Unboss yang dia ciptakan. Artinya, meskipun dia blogger, sering menulis gagasan, tapi berhasil diwujudkan,” tuturnya.

Oleh karena itu, Subur tidak menampik apabila kemungkinan konsep Unboss akan semakin berkembang lagi di masa yang akan datang.

Istilah Unboss berarti lawan dari Boss. Unboss mengubah mindset bahwa hubungan bos dan karyawan menjadi relasi yang setara. Lokasi kerja tak lagi terpatok pada letak geografis. Tujuan perusahaan menjadi ke arah sosial. Semuanya bergerak mewujudkan visi. Manfaatnya lebih kepada publik. Tidak selalu profit.

“Leadership ala Unboss, bukan berarti Unboss menghilangkan Leadership, bukan pula tidak ada pimpinan, tetapi Unboss itu lebih kepada gaya kepemimpinan yang saat ini lebih cocok diterapkan dibanding gaya konvensional ala Boss,” tuturnya.

Penulis buku ini, menurutnya, ingin menghilangkan seluruh silo yang ada di organisasi. Silo berarti kurang informasi, miskin informasi, menyembunyikan informasi, atau tidak membagikan informasi sehingga mengganggu koordinasi antar bagian di sebuah organisasi atau perusahaan.

Konsep Unboss lebih cocok untuk perusahaan berbasis pengetahuan, yaitu perusahaan yang membuka diri dan menciptakan sebuah ekosistem penciptaan nilai melalui kemitraan-kemitraan timbal balik yang semuanya bekerja untuk visi yang sama.

Unboss juga cocok pada pekerjaan berbasis pengetahuan, yaitu pekerja yang menggunakan energi, kreativitas, dan imajinasi untuk menunaikan tugas-tugas yang sering tidak didefinisikan dengan jelas dan kerangka kerjanya sulit ditangkap. Informasi yang tersedia terbatas dan kerap tidak terstruktur. Tugas dan sasaran atau tujuan pun bisa jadi berubah setiap waktu.

“Oleh karena itu, saya rasa konsep Unboss ini bagus diterapkan di perguruan tinggi, misalnya, hubungan antara dosen dengan mahasiswa,” tutur Subur.

Ia memberi contoh, suatu ketika mahasiswa menghubungi atau mengabari dosen pada waktu tengah malam bahwa dia ingin bimbingan skripsi. Meski dosen tersebut membaca pesan tersebut, tapi tidak serta merta membalasnya. Dosen akan menunggu hingga pagi lalu membalasnya.

Alasannya, dosen tersebut tidak ingin melanggar sesuatu yang sudah disepakati secara umum bahwa menghubungi dosen tengah malam di waktu istirahat hanya untuk janjian bimbingan adalah tidak benar secara etika dan norma ketimuran.

“Itu berarti dosen Unboss. Beda dengan dosen Boss yang dengan cepat membalas pesan sambil menyisipkan stiker marah dan membumbui pesan ‘kamu harus tahu diri ya!’,” tuturnya sembari tersenyum.

Sementara itu, Rektor memberikan tanggapan bahwa konsep Unboss cocok diterapkan dimanapun organisasi atau perusahaan. Berdasarkan pengalamannya bekerja di berbagai perusahaan dan organisasi, konsep Unboss bahkan sudah diterapkan oleh banyak pimpinan lebih jauh sebelum buku Unboss ini terbit.

Dr. Rusli kemudian bercerita, ketika bekerja di sebuah perusahaan, dirinya didatangi oleh pimpinannya agar mempelajari sebuah jurnal. Selesai mempelajarinya, giliran Dr. Rusli mendatangi ruangan pimpinannya untuk mengembalikan jurnal tersebut.

“Saya kaget, di mejanya ada banyak buku yang dibuka, belum ditutup. Saat itu belum ada Google. Jadi itulah Unboss pertama kali yang saya jumpai,” ungkap Dr. Rusli. Buku-buku yang dibuka tersebut sedang dipelajari pimpinannya yang mantan direksi sebuah perusahaan.

“Dalam bekerja, seorang Direktur maupun Peneliti Muda semuanya sama, yang penting yang dihargai adalah argumentasi ilmiahnya,” ungkapnya. Selama 20 tahun bekerja tersebut, dirinya merasa terbentuk menerapkan konsep Unboss hingga saat ini.

“Jadi, kita sebagai Boss hanya pada organisasi resmi saja, sedangkan di dalam perilaku kita memperlakukan semuanya sebagai mitra, karena bagaimanapun ilmu kita juga terbatas, apalagi di perusahaan besar dengan disiplin ilmu yang banyak, kompetensi yang luas, kita tidak bisa merasa paling bisa,” tutur Dr. Rusli.

Rektor mengingatkan bahwa apabila bekerja di perusahaan yang multi disiplin, multi kompetensi, maka sudah menjadi kewajiban untuk selalu belajar. “Bawahan-bawahan kita, staf-staf kita itu adalah mitra, dan kita wajib juga belajar atas segala kelebihan dan kekurangannya,” terangnya.

Baginya, seorang pemimpin harus memiliki ilmu dimanapun dia bertugas. “Pemimpin itu harus on the right track, tidak boleh keluar dari track. Karena bagaimanapun, apabila tidak memiliki knowledges, apalagi pengalaman, dan masih butuh belajar lagi, maka gerak perusahaan akan terganggu,” tutupnya.

(SA/PSI)