Seminar “Crimes Against Minors” Kupas Kekerasan terhadap Anak, Polresta Balikpapan Paparkan Penanganan dan Pencegahan
Balikpapan, 25 November 2025— Pada sesi materi pertama Seminar “Crimes Against Minors” Fakultas Hukum Universitas Mulia, Brikpol Sefti Untari dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Balikpapan memaparkan secara rinci bentuk, landasan hukum, penanganan, serta upaya pencegahan tindak pidana terhadap anak di bawah umur. Hadir mendampingi beliau, Bripka Suarsono, S.H., yang turut serta dalam sesi tanya jawab.
Mengawali pemaparan, Brikpol Untari menegaskan bahwa crimes against minors adalah segala bentuk kejahatan yang menargetkan individu berusia di bawah 18 tahun, yang menurut hukum memiliki tingkat kerentanan lebih tinggi sehingga dikenakan sanksi lebih berat. Ia menyoroti sejumlah instrumen hukum yang menjadi dasar penanganan kejahatan terhadap anak, di antaranya UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, serta UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Moderator Iqbal, mahasiswa Prodi Hukum Universitas Mulia tingkat 1, memandu jalannya seminar; Bripka Suarsono, S.H., dan Brikpol Sefti Untari dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Balikpapan menjawab pertanyaan peserta pada sesi pertama.
Lebih lanjut ia menjelaskan tiga kategori utama anak dalam proses hukum:
- Anak pelaku atau anak yang berkonflik dengan hukum,
- Anak korban tindak pidana, dan
- Anak saksi tindak pidana.
Seluruh kategori tersebut berada di bawah payung UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang menekankan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dan mengutamakan penyelesaian diversi sebagai upaya utama sebelum pidana penjara.
Pada bagian materi mengenai bentuk kekerasan, narasumber menjelaskan bahwa tindak pidana terhadap anak mencakup:
- kekerasan seksual dan pelecehan,
- persetubuhan dan pencabulan,
- eksploitasi seksual dan perdagangan orang (TPPO),
- kekerasan fisik termasuk KDRT,
- kekerasan emosional seperti hinaan, intimidasi, dan perundungan/bullying.
Brikpol Untari menegaskan bahwa pelaku kekerasan terhadap anak dapat berasal dari lingkungan terdekat, termasuk orang tua, anggota keluarga, maupun pihak sekolah. Karenanya, kewaspadaan sosial dan literasi hukum menjadi faktor penting untuk mencegah eskalasi kasus.

Peserta dari SMP, SMA dan SMK se-Kota Balikpapan tampak antusias menyimak pemaparan narasumber dalam Seminar “Crimes Against Minors”.
Dalam pemaparan yang juga membahas penegakan hukum, ia menjelaskan prosedur penanganan ketika laporan masuk ke UPPA: mulai dari layanan pelaporan di SPKT, konseling awal, penyelidikan dan penyidikan, pengamanan barang bukti, hingga penetapan tersangka dan pelimpahan ke kejaksaan. Kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku wajib menempuh diversi, sementara kasus kekerasan seksual menjadi pengecualian karena tetap harus diproses pidana.
Suasana seminar semakin interaktif ketika sesi tanya jawab dibuka. Salah satu peserta dari SMA Negeri 7 Balikpapan menanyakan langkah pertama ketika masyarakat menemukan indikasi kekerasan pada anak di lingkungan sekitar, apalagi jika pelakunya adalah keluarga. Menanggapi itu, Brikpol Untari menekankan pentingnya menjaga ketenangan, mencari dukungan orang terdekat, dan segera melapor agar alat bukti—termasuk rekaman CCTV—tidak hilang.

Peserta dari tingkat SMP serta siswa SMA dan SMK bersama menyanyikan lagu kebangsaan pada sesi seremonial pembukaan Seminar “Crimes Against Minors”.
Pertanyaan lain datang dari siswa SMA Negeri 6 Balikpapan mengenai trauma dan ancaman pelaku yang membuat korban takut membuka kasus. Narasumber menyampaikan bahwa korban tidak boleh diam karena ancaman cenderung mendorong pelaku mengulangi tindakan, dan setelah proses hukum dimulai, korban akan mendapatkan pendampingan psikolog maupun psikiater di bawah layanan UPTD.
Menutup pemaparan, Brikpol Untari menegaskan bahwa pencegahan kejahatan terhadap anak harus dimulai dari diri sendiri dan lingkungan terdekat. Keluarga, guru, dosen, dan masyarakat luas memiliki peran strategis untuk menciptakan lingkungan yang aman, komunikatif, dan suportif bagi anak dan remaja. (YMN)






