Menko Polhukam Mahfud MD Bicara Politik Inspiratif dan Politik Praktis
UM – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan RI Mahfud MD bertemu dan berdiskusi dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat di Pondok Pesantren Syekh Muhammad Arsyad Albanjari Balikpapan, Selasa (20/6). Pada kesempatan ini, turut hadir Kepala Kepegawaian Drs. H Akhmad Priyanto mewakili Rektor Universitas Mulia.
Acara diskusi juga dihadiri pejabat, akademisi, praktisi, tokoh lintas agama dan tokoh organisasi masyarakat dari agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Tampak Mahfud MD bersama dengan pengasuh Ponpes KH. M. Jailani Mawardi dan KH. Muhammadun Mawardi.
Dalam pertemuan tersebut, Mahfud MD mengajak para tokoh masyarakat untuk berperan dalam menyambut datangnya Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak Tahun 2024 mendatang secara damai dan suka cita.
Ia juga mengingatkan agar rumah ibadah seperti masjid, gereja, biara, dan sebagainya, termasuk sekolah agar tidak digunakan untuk bicara politik praktis dan kampanye politik.
“Saya ceritakan kepada Anda bahwa menurut Islam, politik itu bagian dari melaksanakan tugas agama,” tutur Mahfud MD. Sebab, lanjutnya, di dalam studi Islam terdapat ilmu yang disebut Fiqh Siyasah atau Fiqh Politik.
Menurut Mahfud MD, politik ada dua tingkatan. “Satu, politik inspiratif, politik yang berbicara tentang keadaan dunia atau negara menjadi semakin baik,” tuturnya.
Politik inspiratif, menurutnya, merupakan politik kebangsaan, misalnya, berbicara tentang keadilan, kesetaraan, keteladanan, memerangi kemiskinan dan melawan korupsi. Berbicara politik inspiratif di masjid maupun di tempat ibadah lainnya, menurut Mahfud MD, justru dibolehkan.
Berbeda dengan politik praktis. Menurutnya, politik praktis digunakan oleh orang untuk menang dengan segala cara yang dapat memecah belah masyarakat. “Kamu jangan pilih partai ini. Jangan pilih orang ini, haram! Nah itu tidak boleh,” tuturnya.
Mahfud MD menekankan agar politik praktis tidak diterapkan di rumah ibadah maupun di sekolah. Menurutnya, hal itu justru sangat berbahaya dan menimbulkan perpecahan di masyarakat.
Acara yang dimulai menjelang Salat Dhuhur ini diikuti ribuan santri yang didominasi santri laki-laki. Mereka mengenakan jubah putih dengan kepala dibalut serban putih. Para santri duduk rapi di masjid sebelum Azan Dhuhur dikumandangkan dan berakhir menjelang waktu Ashar.
(SA/Puskomjar)